Minggu, 15 Februari 2015

MAKALAH PRODUKSI DAN PENYIMPANAN BENIH




MAKALAH

PENYIMPANAN BENIH





Oleh:
Happy Maratul M                  (H0712091)
Heni Purwanti                         (H0712093)
Hermawan Cahya Kusuma    (H0712096)
Jayanti Tri Utami                   (H0712107)



POGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2014

BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Benih merupakan salah satu faktor utama yang menjadi penentu keberhasilan usahatani. Dalam konteks agronomi, benih dituntut untuk bermutu tinggi sebab benih harus menghasilkan tanaman yang berproduksi maksimum dengan sarana teknologi yang maju. Sering petani mengalami kerugian yang tidak sedikit baik biaya maupun waktunya akibat penggunaan benih yang jelek mutunya.
Pertumbuhan dan produksi tanaman sangat dipengaruhi oleh keadaan iklim dan cara bercocok tanam, tetapi tidak boleh diabaikan pentingnya pemilihan kualitas benih yang akan dipergunakan. Penggunaan benih bermutu dapat mengurangi risiko kegagalan usahatani karena bebas dari serangan hama dan penyakit serta mampu tumbuh baik pada kondisi lahan yang kurang menguntungkan.
Dalam budidaya tanaman sering kali ditemui keadaan dimana kebutuhan benih dengan ketersediaan benih tidak selalu sama. Sering kali ketersediaan benih lebih besar daripada kebutuhan benih di lapangan karena setelah dipanen, benih biasanya tidak langsung ditanam melainkan harus menungggu saat tanam selama beberapa waktu. Selain itu benih seringkali harus diangkut dari suatu tempat ke tempat lain dengan menempuh jarak yang cukup jauh maka perlu dilakukan penyimpanan benih agar benih yang belum digunakan sekarang bisa digunakan pada saat dibutuhkan nantinya. Oleh karena itu dalam makalah ini akan dinahas mengenai cara penyinpanan benih yang baik agar kualitas benih tetap baik.





B.     Tujuan Penyusunan Makalah
Tujuan dari penyusunan mkalah ini antara lain adalah sebagai berikut:
1.      Mengetahui pengertian benih penyimpanan benih
2.      Mengetahui tempat yang sesuai untuk penyimpanan benih.
3.      Mengetahui lama penyimpanan terhadap kualitas benih.
4.      Mengetahui faktor yang mempengaruhi mutu benih saat penyimpanan
























