I.
PERENCANAAN JADWAL MUSIM TANAM DAN POLA TANAM PADI
BERBASIS NERACA AIR
A.
Pendahuluan
1. Latar
Belakang
Kebutuhan air pada tanaman padi yang dibudidayakan
dengan cara penggenangan sebenarnya kurang efisien terutama dalam pemanfaatan
air. Air yang digunakan dalam budidaya padi secara penggenangan diperlukan
dalam jumlah yang banyak. Air yang digenangkan melalui irigasi akan terbuang
melalui sistem drainase dan banyak yang terbuang. Serta dalam pemanfaatan air
untuk penggenangan akan berdampak pada tekstur
tanah yang cenderung halus. Sehingga dapat menurunkan kualitas tanah pada lahan
budidaya padi. Oleh karena hal itu maka diperlukan suatu jadwal
perencanaan sistem dalam irigasi yang pemberian air disesuaikan
dengan kebutuhan air pada tanaman.
Tanaman padi mengembangkan praktek pengelolaan padi yang memperhatikan
kondisi pertumbuhan tanaman yang lebih baik, terutama di perakaran,
dibandingkan dengan teknik budidaya cara tradisional. Dengan diperlukan lebih banyak waktu juga
untuk jadwal
pengaturan irigasi dan pengaturan pola tanam yang mengatur
pengairan sawah dibandingkan cara lama.
Ini berarti sistem irigasi perlu diatur secara tepat agar memungkinkan
air masuk dan keluar dari sawah secara teratur.
Kebanyakan irigasi tidak diatur seperti ini (kebanyakan irigasi hanya
dibuat untuk menyimpan banyak air), sehingga perlu dilakukan perbaikan pada
petak dan pengairan lebih dulu sebelum memulai pertanamanan.
Akhir-Akhir ini Iklim di Indonesia dan
di Seluruh Dunia telah mulai bergeser. Ini tidak terlepas karena pengaruh
pemanasan global. Musim yang bergeser akan menyulitkan Petani terutama di
negara Agraris seperti indonesia ini. Jika tidak segera ditemukan solusinya
maka akan menjadi masalah di bidang pertanian. Petani akan kesulitan menentukan
musim tanam karena pergeseran ini. Oleh karena itu dilakukan Praktikum ini agar
dapat menentukan jadwak musim tanam dan pola tanam yang tepat berbasis neraca
air.
2. Tujuan
Praktikum
Praktikum Perencanaaan
Jadwal Musim Tanam dan Pola Tanam Padi Berbasis Neraca Airbertujuan
agar mahasiswa dapat memahami dan mampu menentukan
jadwal musim tanam padi dan pola tanam berdasarkan neraca air yang ada pada
suatu daerah.
3. Waktu
dan Tempat Praktikum
Praktikum Perencanaaan Jadwal Musim Tanam dan Pola Tanam Padi
Berbasis Neraca Air dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 6 Juni 2014 pukul 16.00 WIB bertempat di Laboratorium Fisika Tanah Fakultas
Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
B.
Tinjauan
Pustaka
Pada
saat ini sebagian besar areallahan pertanian di daerah studi merupakanlahan
yang kurang produktif. Polapenanaman yang ada hanya berdasarkan pengalaman petani, padi ditanam sekali setahun karena menggunakan varietaslokal dengan
cara penanaman tradisionaldengan produksi 1-2 ton padi Gabah Kering Giling (GKG) per hektar. Masa tanam dari
persemaiansampai panen cukup lama, yaitu antara 6-7bulan, sehingga
produktivitas lahan sangatrendah. Pola tanam yang ada pada daerahstudi saat ini
sebagian besar hanya satu kali musim tanam dalam setahun yaituPadi–Bera dengan
tingkat kebutuhan airmaksimum terjadi pada bulan Oktoberperiode kedua sebesar
261,35 mm atau17,42 mm/hari (Wirosudarmo
2012).
Kebutuhan air untuk pengganti lapisan
air pada tanah harus diperhatikan. Air diperlukan tanaman padi sawah untuk
pertumbuhan tanaman, tidak adanya air dapat menghentka proses biologis dan
semua zat hara yang tersedia menjadi kurang efektif. Air berfungsi sebagai
penguapan yang akan berguna untuk menjaga kestabilan suhu disekitar tanaman
dimana pori-pori daun akan tertutup apabila kadar air dalam daun terlalu kecil.
