MAKALAH
PENYIMPANAN BENIH
Oleh:
Happy Maratul M (H0712091)
Heni Purwanti (H0712093)
Hermawan Cahya Kusuma (H0712096)
Jayanti Tri Utami (H0712107)
POGRAM
STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS
MARET
SURAKARTA
2014
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Benih merupakan salah satu
faktor utama yang menjadi penentu keberhasilan usahatani. Dalam konteks
agronomi, benih dituntut untuk bermutu tinggi sebab benih harus menghasilkan
tanaman yang berproduksi maksimum dengan sarana teknologi yang maju. Sering
petani mengalami kerugian yang tidak sedikit baik biaya maupun waktunya akibat
penggunaan benih yang jelek mutunya.
Pertumbuhan dan produksi
tanaman sangat dipengaruhi oleh keadaan iklim dan cara bercocok tanam, tetapi
tidak boleh diabaikan pentingnya pemilihan kualitas benih yang akan
dipergunakan. Penggunaan benih bermutu dapat mengurangi risiko kegagalan
usahatani karena bebas dari serangan hama dan penyakit serta mampu tumbuh baik
pada kondisi lahan yang kurang menguntungkan.
Dalam budidaya tanaman sering kali
ditemui keadaan dimana kebutuhan benih dengan ketersediaan benih tidak selalu
sama. Sering kali ketersediaan benih lebih besar daripada kebutuhan benih di
lapangan karena setelah dipanen, benih
biasanya tidak langsung ditanam melainkan harus menungggu saat tanam selama
beberapa waktu. Selain itu benih seringkali harus diangkut dari suatu tempat ke
tempat lain dengan menempuh jarak yang cukup jauh maka perlu
dilakukan penyimpanan benih agar benih yang belum digunakan sekarang bisa
digunakan pada saat dibutuhkan nantinya. Oleh
karena itu dalam makalah ini akan dinahas mengenai cara penyinpanan benih yang
baik agar kualitas benih tetap baik.
B.
Tujuan Penyusunan Makalah
Tujuan dari penyusunan mkalah ini antara lain adalah
sebagai berikut:
1. Mengetahui
pengertian benih penyimpanan benih
2. Mengetahui
tempat yang sesuai untuk penyimpanan benih.
3. Mengetahui
lama penyimpanan terhadap kualitas benih.
4. Mengetahui
faktor yang mempengaruhi mutu benih saat penyimpanan
BAB
II.
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Benih dan Penyimpanan Benih
Benih menurut Undang – undang
RI No.12 Tahun 1992 tentang sistem budidaya tanaman BAB I ketentuan umum Pasal
1 (a) 4 mengatakan : “Benih tanaman yang selanjutnya disebut benih adalah
tanaman atau bagiannya yang digunakan untuk memperbanyak/atau mengembangbiakkan
tanaman”. Benih tanaman yaitu biji, bibit, stek, entres dan planlet.
Benih tanaman adalah bakal biji yang dibuahi
(struktural), yang digunakan untuk pertanaman (fungsional), sebagai sarana
untuk mencapai produksi maksimum (agronomis), sebagai wahana teknologi maju
yang mampu melestarikan identitas genetik dengan mencapai derajat kemurnian
genetik yang setinggi-tingginya (teknologi), dan sebagai produk artifisial yang
sangat spesifik dan efisien.
Benih tanaman merupakan salah satu sarana budidaya
tanaman yang mempunyai peranan yang sangat menentukan dalam upaya peningkatan
produksi dan mutu hasil budidaya tanaman yang pada akhirnya akan meningkatkan
pendapatan petani dan kesejahteraan masyarakat. Untuk mendapatkan benih tanaman
yang diharapkan dapat menghasilkan benih yang siap dipasarkan atau digunakan
dengan kemurnian dan perkecambahan yang maksimum, maka dilakukanlah suatu
kegiatan prosesing benih dimulai dari kegiatan pra prosesing, pengeringan,
pembersihan, pemilahan, perlakuan benih, pengemasan, penyimpanan dan pemasaran.