BAB II.
PEMBAHASAN
A.     Pengertian Benih dan Penyimpanan Benih
Benih menurut Undang – undang RI No.12 Tahun 1992 tentang sistem budidaya tanaman BAB I ketentuan umum Pasal 1 (a) 4 mengatakan : “Benih tanaman yang selanjutnya disebut benih adalah tanaman atau bagiannya yang digunakan untuk memperbanyak/atau mengembangbiakkan tanaman”. Benih tanaman yaitu biji, bibit, stek, entres dan planlet.
Benih tanaman adalah bakal biji yang dibuahi (struktural), yang digunakan untuk pertanaman (fungsional), sebagai sarana untuk mencapai produksi maksimum (agronomis), sebagai wahana teknologi maju yang mampu melestarikan identitas genetik dengan mencapai derajat kemurnian genetik yang setinggi-tingginya (teknologi), dan sebagai produk artifisial yang sangat spesifik dan efisien.
Benih tanaman merupakan salah satu sarana budidaya tanaman yang mempunyai peranan yang sangat menentukan dalam upaya peningkatan produksi dan mutu hasil budidaya tanaman yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan petani dan kesejahteraan masyarakat. Untuk mendapatkan benih tanaman yang diharapkan dapat menghasilkan benih yang siap dipasarkan atau digunakan dengan kemurnian dan perkecambahan yang maksimum, maka dilakukanlah suatu kegiatan prosesing benih dimulai dari kegiatan pra prosesing, pengeringan, pembersihan, pemilahan, perlakuan benih, pengemasan, penyimpanan dan pemasaran.
Penyimpanan benih merupakan kegiatan prosesing benih yang bertujuan mempertahankan mutu (viabilitas) benih agar tetap tinggi sampai benih ditanam, menjaga biji agar tetap dalam keadaan baik (daya kecambah tetap tinggi), melindungi biji dari serangan hama dan jamur serta mencukupi persediaan biji selama musim berbuah tidak dapat mencukupi kebutuhan. Untuk melakukan penyimpanan benih, tidak bisa dilakukan sembarangan saja  melainkan adanya faktor-faktor penyimpanan benih yang perlu diketahui. Faktor-faktor penyimpanan benih tersebut diantaranya: mengetahui jenis (kelompok) benih dan lingkungan simpan. penyimpanan benih memerlukan informasi mengenai identitas benih,apakah termasuk kelompok benih ortodoks, rekalsitran atau intermediate dikarenakan informasi tersebut berguna untuk perlakuan penyimpana benih itu sendiri
Ketahanan benih untuk disimpan beragam tergantung dari jenis, cara dan tempat penyimpanan Sutopo. Dalam kegiatan penanganan benih, secara umum benih dikelompokkan ke dalam dua golongan utama sesuai dengan kondisi penyimpanan yang dituntut, yaitu benih recalsitrant dan benih orthodox.
1.      Benih Rekalsitran
Menurut Schmidt (2000), benih recalsitrant didefinisikan sebagai benih yang tidak tahan terhadap pengeringan dan suhu penyimpanan yang rendah, kecuali untuk beberapa species temperate recalsitrant. Tingkat toleransinya tergantung dari species masing-masing, umtuk benih species dari daerah tropik kadar air benih yang dianjurkan untuk penyimpanan adalah 20 – 35% dan suhu penyimpanan 12 – 15o C. Kebanyakan benih recalsitrant hanya mampu disimpan beberapa hari sampai dengan beberapa bulan. Benih recalsitrant pada waktu masak, kadar air benih sekitar 30 – 70%. Benih recalsitrant banyak ditemukan pada species dari zona iklim tropis basah, hutan hujan tropis, dan hutan mangrove, beberapa ditemukan pada zona temperate dan sedikit ditemukan pada zona panas.
Rekalsitran adalah benih yang sangat peka terhadap pengeringan dan akan mengalami kemunduran pada kadar air dan suhu yang rendah. Pada saat masa panen / fisiologi memiliki kandungan air yang relatif tinggi. Biji tipe ini memiliki ciri-ciri antara lain hanya mampu hidup dalam kadar air tinggi (36-90 %).  Penurunan kadar air bada biji tipe ini akan berakibat penurunan viabilitas biji hingga kematian, sehingga biji tipe ini tidak bisa disimpan dalam kadar air rendah