Kebutuhan air irigasi perlu dianalisis dengan cermat disesuaikan dengan kondisi
setempat agar tidak terjadi pemborosan pemakaian air. Irigasi hemat air akan
efektif dalam pemberian air apabila air dapat dimanfaatkan untuk memenuhi
kebutuhan tumbuhan itu sendiri dan bukan untuk perkolasi. Kebutuhan air untuk
tanaman didefinisikan sebagai tebal air yang dibutuhkan untuk memenuhi jumlah
air yang dibutuhkan untuk memenuhi jumlah air yang melalui evapotranspirasi
suatu tanaman sehat, tumbuh pada areal luas pada tanah yang menjamin cukup
lengas tanah, kesuburan tanah dan lingkungan hidup tanaman cukup baik sehingga
secara potensial tanaman akan berproduksi baik (Rokhma 2008).
Pengelolaan air berperan sangat
penting dan merupakan salah satu kunci keberhasilan peningkatan produksi padi
di lahan sawah. Variasi kebutuhan air tergantung juga pada varietas padi dan
sistem pengelolaan lahan sawah. Teknik pengelolaan air perlu secara spesifik
dikembangkan sesuai dengan sistem produksi padi sawah dan pola tanam. Jumlah
air yang diperlukan di dalam proses produksi padi tergantung pada iklim, posisi
lanskape, periode pertanaman, karakteristik drainase tanah, dan pengelolaan
irigasi. Transpirasi tanaman umumnya terjadi sebesar 5-8 mm hari-1dan perkolasi pada selang 1-10 mm
hari-1. Untuk memenuhi irigasi pada periode tanam sampai panen dengan umur
tanaman 100 hari akan memerlukan air 520- 1.620 mm. Untuk padi dengan umur 130
hari membutuhkan air sebanyak 720- 2.160 mm. Secara umum, irigasi juga berguna
untuk (a) mempermudah pengolahan tanah, (b) mengatur suhu tanah dan iklim
mikro, (c) membersihkan atau mencuci tanah dari garam-garam yang larut atau
asam-asam yang tinggi, (d) membersihkan kotoran atau sampah yang ada dalam
saluran-saluran air dan (e) menggenangi tanah untuk memberantas tanaman
pengganggu (gulma) dan hama penyakit (Subagyono et al. 2004).
Aktivitas dan
operasional usahatani di lahan sangat tergantung pada systemtata air. Air
adalah bahan alami yang secara mutlak diperlukan tanaman dalam jumlahcukup pada
saat yang tepat. Untuk itu teknologi pengelolaan air di lahan sangatdiperlukan.
Pengelolaan air ditingkat petani dapat dilakukan dengan sistem surjan, dankemalir.
Dengan sistem ini proses aliran air masuk dan keluar dapat dikendalikan lebihmudah
dan lancar. Teknologi yang dapat menjelaskan hubungan aliran masuk (inflow) danaliran
keluar (outflow) dari proses sirkulasi air untuk suatu periode tertentu di
suatu lahantertentu adalah dengan menggunakan teknologi neraca air (Salwati
2012).
Air pengairan yang diberikan dalam jumlah
yang cukup
untuk memenuhi kebutuhan evapotranspirasi, perkolasi dan kehilangan pada
saluran. Artinya air yang diberikan berada pada kisaran air tersedia atau
mendekati kapasitas lapang tergantung dari sifat-sifat fisik tanahnya.
Kebutuhan air tanaman adalah pemakaian air konsumtif ditambah jumlah air untuk
mencapai kapasitas lapang dan perkolasi.
Perkolasi adalah bergeraknya air di dalam penampang tanah setelah tanah menapai
kapasitas lapang atau jenuh
(Kurnia 2004).
(Kurnia 2004).
C.
Alat,
Bahan dan Cara Kerja
1. Alat
a. Milimeter
b. Kalkulator
c. Alat Tulis
2. Bahan
a. Data curah hujan rata-rata bulanan.
b. Data analisis iklim (suhu, kelembaban udara, kecepatan
angin, lama penyinaran matahari), data diambil dari BMKG Jawa Tengah untuk
kabupaten Sukoharjo, Lanud Adi Sumarmo dan Stasiun Meteorologi Jumantono.
c. Data letak lintang.