Penyimpanan benih merupakan kegiatan prosesing benih
yang bertujuan mempertahankan mutu (viabilitas) benih agar tetap tinggi sampai
benih ditanam, menjaga biji agar tetap dalam keadaan baik (daya
kecambah tetap tinggi), melindungi biji dari serangan hama
dan jamur serta mencukupi persediaan biji selama musim berbuah tidak dapat
mencukupi kebutuhan. Untuk melakukan
penyimpanan benih, tidak bisa dilakukan sembarangan saja melainkan adanya faktor-faktor penyimpanan
benih yang perlu diketahui. Faktor-faktor penyimpanan benih tersebut
diantaranya: mengetahui jenis (kelompok) benih dan lingkungan simpan.
penyimpanan benih memerlukan informasi mengenai identitas benih,apakah termasuk
kelompok benih ortodoks, rekalsitran atau intermediate dikarenakan informasi
tersebut berguna untuk perlakuan penyimpana benih itu sendiri
Ketahanan benih untuk disimpan beragam tergantung
dari jenis, cara dan tempat penyimpanan Sutopo. Dalam kegiatan penanganan
benih, secara umum benih dikelompokkan ke dalam dua golongan utama sesuai
dengan kondisi penyimpanan yang dituntut, yaitu benih recalsitrant dan benih
orthodox.
1.
Benih Rekalsitran
Menurut Schmidt (2000), benih recalsitrant
didefinisikan sebagai benih yang tidak tahan terhadap pengeringan dan suhu
penyimpanan yang rendah, kecuali untuk beberapa species temperate recalsitrant.
Tingkat toleransinya tergantung dari species masing-masing, umtuk benih species
dari daerah tropik kadar air benih yang dianjurkan untuk penyimpanan adalah 20
– 35% dan suhu penyimpanan 12 – 15o C. Kebanyakan benih recalsitrant
hanya mampu disimpan beberapa hari sampai dengan beberapa bulan. Benih
recalsitrant pada waktu masak, kadar air benih sekitar 30 – 70%. Benih recalsitrant
banyak ditemukan pada species dari zona iklim tropis basah, hutan hujan tropis,
dan hutan mangrove, beberapa ditemukan pada zona temperate dan sedikit
ditemukan pada zona panas.
Rekalsitran adalah benih yang sangat peka terhadap
pengeringan dan akan mengalami kemunduran pada kadar air dan suhu yang rendah.
Pada saat masa panen / fisiologi memiliki kandungan air yang relatif tinggi.
Biji tipe ini memiliki ciri-ciri antara lain hanya mampu hidup dalam kadar air
tinggi (36-90 %). Penurunan kadar air
bada biji tipe ini akan berakibat penurunan viabilitas biji hingga kematian,
sehingga biji tipe ini tidak bisa disimpan dalam kadar air rendah
Menurut Kamil (1982), Benih yang bersifat
rekalsitran akan mati kalau kadar airnya diturunkan sebelum mencapai kering dan
tidak tahan di tempat yang bersuhu rendah.contoh benih ini adalah Agathis lorantifolia Salisb (dammar), Diosypros celebica Back (eboni), Hevea brasiliensis Aublet (Kayu karet), Macadamia hildenbrandii Steen
(makadame), termasuk juga benih nangka (Artocarpus
integra ).
Metode penyimpanan benih rekalsitran sangat
berlawanan dengan penyimpanan benih ortodoks, dan daya simpannya relatif
pendek. Benih
rekalsitran mempunyai kadar air tinggi, untuk itu dalam penyimpanan kadar air
benih perlu dipertahankan selama penyimpanan. Penyimpanan dapat menggunakan
serbuk gergaji atau serbuk arang. Caranya yaitu dengan memasukkan benih kedalam
serbuk gergaji atau arang. Penyimpanan benih rekalsitran
secara umum, suhu ruang simpan sedang dengan kadar air benih yang tinggi, pada
RH yang tinggi, dengan ketersediaan oksigen yang cukup.
2.
Benih Ortodoks
Menurut Winarno (1981), Ortodoks adalah benih yang
pada masak panen / fisiologi memiliki kandungan kadar air yang relatif rendah.
Biji kelompok ortodoks dicirikan oleh sifatnya yang bisa dikeringkan tanpa
menglami kerusakan. Viabilitas biji ortodoks tidak mengalami penurunan yang
berarti dengan penurunan kadar air hingga di bawah 20%, sehingga biji tipe ini
bisa disimpan dalam kadar air yang rendah.