Menurut Kamil (1982), Benih yang bersifat rekalsitran akan mati kalau kadar airnya diturunkan sebelum mencapai kering dan tidak tahan di tempat yang bersuhu rendah.contoh benih ini adalah Agathis lorantifolia Salisb (dammar), Diosypros celebica Back (eboni), Hevea brasiliensis Aublet (Kayu karet), Macadamia hildenbrandii Steen (makadame), termasuk juga benih nangka (Artocarpus integra ).
Metode penyimpanan benih rekalsitran sangat berlawanan dengan penyimpanan benih ortodoks, dan daya simpannya relatif pendek. Benih rekalsitran mempunyai kadar air tinggi, untuk itu dalam penyimpanan kadar air benih perlu dipertahankan selama penyimpanan. Penyimpanan dapat menggunakan serbuk gergaji atau serbuk arang. Caranya yaitu dengan memasukkan benih kedalam serbuk gergaji atau arang. Penyimpanan benih rekalsitran secara umum, suhu ruang simpan sedang dengan kadar air benih yang tinggi, pada RH yang tinggi, dengan ketersediaan oksigen yang cukup.
2.      Benih Ortodoks
Menurut Winarno (1981), Ortodoks adalah benih yang pada masak panen / fisiologi memiliki kandungan kadar air yang relatif rendah. Biji kelompok ortodoks dicirikan oleh sifatnya yang bisa dikeringkan tanpa menglami kerusakan. Viabilitas biji ortodoks tidak mengalami penurunan yang berarti dengan penurunan kadar air hingga di bawah 20%, sehingga biji tipe ini bisa disimpan dalam kadar air yang rendah.
Menurut Kamil (1982), benih ortodok tidak mati walaupun dikeringkan sampai kadar air yang relatife sangat rendah dengan cara pengeringan cepat dan juga tidak mati kalau benih itu disimpan dalam keadaan suhu yang relative rendah. contoh benih yang bersifat ortodoks antara lain adalah benih Acacia mangium Wild (Akasia), Dalbergia latifolia Roxb (sonobrit), Eucalyptus urophylla S.T (ampupu), Eucalyptus deglupta Blume (leda), Gmelina arborea Linn (gmelina), Paraserianthes falcataria Folsberg (sengon), Pinus mercusii Jung et de Vriese (tusam), dan Santalum album (cendana).
Benih orthodox tahan terhadap pengeringan dan suhu penyimpanan yang rendah, yaitu pada suhu 0 – 5o C dengan kadar air benih 5–7%. Dalam kondisi penyimpanan yang optimal, benih yang orthodox akan mampu disimpan sampai beberapa tahun. Pada saat masak, kadar air benih pada kebanyakan benih orthodox sekitar 6–10%. Benih orthodox banyak ditemukan pada zona arid, semi arid dan pada daerah dengan iklim basah, di samping itu juga ada yang ditemukan pada zona tropis dataran tinggi. Benih recalsitrant didefinisikan sebagai benih yang tidak tahan terhadap pengeringan dan suhu penyimpanan yang rendah, kecuali untuk beberapa species temperate recalcitrant. Secara praktis, benih ortodoks dapat disimpan pada suhu kamar (28oC) atau ruang sejuk (12oC), bergantung pada lama penyimpanan dan kadar air benih yang akan disimpan
(Schmidt 2000).
Perlakuan yang terbaik pada benih ialah menanam benih atau disemaikan segera setelah benih-benih itu dikumpulkan atau dipanen, jadi mengikuti cara-cara alamiah, namun hal ini tidak selalu mungkin kareana musim berbuah tidak selalu sama, untuk itu penyimpanan benih perlu dilakukan untuk menjamin ketersediaan benih saat musim tanam tiba. Oleh karena itu perlu dilakukan penyimpanan benih agar benih yang belum digunakan sekarang bisa digunakan pada saat dibutuhkan nantinya.
Beberapa alasan diperlukannya penyimpanan benoh antara lain:
1.      Musim buah dan tanam tidak sama
2.      Mempertahankan sumber genetik
3.      Sebagai penyangga antara produksi dan permintaan