3. Cara
kerja
a. menyiapkan data curah hujan rata-rata bulanan selama 2
dekade dan menggambarkan dalam grafik yang berbeda.
b. Menyiapkan data evapotranspirasi rata-rata bulanan dengan
menghitung menurut metode Penman.
c. Menentukan perhitungan evapotranspirasi potensial (ET0)
bulanan menurut Penman sebagai berikut :
ETo = c.Eto*
ETo =
W(0,75Rs-Rn1) + (1-w).f(u).(ea-ed)
W
: Faktor yang berhubungan dengan suhu (t) dan elevasi daerah,hubungan antara
(t) dan W disajikan pada tabel PN-1
Rs : (0,24 + 0,54 n/N). Ra
Ra : besar angka ini tergantung pada LL dan
dapat dicari melalui Tabel PN-2
Rn : f(t). f(ed). f(n/N)
§ f(t) : fungsi suhu :
mencari pada tabel PN-1
§ f(ed) : fungsi tekanan uap : mencari pada tabel PN-5
§ f(n/N) : fungsi kecerahan : melihat pada tabel PN-6
§ f(u) : fungsi kecepatan angin : tabel PN-7
§ (ea-ed) : perbedaan tekanan uap jenuh dengan tekanan uap
sebenarnya
§ Ed : ea.RH : mencari melalui tabel PN-4
§ Ea : tekanan uap sebenarnya : mencari tabel PN-1; RH :
kelembaban relatif (%)
§ C : angka koreksi : mencari pada tabel PN-8
d.
Menggambarkan data
evapotranspirasi rata-rata bulanan untuk masing-masing dekade pada grafik curah
hujan rata-rata bulanan untuk dekade yang sama.
DAFTAR PUSTAKA
Salwati2012.
Sistem Intensifikasi Padi (The system of Rice Intensification - SRI): Sedikit dapat Memberi Lebih Banyak. http://www.elsppat.or.id/ download/file/SRI-echo%20note.htm.
Diakses
pada tanggal 4 Mei 2014.
Kurnia
U 2004. Prospek Pengairan Pertanian Tanaman Semusim Lahan Kering. Jurnal Litbang Pertanian 23(4): 130-139
Rokhma
Novrida Mulya 2008. Menyelamatkan Pangan
dengan Irigasi Hemat Air. Yogyakarta: Kanisius.
Subagyono
Kasdi, Ai Dariah, Elsa Surmaini dan Undang Kurnia 2004. Pengelolaan Air pada
Tanah Sawah. Tanah Sawah dan Teknologi
Pengelolaannya. Jurnal Agro Inovasi Vol.2
No. 7 hal: 237-247. Pusat Penelitian dan Pegembangan Tanah dan Agroklimat.
Wirosudarmo 2012. Studi Perencanaan Pola Tanam dan Pola Operasi Pintu Air Jaringan Reklamasi Rawa Pulau Rimau
di Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan. Jurnal Teknologi Pertanian Vol 3 No(1): 56-66.
II.
EFISIENSI
SALURAN IRIGASI
A.
Pendahuluan
1. Latar
Belakang
Saluran
irigasi merupakan suatu saluran yang digunakan untuk menyalurkan air pada suatu
lahan pertanian dari sumber air. Dalam tingkatannya terdapat beberapa macam
saluran, yaitu saluran primer sebagai saluran induk, saluran sekunder dan juga
ada saluran tersier. Debit air pada setiap saluran berbeda-beda yang tergantung
pada kecepatan masing-masing aliran pada setiap waktu juga luas setiap
penampang pada tiap saluran. Penyaluran air untuk kebutuhan irigasi hendaklah
efisien, baik dari saluran primer ke sekunder, saluran sekunder ke tersier
ataupun gabungan dari keduanya. Efisiensi saluran irigasi diperlukan untuk
mengoptimalkan pemberian air sesuai dengan kebutuhan pada tiap lahan sehingga
tidak ada yang terbuang.
Menghitung
efisiensi suatu saluran irigasi dapat dilakukan dengan mengukur debit air pada
aliran yang ada di setiap saluran irigasi. Debit air dapat dihitung dari berapa
besarnya kecepatan aliran dan luas suatu penampang saluran. Setiap sub saluran,
saluran primer, sekunder dan tersier memiliki kecepatan aliran yang
berbeda-beda. Oleh karena itu diharapkan adanya praktikum ini dapat memberikan
pengetahuan tentang debit air yang normal untuk setiap saluran irigasi.
2. Tujuan
Praktikum
Praktikum
acara efisiensi saluran irigasi bertujuan untuk mengetahui pemberian air
irigasi yang efisien dan mampu menghitung efisiensi penyaluran irigasi.
3. Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum
acara efisiensi saluran irigasi dilaksanakan pada hari Minggu 4 Mei 2014 pada pukul 10.00-13.00 WIB bertempat di
Desa Palur, Mojolaban, Karanganyar. Lokasi praktikum menggunakan saluran irigasi
yang terbagi menjadi saluran primer, sekunder dan tersier.
B.
Tinjauan
Pustaka
Pengairan
atau irigasi merupakan proses pemberian air pada tanah untuk memenuhi kebutuhan
tanaman. Kegiatan pengairan meliputi penampungan dan pengambilan air dari sumbernya,
mengalirkan melaui saluran-saluran ke tanah atau lahan pertanian dan membuang
kelebihan air ke saluran pembuangan. Pemakaian air konsumtif adalah jumlah air pada suatu areal pertanaman
yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan transpirasi, pembentukan jaringan
tanaman dan diuapkan dari permukaan tanah dan air serta intersepsi tanaman.
Ketersediaan air pada lahan kering seringkali menjadi faktor pembatas akibat
rusaknya daerah aliran sungai, sehingga air hujan yang jatuh di atas permukaan
tanah tidak lagi mampu mengisi cadangan air di dalam tanah, sungai-sungai
meluap saat hujan besar dan kekurangan air pada musim kemarau. Agar dapat
mengurangi limpasan aliran permukaan yang besar serta memperbesar kapasitas
tanah dalam meresapkan air maka diperlukan penerapan teknik konservasi tanah
secara terpadu dalam sistem pengelolaan daerah aliran sungai (Kurnia 2004).
Keteraturan
saluran irigasi ditetapkan dengan suatu hierarki pada suatu saluran tersebut.
Hierarki tertinggi adalah saluran induk yang menerima air langsung dari pintu
sadap air sungai. Hierarki kedua adalah saluran sekunder yang berasal dari
ujung saluran induk yang berjumlah dua atau lebih. Ujung saluran induk dibangun
sebuah bangunan pembagi yang terdiri dari beberapa pintu air yang meneruskan air
pada sistem berikutnya. Ujung saluran sekunder juga dibuat bangunan pembagi
untuk meneruskan air pada saluran tersier. Kebetuhan air di sawah tidak konstan
sepanjang musim. Saat masa pengolahan tanah dan musim tanam dibutuhkan air
lebih banyak daripada saat pemeliharaan. Saat musim panen praktis tidak
diperlukan air irigasi. Efisiensi penggunaan air irigasi dapat lebih ditingkatkan lagi dengan menggilir masa
pengolahan tanah dalam suatu daerah irigasi (Besari 2008).
Jaringan irigasi merupakan kumpulan
beberapa beberapa saluran yang membawa air dari bangunan pengambilan ke
sawah-sawah hingga ke petak tersier. Saluran terdiri dari saluran pembawa dan
saluran pembuang. Saluran pembawa berfungsi membawa dengan debit tertentu
(sesuai kebutuhan suatu area irigasi), dan saluran pembuang berfungsi untuk
membuang air sisa pemakaian tanaman, kelebihan air, dan pergantian air. Saluran
terdiri dari saluran primer, saluran sekunder, saluran tersier, dan saluran
kuarter. Saluran primer membawa air untuk melayani seluruh area sawah. Saluran
sekunder membawa air untuk melayani beberapa petak sawah tersier (petak sawah
sekunder terdiri dari beberapa petak tersier). Saluran tersier berukuran lebih
kecil dari saluran sekunder dan saluran primer. Saluran tersier hanya melayani
satu petak tersier. Satu petak tersier sawah berkisar antara 50 – 100 ha.
Adapun hal yang harus diperhatikan
dalam merencanakan jaringan irigasi adalah trase posisi saluran ditempatkan dan
ukuran (dimensi) saluran. Trase adalah garis ketinggian atau elevasi muka tanah
yang terdapat pada peta situasi sungai dimana akan ditempatkan saluran. Trase
saluran primer sebaiknya berada pada elevasi yang lebih tinggi dari saluran
lainya, agar air dapat mengalir secara gravitasi dan biaya juga lebih ekonomis.
Dimensi saluran adalah ukuran (tinggi dan lebar) saluran yang direncanakan
untuk mengalirkan air ke sawah-sawah. Saluran didimensikan berdasarkan
kebutuhan air sawah dan debit air yang tersedia pada bangunan pengambilan
(Frisaini 2011).