Menurut Kamil (1982), benih ortodok tidak mati
walaupun dikeringkan sampai kadar air yang relatife sangat rendah dengan cara
pengeringan cepat dan juga tidak mati kalau benih itu disimpan dalam keadaan
suhu yang relative rendah. contoh benih yang bersifat ortodoks antara lain adalah
benih Acacia mangium Wild (Akasia), Dalbergia latifolia Roxb (sonobrit), Eucalyptus urophylla S.T (ampupu), Eucalyptus deglupta Blume (leda), Gmelina arborea Linn (gmelina), Paraserianthes
falcataria Folsberg (sengon), Pinus
mercusii Jung et de Vriese (tusam), dan Santalum
album (cendana).
Benih orthodox tahan terhadap
pengeringan dan suhu penyimpanan yang rendah, yaitu pada suhu 0 – 5o
C dengan kadar air benih 5–7%. Dalam kondisi penyimpanan yang optimal, benih
yang orthodox akan mampu disimpan sampai beberapa tahun. Pada saat masak, kadar
air benih pada kebanyakan benih orthodox sekitar 6–10%. Benih orthodox banyak
ditemukan pada zona arid, semi arid dan pada daerah dengan iklim basah, di
samping itu juga ada yang ditemukan pada zona tropis dataran tinggi. Benih recalsitrant didefinisikan sebagai benih
yang tidak tahan terhadap pengeringan dan suhu penyimpanan yang rendah, kecuali
untuk beberapa species temperate recalcitrant. Secara praktis, benih
ortodoks dapat disimpan pada suhu kamar (28oC) atau ruang sejuk (12oC),
bergantung pada lama penyimpanan dan kadar air benih yang akan disimpan
(Schmidt 2000).
(Schmidt 2000).
Perlakuan yang terbaik pada
benih ialah menanam benih atau disemaikan segera setelah benih-benih itu
dikumpulkan atau dipanen, jadi mengikuti cara-cara alamiah, namun hal ini tidak
selalu mungkin kareana musim berbuah tidak selalu sama, untuk itu penyimpanan
benih perlu dilakukan untuk menjamin ketersediaan benih saat musim tanam tiba.
Oleh karena
itu perlu dilakukan penyimpanan benih agar benih yang belum digunakan sekarang
bisa digunakan pada saat dibutuhkan nantinya.
Beberapa alasan diperlukannya penyimpanan benoh antara lain:
1.
Musim buah
dan tanam tidak sama
2.
Mempertahankan
sumber genetik
3.
Sebagai
penyangga antara produksi dan permintaan
Pertimbangan penyimpanan benih:
1. Banyak jenis yang buahnya masak pada permulaan atau pertengahan musim
kemarau
2. Beberapa jenis musim buahnya tidak terjadi sepanjang tahun
3. Benih harus mengalami transportasi ke tempat tujuan penanaman dan memakan
waktu lama dalam perjalanan
4. Produksinya kurang mencukupi untuk penanaman areal yang luas
Doran (1983), mengemukakan bahwa periode
penyimpanan terdiri dari penyimpanan jangka panjang, penyimpanan jangka
menengah dan penyimpanan jangka pendek. Penyimpanan jangka panjang memiliki
kisaran waktu puluhan tahun, sedangkan penyimpanan jangka menengah memilki
kisaran waktu beberapa tahun, dan penyimpanan jangka pendek memiliki kisaran
waktu kurang dari setahun. Tidak ada kisaran pasti dalam periode penyimpanan,
hal ini disebabkan karena periode penyimpanan sangat tergantung dari jenis
tanaman dan tipe benih itu sendiri.
B. Pengaruh
Lama Penyimpanan terhadap Viabilitas Benih
Umur simpan benih sangat
dipengaruhi oleh sifat benih, kondisi lingkungan, dan perlakuan manusia. Berapa
lama benih dapat disimpan sangat bergantung pada kondisi benih dan
lingkungannya sendiri. Beberapa tipe benih tidak mempunyai ketahanan untuk
disimpan dalam jangka waktu yang lama atau sering disebut benih rekalsitran.
Sebaliknya benih ortodoks mempunyai daya simpan yang lama dan dalam kondisi
penyimpanan yang sesuai dapat membentuk cadangan benih yang besar di tanah
(Schmidt 2000). Pada umumnya semakin lama benih disimpan maka viabilitasnya
akan semakin menurun (Widodo 1991).