Pertimbangan penyimpanan benih:
1.      Banyak jenis yang buahnya masak pada permulaan atau pertengahan musim kemarau
2.      Beberapa jenis musim buahnya tidak terjadi sepanjang tahun
3.      Benih harus mengalami transportasi ke tempat tujuan penanaman dan memakan waktu lama dalam perjalanan
4.      Produksinya kurang mencukupi untuk penanaman areal yang luas
Doran (1983), mengemukakan bahwa periode penyimpanan terdiri dari penyimpanan jangka panjang, penyimpanan jangka menengah dan penyimpanan jangka pendek. Penyimpanan jangka panjang memiliki kisaran waktu puluhan tahun, sedangkan penyimpanan jangka menengah memilki kisaran waktu beberapa tahun, dan penyimpanan jangka pendek memiliki kisaran waktu kurang dari setahun. Tidak ada kisaran pasti dalam periode penyimpanan, hal ini disebabkan karena periode penyimpanan sangat tergantung dari jenis tanaman dan tipe benih itu sendiri.
B.     Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Viabilitas Benih
Umur simpan benih sangat dipengaruhi oleh sifat benih, kondisi lingkungan, dan perlakuan manusia. Berapa lama benih dapat disimpan sangat bergantung pada kondisi benih dan lingkungannya sendiri. Beberapa tipe benih tidak mempunyai ketahanan untuk disimpan dalam jangka waktu yang lama atau sering disebut benih rekalsitran. Sebaliknya benih ortodoks mempunyai daya simpan yang lama dan dalam kondisi penyimpanan yang sesuai dapat membentuk cadangan benih yang besar di tanah (Schmidt 2000). Pada umumnya semakin lama benih disimpan maka viabilitasnya akan semakin menurun (Widodo 1991). 
Mundurnya viabilitas benih merupakan proses yang berjalan bertingkat dan kumulatif akibat perubahan yang diberikan kepada benih. Tingkat vigor awal tidak dapat dipertahankan karena benih akan mengalami proses kemunduran secara kronologis. Sifat kemunduran ini tidak dapat dicegah dan tidak dapat balik atau diperbaiki secara sempurna. Laju kemunduran mutu benih dapat diperkecil dengan melakukan penanganan dan pengolahan, penyimpanan, serta pendistribusian benih secara baik. Faktor-faktor yang mempengaruhi viabilitas benih selama penyimpanan dibagi menjadi dua faktor yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal mencakup sifat genetik, daya tumbuh dan vigor, kondisi kulit dan kadar benih awal. Faktor eksternal antara lain kemasan benih, komposisi gas, suhu dan kelembaban ruang simpan (Sutopo 2002).
Masalah yang dihadapi dalam penyimpanan benih semakin kompleks sejalan dengan meningkatnya kadar air benih. Penyimpanan benih yang berkadar air tinggi dapat menimbulkan resiko terserang cendawan. Benih adalah bersifat higroskopis, sehingga benih akan mengalami kemunduran tergantung dari tingginya faktor-faktor kelembaban relatif udara dan suhu lingkungan dimana benih disimpan.
Penyimpanan benih yang kurang baik akan menyebabkan benih mengalami kemunduran fisiologis. Kemunduran benih ini tidak dapat dicegah tetapi dapat ditekan lajunya dengan mengendalikan faktor yang berpengaruh selama penyimpan seperti suhu, kadar air benih dan kelembaban. Salah satu cara untuk mempertahankan daya simpan benih adalah dengan penetapan kadar air yang tepat saat benih disimpan sehingga benih dapat disimpan dalam waktu yang cukup lama tanpa menurunkan viabilitas benih.
Perlakuan terhadap benih sebelum dan selama penyimpanan benih sangat mempengaruhi daya simpan benih. Apabila benih diperlakukan dengan baik sesuai karakteristik dan kebutuhan benih tersebut untuk dapat bertahan lebih lama, maka benih tersebut akan memiliki daya simpan yang lebih lama. Meskipun begitu setiap benih memiliki batas waktu penyimpanan. Apabila benih disimpan melebihi batas waktu yang simpannya maka mutunya akan menurun secara drastis.  Lamanya batas waktu simpan benih biasanya diketahui melalui penelitian-penelitian yang dilakukan. Dari hasil penelitian tersebut diketahui berapa lama benih dapat disimpan dengan perlakuan optimum yang mendukung daya simpan benih tersebut (Kuswanto 1996).
C.     Tempat Penyimpanan benih
1.      Ruang Penyimpanan
Kegiatan penyimpanan benih tidak terlepas dari penggunaan ruang simpan. Menurut Kartosapoetra (1989), beberapa sifat khusus yang harus diperhatikan dari ruang simpan adalah :
a.       Insulasi
Yaitu penahanan aliran panas udara. Jadi ruangan tempat penyimpanan harus diusahakan agar dapat bertahan terhadap pengaruh tersebut, misalnya penahanan aliaran panas dari tempat yang bersuhu tinggi ke tempat yang bersuhu rendah.