Tingkat
efisiensi pemberian air dapat diketahui dengan mengukur berapa jumlah air yang
disalurkan melalui pintu-pintu air di bangunan sadap yang dinyatakan dalam m3/detik
atau liter/detik dan mengetahui berapa jumlah air yang digunakan sesuai dengan
kebutuhan tanaman pada petak sawah yang dinyatakan dalam m3/detik
atau liter/detik. Jumlah air yang disalurkan dapat diketahui melalui pembacaan
alat ukur debit yang ada pada pintu-pintu air atau dengan memasang alat ukur
debit, sedangkan jumlah air yang digunakan oleh petani dapat diketahui melalui
perhitungan kebutuhan air tanaman yang disesuaikan dengan fase pertumbuhan
tanaman yang ditanam oleh petani pada areal tanam yang dilayani oleh
pintu-pintu air. Besarnya tingkat efisiensi pada saluran adalah dapat
dinyatakan sebagai nisbah (perbandingan) debit air yang keluar (Q hilir) dengan
debit air yang masuk (Q hulu) dalam satu penggal saluran (di antara dua
bangunan bagi atau dari bangunan sadap sampai dengan bangunan bagi pertama) (Su Ki Ooi et al. 2005).
Efisiensi penyaluran dipengaruhi oleh beberapa
faktor yakni (a) kehilangan rembesan, (b) ukuran grup inlet yang
menerima air irigasi lewat satu inlet pada sistem petak tersier, dan (c)
lama pemberian air dalam grup inlet. Untuk mendapatkan efisiensi penyaluran
yang wajar, jaringan tersier harus dirancang dengan baik, dan mudah
dioperasikan oleh petani. Manfaat pengukuran efisiensi pada jaringan irigasi
adalah menghasilkan penggunaan air irigasi yang efisien di tingkat petani yang
disesuaikan dengan kebutuhan air tanaman. Untuk penelitian terapan dalam
evaluasi tingkat efisiensi penggunaan air irigasi permukaan, misalnya
rembesan/bocoran di saluran, debit yang diperlukan, panjang alur (furrow)
dan sebagainya
(Sumadiyono 2011).
(Sumadiyono 2011).
C.
Alat, Bahan dan Cara Kerja
1. Alat
dan Bahan
a. Current
meter
b. Sepatu
boot
c. Tali
d. Meteran
e. Stopwatch
f. Pelampung
g. Saluran
irigasi primer, sekunder dan tersier
2. Cara
Kerja
a. Memilih
saluran terbuka yang masing-masing pada saluran primer, sekunder dan tersier.
b. Mengukur
kecepatan aliran air (V dalam m/detik) menggunakan current meter di titik awal
(Qin) dan debit di titik berikutnya yang diasumsikan sebagai titik
akhir (Qout) saluran. Mengukur juga jarak antara Qin
hingga Qout.
c. Mengukur
kecepatan aliran pada tiga titik (tengah dan 2 pada pinggir saluran). Melakukan
hingga 3 kali ulangan dan menghitung rata-ratanya.
d. Mengukur
kecepatan aliran pada salura sekunder dan tersier menggunakan metode pelampung.
e. Mencatat
ketinggian penampang melintang (drata-rata) dan lebar saluran (w). luas
penampang basag saluran (A) dapat dihitung menggunakan rumus :
A (m2) = drata-rata x w, d rata-rata
(m) = (d1+ d2+ d3)/3
D.
Hasil Pengamatan dan Pembahasan
1. Hasil Pengamatan
Tabel 2.1 Hasil
Perhitungan Efisiensi Saluran Irigasi
Saluran
|
Posisi
|
Lebar saluran (m)
|
Dalam (m)
|
v (m/s)
|
d
rata rata |
v
rata rata |
Q rata rata
|
Efisiensi
|
Primer
|
In
|
12
|
1.25
|
0,50
|
1,3
|
0,54
|
8,424
|
-24%
|
1,45
|
0,59
|
|||||||
1,25
|
0,52
|
|||||||
Out
|
12
|
1,30
|
0,52
|
1,43
|
0,61
|
10,47
|
||
1,70
|
0,69
|
|||||||
1,30
|
0,62
|
|||||||
Sekunder
|
In
|
2,55
|
0,29
|
0,22
|
0,37
|
0,21
|
0,20
|
0%
|
0,40
|
||||||||
0,42
|
0,23
|
|||||||
Out
|
2,18
|
0,38
|
0,43
|
0,20
|
||||
0,45
|
0,18
|
|||||||
0,45
|
||||||||
Tersier
|
In
|
0,58
|
0,38
|
0,20
|
0,38
|
0,20
|
0,044
|
-59%
|
0,39
|
||||||||
0,37
|
0,18
|
|||||||
Out
|
1,8
|
0,18
|
0,1967
|
|
||||
0,205
|
0,23
|
|||||||
0,205
|
||||||||
Sumber : Laporan Sementara
a.