Mundurnya viabilitas benih
merupakan proses yang berjalan bertingkat dan kumulatif akibat perubahan yang
diberikan kepada benih. Tingkat vigor awal tidak dapat dipertahankan karena
benih akan mengalami proses kemunduran secara kronologis. Sifat kemunduran ini
tidak dapat dicegah dan tidak dapat balik atau diperbaiki secara sempurna. Laju
kemunduran mutu benih dapat diperkecil dengan melakukan penanganan dan
pengolahan, penyimpanan, serta pendistribusian benih secara baik. Faktor-faktor yang mempengaruhi viabilitas benih selama penyimpanan dibagi
menjadi dua faktor yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal
mencakup sifat genetik, daya tumbuh dan vigor, kondisi kulit dan kadar benih
awal. Faktor eksternal antara lain kemasan benih, komposisi gas, suhu dan
kelembaban ruang simpan (Sutopo 2002).
Masalah yang dihadapi dalam
penyimpanan benih semakin kompleks sejalan dengan meningkatnya kadar air benih.
Penyimpanan benih yang berkadar air tinggi dapat menimbulkan resiko terserang
cendawan. Benih adalah bersifat higroskopis, sehingga benih akan mengalami
kemunduran tergantung dari tingginya faktor-faktor kelembaban relatif udara dan
suhu lingkungan dimana benih disimpan.
Penyimpanan benih yang kurang
baik akan menyebabkan benih mengalami kemunduran fisiologis. Kemunduran benih
ini tidak dapat dicegah tetapi dapat ditekan lajunya dengan mengendalikan
faktor yang berpengaruh selama penyimpan seperti suhu, kadar air benih dan
kelembaban. Salah satu cara untuk mempertahankan daya simpan benih adalah
dengan penetapan kadar air yang tepat saat benih disimpan sehingga benih dapat
disimpan dalam waktu yang cukup lama tanpa menurunkan viabilitas benih.
Perlakuan terhadap benih
sebelum dan selama penyimpanan benih sangat mempengaruhi daya simpan benih.
Apabila benih diperlakukan dengan baik sesuai karakteristik dan kebutuhan benih
tersebut untuk dapat bertahan lebih lama, maka benih tersebut akan memiliki
daya simpan yang lebih lama. Meskipun begitu setiap benih memiliki batas waktu
penyimpanan. Apabila benih disimpan melebihi batas waktu yang simpannya maka
mutunya akan menurun secara drastis. Lamanya batas waktu simpan benih
biasanya diketahui melalui penelitian-penelitian yang dilakukan. Dari hasil
penelitian tersebut diketahui berapa lama benih dapat disimpan dengan perlakuan
optimum yang mendukung daya simpan benih tersebut (Kuswanto 1996).
C. Tempat
Penyimpanan benih
1.
Ruang Penyimpanan
Kegiatan
penyimpanan benih tidak terlepas dari penggunaan ruang simpan. Menurut
Kartosapoetra (1989), beberapa sifat khusus yang harus diperhatikan dari ruang
simpan adalah :
a. Insulasi
Yaitu penahanan aliran panas udara. Jadi ruangan
tempat penyimpanan harus diusahakan agar dapat bertahan terhadap pengaruh
tersebut, misalnya penahanan aliaran panas dari tempat yang bersuhu tinggi ke
tempat yang bersuhu rendah.
b. Ruangan
harus kedap air dan uap air
Benih harus bersih dari segala kotoran dan bau jadi
diperlukan ruangan yang kedap air sehingga air hujan tidak dapat masuk ke dalam
ruangan. Atap ruangan harus serapat miungkin, tidak ada kebocoran atau
percikan-percikan air yang munkin dapat menetes ke dalamnya. Dinding ruangan
pun harus rapat sehingga uap air tidak dapat menerobos ke dalam ruangan melalui
celah-celah dinding, pintu ataupun ventilasi dan tempat penyimpanan fan. Ruang
penyimpananpun harus kedap udara karena itu dalam tempat-tempat penyimpanan
yang baik sering digunakan bahan-bahan seperti film polyethylene, alumunium
foil, aspal guna melapisi dinding dan menutup lubang-lubang pada dinding.
Permukaan ruang penyimpanan harus kedap akan uap air, sebaiknya ruangan
penyimpanan hanya memiliki satu pintu tanpa adanya jendela-jendela.
c. Refrigerasi
(pendinginan)
Kadang-kadang
untuk melindungi benih-benih tertentu, ruang penyimpanannya perlu memperoleh
pendinginan. Refrigerasi bermaksud untuk menghilangkan panas dalam ruang, baik
yang terjadi dari ruang simpan itu sendiri maupun dari benih yang disimpan.