b.      Ruangan harus kedap air dan uap air
Benih harus bersih dari segala kotoran dan bau jadi diperlukan ruangan yang kedap air sehingga air hujan tidak dapat masuk ke dalam ruangan. Atap ruangan harus serapat miungkin, tidak ada kebocoran atau percikan-percikan air yang munkin dapat menetes ke dalamnya. Dinding ruangan pun harus rapat sehingga uap air tidak dapat menerobos ke dalam ruangan melalui celah-celah dinding, pintu ataupun ventilasi dan tempat penyimpanan fan. Ruang penyimpananpun harus kedap udara karena itu dalam tempat-tempat penyimpanan yang baik sering digunakan bahan-bahan seperti film polyethylene, alumunium foil, aspal guna melapisi dinding dan menutup lubang-lubang pada dinding. Permukaan ruang penyimpanan harus kedap akan uap air, sebaiknya ruangan penyimpanan hanya memiliki satu pintu tanpa adanya jendela-jendela.
c.       Refrigerasi (pendinginan)
Kadang-kadang untuk melindungi benih-benih tertentu, ruang penyimpanannya perlu memperoleh pendinginan. Refrigerasi bermaksud untuk menghilangkan panas dalam ruang, baik yang terjadi dari ruang simpan itu sendiri maupun dari benih yang disimpan. Refrigerasi dilakukan dengan alat bantu, yaitu refrigerator.
d.      Dehumidifikasi (pengeringan udara)
Benih-benih dalam bulk atau onggokan dapat disimpan dalam ruangan yang kedap uap air untuk selama semusim. Lebih lama dari itu atau terjadinya kelembaban relative ruang penyimpanan yang melabihi 60%, maka dalam ruangan perlu dilakukan dehumidifikasi atau pengeringan udara. Hal ini dapat dilakukan dengan pemanfaatan desiccant atau zat kimia dan dengan alat dehumidifier atau alat pengering udara.
Penyimpanan kedap udara mencakup penempatan gabah/beras/benih kedalam kontainer (wadah) yang menghentikan pergerakan udara (oksigen) dan air antara atmosfir luar dan gabah/benih yang disimpan. Sistem ini dapat menggunakan kontainer plastik khusus atau kontainer yang lebih kecil terbuat dari plastik atau baja atau bahkan pot dari tanah. Ukuran penyimpan dapat berkisar antara 25 liter sampai 300 ton. Sistem ini dapat digunakan untuk gabah, beras, dan serealia lainnya seperti jagung.
2.      Wadah Penyimpanan
Penyimpanan benih merupakan salah satu cara yang dapat menunjang keberhasilan penyediaan benih, mengingat bahwa kebanyakan jenis pohon hutan tidak berbuah sepanjang tahun sehingga perlu dilakukan penyimpanan yang baik agar dapat menjaga kestabilan benih dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Kegiatan penyimpanan benih tidak terlepas dari penggunaan wadah simpan. Beberapa sifat khusus yang harus diperhatikan dari wadah simpan adalah :
a.       Permeabilitas, yaitu kemampuan wadah untuk dapat menahan kelembaban dan gas pada level tertentu
b.      Insulasi, yaitu kemampuan wadah untuk mempertahankan suhu
c.       Ukuran lubang, yaitu kemampuan wadah untuk bertahan dari serangan serangga dan mikroorganisme yang dapat masuk melalui celah-celah kemasan
d.      Kemudahan dalam hal penanganan seperti tidak licin, mudah ditumpuk, mudah dibuka, ditutup, disegel dan mudah dibersihkan.
e.       Biaya, harus diperhitungkan dengan nilai nominal dari benih sendiri
Wadah simpan pada dasarnya dapat digolongkan menjadi 2 (dua) macam yakni wadah yang kedap udara dan wadah yang permeable (Widodo, 1991). Wadah kedap adalah wadah yang tidak memungkinkan lagi terjadi pertukaran udara antara benih yang disimpan dengan lingkungannya, sedangkan wadah permeabel adalah wadah yang masih memungkinkan terjadinya pertukaran udara antara benih dengan lingkungannya. 
Contoh dari wadah yang permeabel adalah karung goni, kantong kain, karung nilon, keranjang, kotak kayu, kertas, karton dan papan serat yang tidak dilapisi lilin. Sedangkan wadah yang tidak permeabel adalah kaleng logam, botol dan gelas. 
Justice dan Bass (1979), mengemukakan bahwa penggunaan wadah dan cara simpan benih sangat tergantung pada jenis, jumlah benih, teknik pengepakan, lama penyimpanan, suhu ruang simpan dan kelembaban ruang simpan.
D.     Faktor yang mempengaruhi mutu benih selama penyimpanan
Mutu benih merupakan perpaduan dari karakter genetik dan pengaruh lingkungan. Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu (viabilitas benih) selama penyimpanan dibagi menjadi factor internal dan eksternal. Faktor internal mencakup sifat genetik, daya tumbuh dan vigor , kondisi kulit dan kadar air benih awal. Faktor eksternal antara lain kemasan benih, komposisi gas, suhu dan kelembaban ruang simpan (Copeland dan Donald l985), dari pernyataan ini maka disimpulkan bahwa benh akan bertahan mutunya apabila kondisi eksternalnya sesuai dengan kebutuhan benih.
Adapun faktor-faktor yang berpengaruh terhadap mutu benih antara lain faktor lingkungan dan faktor status benih (kondisi fisik dan fisiologis benih), antara lain:
1.      Faktor Internal
a.       Faktor Genetik
Genetik merupakan faktor bawaan yang berkaitan dengan komposisi genetika benih. Setiap jenis atau varietas memiliki identitas genetik yangblog mutfiahblog mutfiah berbeda. Sebagai contoh, mutu daya simpan benih kedelai lebih rendah dibanginkan dengan mutu daya simpan benih jagung, kekuatan daya tumbuh (vigor) dan produksi benih jagung hibrida lebih tinggi dari benih jagung biasa (komposit). Demikian pula padi var. Peta memiliki mutu daya simpan yang lebih baik dari benih padi var. Chainan. Semua perbedaan tersebut diakibatkan perbedaan gen yang ada di dalam benih.
b.      Tingkat kadar air benih
Kadar air benih merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap mutu benih. Kadar air benih sangat berkait erat dengan mutu fisik, fisiologis, dan patologis. Proses panen dan perontokan yang dilakukan pada benih berkadar air tinggi akan mengakibatkan benih memar, sehingga saat proses penyimpanan benih tidak akan maksimal karena benih sudah mengalami kerusakan secara fisik.
Kadar air benih sangat berpengaruh pada penyimpanan. Pengaruh tersebut bisa bersifat langsung, yaitu berlangsungnya metabolisme benih, maupun tidak langsung, yakni memberikan kondisi yang optimum untuk perkembangbiakan hama dan penyakit. Kadar air yang tinggi menyebabkan laju respirasi benih menjadi tinggi sehingga sejumlah energi di dalam benih hilang. Respirasi tersebut juga menghasilkan produk yang tidak diperlukan, seperti gas karbondioksida, air, dan panas. Dalam keadaan seperti ini benih mengalami kemunduran. Produk respirasi tersebut selanjutnya merupakan stimulan untuk peningkatan laju respirasi berikutnya. Dengan demikian, lajur respirasi semakin meningkat dan akibatnya lajur kemunduran benih semakin meningkat pula. Selain stimulan terhadap laju kemunduran benih, produk respirasi tersebut juga merupakan kondisi optimum untuk perkembang-biakan cendawan. Cendawan akan aktif dan berkembang biak cepat pada tingkat kadar air benih 13-18% (Siregar 2000).
2.      Faktor lingkungan
Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap mutu benih berkaitan dengan kondisi dan perlakuan selama prapanen, pancapanen, maupun saat pemasaran benih. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut :
a.       Penimbunan dan penanganan hasil pasca panen
Ketika dipanen, kadar air benih masih relatif tinggi dan masih dalam bentuk calon benih (masih dalam malai, di dalam polong kelobot, atau struktur pembungkus benih lainnya). Keadaan tersebut membawa konsekuensi pada tingginya proses metabolisme yang terjadi di dalam benih, tingginya tingkat kepekaan benih terhadap benturan dengan alat-alat (mesin) pengolahan pada pascapanen, serta tingginya potensi serangan hama dan penyakit. Oleh karenanya, sistem penimbunan dan penanganan hasil sangat berpengaruh pada kualitas benih saat penyimpanan.
b.      Suhu
Temperature yang terlalu tinggi pada saat penyimpanan dapat membahayakan dan mengakibatkan kerusakan pada benih. Karena akan memperbesar terjadinya penguapan zat cair dari dalam benih, sehingga benih akan kehilangan daya imbibisi dan kemampuan untuk berkecambah. Protoplasma dari embrio akan mati akibat keringnya sebagian atau seluruh benih. Semakin rendah suhu kemunduran viabilitas benih dapat dikurangi, sedangkan semakin tinggi temperature, semakin meningkat laju kemunduran viabilitas benih. Jadi untuk penyimpanan yang lebih efektif itu adalah suhu yang rendah. Yang mampu menjaga kelembapan untuk memperkecil laju respirasi benih.
c.       Kelembaban udara.
Pemeliharaan kadar air benih agar paling tidak tetap berkisar antara 14% dan 5% adalah merupakan perlakuan yang mantap. Kalo kita mengingat bahwa kemampuan serangan jamur yang dapat mematikan benih adalah pada kadar air di atas 14%, sedangkan benih dengan kadar air di bawah 5% dapat dipercepat kemundurannya dikarenakan reaksi-reaksi fisiokimiawi.  Umumnya benih dapat dipertahankan tetap baik dalam jangka waktu yang cukup lama. Bila suhu dan kelembaban udara dapat dijaga, maka mutu benih dapat terjaga. Untuk itu perlu ruang khusus untuk penyimpanan benih.
