Refrigerasi dilakukan dengan alat bantu, yaitu refrigerator.
d. Dehumidifikasi
(pengeringan udara)
Benih-benih dalam bulk atau onggokan dapat disimpan
dalam ruangan yang kedap uap air untuk selama semusim. Lebih lama dari itu atau
terjadinya kelembaban relative ruang penyimpanan yang melabihi 60%, maka dalam
ruangan perlu dilakukan dehumidifikasi atau pengeringan udara. Hal ini dapat
dilakukan dengan pemanfaatan desiccant atau zat kimia dan dengan alat
dehumidifier atau alat pengering udara.
Penyimpanan kedap udara mencakup penempatan
gabah/beras/benih kedalam kontainer (wadah) yang menghentikan pergerakan udara
(oksigen) dan air antara atmosfir luar dan gabah/benih yang disimpan. Sistem
ini dapat menggunakan kontainer plastik khusus atau kontainer yang lebih kecil
terbuat dari plastik atau baja atau bahkan pot dari tanah. Ukuran penyimpan
dapat berkisar antara 25 liter sampai 300 ton. Sistem ini dapat digunakan untuk
gabah, beras, dan serealia lainnya seperti jagung.
2. Wadah
Penyimpanan
Penyimpanan benih merupakan salah satu cara yang dapat menunjang
keberhasilan penyediaan benih, mengingat bahwa kebanyakan jenis pohon hutan
tidak berbuah sepanjang tahun sehingga perlu dilakukan penyimpanan yang baik
agar dapat menjaga kestabilan benih dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Kegiatan
penyimpanan benih tidak terlepas dari penggunaan wadah simpan. Beberapa sifat
khusus yang harus diperhatikan dari wadah simpan adalah :
a. Permeabilitas,
yaitu kemampuan wadah untuk dapat menahan kelembaban dan gas pada level
tertentu
b. Insulasi,
yaitu kemampuan wadah untuk mempertahankan suhu
c. Ukuran
lubang, yaitu kemampuan wadah untuk bertahan dari serangan serangga dan
mikroorganisme yang dapat masuk melalui celah-celah kemasan
d. Kemudahan
dalam hal penanganan seperti tidak licin, mudah ditumpuk, mudah dibuka,
ditutup, disegel dan mudah dibersihkan.
e. Biaya, harus
diperhitungkan dengan nilai nominal dari benih sendiri
Wadah simpan pada dasarnya dapat digolongkan menjadi 2 (dua) macam yakni
wadah yang kedap udara dan wadah yang permeable (Widodo, 1991). Wadah kedap
adalah wadah yang tidak memungkinkan lagi terjadi pertukaran udara antara benih
yang disimpan dengan lingkungannya, sedangkan wadah permeabel adalah wadah yang
masih memungkinkan terjadinya pertukaran udara antara benih dengan
lingkungannya.
Contoh dari wadah yang permeabel adalah karung goni, kantong kain, karung
nilon, keranjang, kotak kayu, kertas, karton dan papan serat yang tidak
dilapisi lilin. Sedangkan wadah yang tidak permeabel adalah kaleng logam, botol
dan gelas.
Justice dan Bass (1979), mengemukakan bahwa penggunaan wadah dan cara simpan benih sangat tergantung pada jenis, jumlah benih, teknik pengepakan, lama penyimpanan, suhu ruang simpan dan kelembaban ruang simpan.
Justice dan Bass (1979), mengemukakan bahwa penggunaan wadah dan cara simpan benih sangat tergantung pada jenis, jumlah benih, teknik pengepakan, lama penyimpanan, suhu ruang simpan dan kelembaban ruang simpan.
D. Faktor
yang mempengaruhi mutu benih selama penyimpanan
Mutu benih merupakan perpaduan
dari karakter genetik dan pengaruh lingkungan. Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu
(viabilitas benih) selama penyimpanan dibagi menjadi factor internal dan
eksternal. Faktor internal mencakup sifat genetik, daya tumbuh dan vigor ,
kondisi kulit dan kadar air benih awal. Faktor eksternal antara lain kemasan
benih, komposisi gas, suhu dan kelembaban ruang simpan (Copeland dan Donald l985),
dari pernyataan ini maka disimpulkan bahwa benh akan bertahan mutunya apabila
kondisi eksternalnya sesuai dengan kebutuhan benih.