BAB III
PENUTUP
Berdasarkan hasil pembahasan dari makalah, maka dapat disimpulkan bbeberapa hal, antara lain:
1.        Benih tanaman adalah bakal biji yang dibuahi (struktural), yang digunakan untuk pertanaman (fungsional), sebagai sarana untuk mencapai produksi maksimum (agronomis), sebagai wahana teknologi maju yang mampu melestarikan identitas genetik dengan mencapai derajat kemurnian genetik yang setinggi-tingginya (teknologi), dan sebagai produk artifisial yang sangat spesifik dan efisien.
2.        Berdasarkan kadar air yang mempengaruhi kemampuan penyimpanan benih dibagi menjadi benih rekalsitran dan benih ortodoks.
3.        Lama penyimpanan mempengaruhi viabilitas benih.
4.        Semakin lama benih disimpan maka viabilitasnya akan semakin menurun
5.        Ruang serta wadah penyimpanan mempengaruhi kualitas benih yang disimpan.
6.        Penyimpanan benih dipengaruhi faktor Internal (faktor genetik, kadar air benih, vigor benih) dan faktor eksternal (faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban)








DAFTAR PUSTAKA
Doran, J. C., Turnbull, J.W., Bolland, J. D 1983. Handbook on seed of dry-zone        acacias. A guide for collecting, extracting, cleaning, and stering the seed      and for treatment to promote germination of dry-zone acacias. FAO             Rome.
Justice and Bass 1979. Prinsiples and Praktices of Seed Storage. Castle House         Publications LTD
Kamil J. 1982. Teknologi Benih. Bandung: Angkasa.
Kartasapoetra A.G 1986. Teknologi Benih. Jakarta: Bina Aksara..
Kuswanto, Hendarto. 1996. Dasar-Dasar Teknologi, Produksi dan Sertifikasi          Benih. Yogyakarta: Andi.
Schmidt, L. 2000. Pedoman Penanganan Benih Hutan Tropis dan Sub Tropis.         Jakarta: Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial.          Departemen Kehutanan
Schmidt, L. 2000. Pedoman Penanganan Benih Hutan Tropis dan Sub Tropis.         Jakarta: Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial.          Departemen Kehutanan.
Siregar S.T 2000. Penyimpanan Benih (Pengemasan dan Penyimpanan Benih).       Balai Perbenihan Tanaman Hutan Palembang. Palembang  
Sutopo L 2002. Teknologi Benih. Malang: Fakultas Pertanian UNBRAW
Widodo, W. 1991. Pemilihan Wadah Simpan dan Bahan Pencampur pada Penyimpanan Benih Mahoni. Bogor: Balai Teknologi Perbenihan.
Widodo, W 1991. Pemilihan Wadah Simpan dan Bahan Pencampur pada         Penyimpanan Benih Mahoni. Bogor: Balai Teknologi Perbenihan.
Winarno, F.G 1981. Fisiology Lepas Panen. Jakarta: Sastra Hudaya

 

2 komentar:

ANDRAINO ADAMS mengatakan...

Artikel bagus, Pernahkah Anda mendengar LFDS (Le_Meridian Funding Service, Email: lfdsloans@outlook.com --WhatsApp Contact: +1-9893943740--lfdsloans@lemeridianfds.com) adalah ketika layanan pendanaan AS / Inggris mereka memberi saya pinjaman $ 95.000,00 untuk memulai bisnis saya dan saya telah membayar mereka setiap tahun selama dua tahun sekarang dan saya masih memiliki 2 tahun lagi walaupun saya senang bekerja dengan mereka karena mereka adalah Pemberi Pinjaman asli yang dapat memberi Anda segala jenis pinjaman.

abdi mengatakan...

jagung hibrida, jagung hibrida adalah, keunggulan jagung hibrida