Adapun faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap mutu benih antara lain faktor lingkungan dan faktor status
benih (kondisi fisik dan fisiologis benih), antara lain:
1. Faktor Internal
a. Faktor Genetik
Genetik merupakan faktor
bawaan yang berkaitan dengan komposisi genetika benih. Setiap jenis atau
varietas memiliki identitas genetik yangblog mutfiahblog mutfiah berbeda.
Sebagai contoh, mutu daya simpan benih kedelai lebih rendah dibanginkan dengan
mutu daya simpan benih jagung, kekuatan daya tumbuh (vigor) dan produksi benih
jagung hibrida lebih tinggi dari benih jagung biasa (komposit). Demikian pula
padi var. Peta memiliki mutu daya simpan yang lebih baik dari benih padi var.
Chainan. Semua perbedaan tersebut diakibatkan perbedaan gen yang ada di dalam
benih.
b.
Tingkat kadar air benih
Kadar air benih merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap mutu
benih. Kadar air benih sangat berkait erat dengan mutu fisik, fisiologis, dan
patologis. Proses panen dan perontokan yang dilakukan pada benih berkadar air
tinggi akan mengakibatkan benih memar, sehingga saat proses penyimpanan
benih tidak akan maksimal karena benih sudah mengalami kerusakan secara fisik.
Kadar air benih sangat berpengaruh pada penyimpanan. Pengaruh tersebut bisa
bersifat langsung, yaitu berlangsungnya metabolisme benih, maupun tidak
langsung, yakni memberikan kondisi yang optimum untuk perkembangbiakan hama dan
penyakit. Kadar air yang tinggi menyebabkan laju respirasi benih menjadi tinggi
sehingga sejumlah energi di dalam benih hilang. Respirasi tersebut juga menghasilkan produk yang tidak diperlukan, seperti
gas karbondioksida, air, dan panas. Dalam keadaan seperti ini benih mengalami
kemunduran. Produk respirasi tersebut selanjutnya merupakan stimulan untuk
peningkatan laju respirasi berikutnya. Dengan demikian, lajur respirasi semakin
meningkat dan akibatnya lajur kemunduran benih semakin meningkat pula. Selain
stimulan terhadap laju kemunduran benih, produk respirasi tersebut
juga merupakan kondisi optimum untuk perkembang-biakan cendawan. Cendawan
akan aktif dan berkembang biak cepat pada tingkat kadar air benih 13-18% (Siregar
2000).
2. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan yang
berpengaruh terhadap mutu benih berkaitan dengan kondisi dan perlakuan selama
prapanen, pancapanen, maupun saat pemasaran benih. Faktor-faktor tersebut
adalah sebagai berikut :
a. Penimbunan dan penanganan hasil pasca panen
Ketika dipanen, kadar air
benih masih relatif tinggi dan masih dalam bentuk calon benih (masih dalam
malai, di dalam polong kelobot, atau struktur pembungkus benih lainnya).
Keadaan tersebut membawa konsekuensi pada tingginya proses metabolisme yang
terjadi di dalam benih, tingginya tingkat kepekaan benih terhadap benturan
dengan alat-alat (mesin) pengolahan pada pascapanen, serta tingginya potensi
serangan hama dan penyakit. Oleh karenanya, sistem penimbunan dan penanganan hasil
sangat berpengaruh pada kualitas benih saat penyimpanan.
b. Suhu
Temperature yang terlalu tinggi pada saat penyimpanan dapat membahayakan
dan mengakibatkan kerusakan pada benih. Karena akan memperbesar terjadinya
penguapan zat cair dari dalam benih, sehingga benih akan kehilangan daya
imbibisi dan kemampuan untuk berkecambah. Protoplasma dari embrio akan mati
akibat keringnya sebagian atau seluruh benih. Semakin rendah suhu kemunduran
viabilitas benih dapat dikurangi, sedangkan semakin tinggi temperature, semakin
meningkat laju kemunduran viabilitas benih. Jadi untuk penyimpanan yang lebih
efektif itu adalah suhu yang rendah. Yang mampu menjaga kelembapan untuk
memperkecil laju respirasi benih.
c. Kelembaban
udara.
Pemeliharaan kadar air
benih agar paling tidak tetap berkisar antara 14% dan 5% adalah merupakan
perlakuan yang mantap. Kalo kita mengingat bahwa kemampuan serangan jamur yang
dapat mematikan benih adalah pada kadar air di atas 14%, sedangkan benih dengan
kadar air di bawah 5% dapat dipercepat kemundurannya dikarenakan reaksi-reaksi
fisiokimiawi. Umumnya benih dapat
dipertahankan tetap baik dalam jangka waktu yang cukup lama. Bila suhu dan
kelembaban udara dapat dijaga, maka mutu benih dapat terjaga. Untuk itu perlu
ruang khusus untuk penyimpanan benih.
BAB III
PENUTUP
Berdasarkan hasil pembahasan dari makalah, maka dapat
disimpulkan bbeberapa hal, antara lain:
1.
Benih tanaman adalah bakal biji yang
dibuahi (struktural), yang digunakan untuk pertanaman (fungsional), sebagai
sarana untuk mencapai produksi maksimum (agronomis), sebagai wahana teknologi
maju yang mampu melestarikan identitas genetik dengan mencapai derajat
kemurnian genetik yang setinggi-tingginya (teknologi), dan sebagai produk artifisial
yang sangat spesifik dan efisien.
2.
Berdasarkan kadar air yang mempengaruhi kemampuan
penyimpanan benih dibagi menjadi benih rekalsitran dan benih ortodoks.
3.
Lama penyimpanan mempengaruhi viabilitas benih.
4.
Semakin lama
benih disimpan maka viabilitasnya akan semakin menurun
5.
Ruang serta wadah penyimpanan mempengaruhi kualitas
benih yang disimpan.
6.
Penyimpanan benih dipengaruhi faktor Internal (faktor
genetik, kadar air benih, vigor benih) dan faktor eksternal (faktor lingkungan
seperti suhu, kelembaban)
DAFTAR PUSTAKA
Doran, J. C.,
Turnbull, J.W., Bolland, J. D 1983. Handbook on seed of dry-zone acacias. A guide for collecting, extracting, cleaning, and stering the seed and for treatment to promote germination of
dry-zone acacias. FAO Rome.
Justice and
Bass 1979. Prinsiples and Praktices of
Seed Storage. Castle House Publications
LTD
Kamil J. 1982. Teknologi Benih.
Bandung: Angkasa.
Kartasapoetra
A.G 1986. Teknologi Benih. Jakarta: Bina Aksara..
Kuswanto,
Hendarto. 1996. Dasar-Dasar Teknologi,
Produksi dan Sertifikasi Benih.
Yogyakarta: Andi.
Schmidt, L. 2000. Pedoman Penanganan Benih Hutan Tropis dan
Sub Tropis. Jakarta: Direktorat
Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. Departemen Kehutanan
Schmidt, L.
2000. Pedoman Penanganan Benih Hutan
Tropis dan Sub Tropis. Jakarta:
Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. Departemen Kehutanan.
Siregar S.T
2000. Penyimpanan Benih (Pengemasan dan
Penyimpanan Benih). Balai
Perbenihan Tanaman Hutan Palembang. Palembang
Sutopo L 2002. Teknologi Benih. Malang: Fakultas
Pertanian UNBRAW
Widodo, W. 1991. Pemilihan Wadah Simpan dan Bahan Pencampur
pada Penyimpanan Benih Mahoni. Bogor:
Balai Teknologi Perbenihan.
Widodo, W
1991. Pemilihan Wadah Simpan dan Bahan Pencampur pada Penyimpanan Benih Mahoni. Bogor: Balai Teknologi Perbenihan.
Winarno, F.G
1981. Fisiology Lepas Panen. Jakarta: Sastra Hudaya
2 komentar:
Artikel bagus, Pernahkah Anda mendengar LFDS (Le_Meridian Funding Service, Email: lfdsloans@outlook.com --WhatsApp Contact: +1-9893943740--lfdsloans@lemeridianfds.com) adalah ketika layanan pendanaan AS / Inggris mereka memberi saya pinjaman $ 95.000,00 untuk memulai bisnis saya dan saya telah membayar mereka setiap tahun selama dua tahun sekarang dan saya masih memiliki 2 tahun lagi walaupun saya senang bekerja dengan mereka karena mereka adalah Pemberi Pinjaman asli yang dapat memberi Anda segala jenis pinjaman.
jagung hibrida, jagung hibrida adalah, keunggulan jagung hibrida
Posting Komentar