Saluran Primer
in =
0.000852x522+0,05
= 0,50
m/s
in =
0.000852x630+0,05
=
0,59 m/s
in =
0.000852x546+0,05
=
0,52 m/s
V rata-rata in = 0,50+0,59+0,52
=
0,54 m/s
out =
0.000852x553+0,05
= 0,52 m/s
out =
0.000852x757+0,05
=
0,69m/s
out =
0.000852x669+0,05
=
0,62 m/s
V rata-rata out = 0,52+0,69+0,62
= 0,707m/s
Luas (A) in = d rata-rata x lebar
= 1,3 x 12
= 15,6 m2
Luas (A) out = d rata-rata x lebar
= 1,43 x 12
= 17,16 m2
Debit (Q) = V x A
(Qin) =
0,54 x 15,6
= 8,424 m3/s
(Qout) =
V x A
= 0,61 x 17,16
= 10,47 m3/s
Efisiensi = x
100%
=
x 100%
=
-24%
b.
Saluran Sekunder
=
= 0,22 m/s
=
= 0,23 m/s
=
= 0,18 m/s
V rata-rata =0,22+0,23+0,18
= 0,21 m/s
Luas (A) in = d rata-rata x lebar
= 0,37 x 2,55
= 0,94 m2
Luas (A) out = d rata-rata
x lebar
= 0,43 x 2,18
= 0,94 m2
Debit (Q) = V x A
(Qin) = 0,21 x 0,94
= 0,20 m3/s
(Qout) =
0,21 x 0,94
= 0 m3/s
Efisiensi = x 100%
=
x 100%
=
0 %
c.
Saluran Tersier
=
= 0,20 m/s
=
=
0,18 m/s
=
= 0,23 m/s
V rata-rata =
0,20+0,18+0,23
= 0,20 m/s
Luas (A) in = d rata-rata
x lebar
=
0,38 x 0,20
= 0,076 m2
Luas (A) out = d rata-rata x lebar
= 0,1967 x 0,20
= 0,03934 m2
Debit (Q) = V x A
(Qin) = 0,20 x
0,076
= 0,044 m3/s
(Qout) =
0,20 x 0,03934
= 0,07 m3/s
Efisiensi = x
100%
= x 100%
=
-59 %
2.
Pembahasan
Debit aliran adalah laju aliran air yang melewati suatu
penampang melintang pada sungai persatuan waktu. Fungsi dari pengukuran debit
aliran adalah untuk mengetahui seberapa banyak air yang mengalir pada suatu
sungai dan seberapa cepat air tersebut mengalir dalam waktu satu detik. Cara
mengetahui aliarn tersebut laminar atau turbulen yaitu dengan melihat bagaiman
air tersebut mengalir apakah dia membentuk benang atau membentuk gelombang.
Hal-hal yang akan mempengaruhi aliran antar lain besar kecilnya aliran dalam
sungai itu dapat dilihat apakah aliran tersebut membentuk benang-benang atau
membentuk gelembung yang tidak beraturan. Penghitungan kecepatan aliran pada
ketiga saluran perbedaanya tidak cukup besar, pengukuran kecepatan aliran pada
saluran primer menggunakan alat Current meter sedangkan pada saluran
sekunder dan tersier pengukuran kecepatan menggunakan metode bola mengapung
yang dialirkan mulai Qin sampai Qout dan dihitung waktu tempuhnya menggunakan
stopwatch.
Pada saluran air primer digunakan pengukuran
debit dengan bantuan alat ukur current meter atau sering dikenal sebagai
pengukuran debit melalui pendekatan velocity-area method paling
banyak dilakukan dan berlaku untuk kebanyakan aliran sungai. Prosedur pengukuran
dengan cara ini menggunakan alat yang berbentuk propeler yang dihubungkan
dengan kotak pencatat.
Pengukuran debit aliran sungai yang paling sederhana
dapat menggunkan metode apung (floating method). Metode inilah yang
digunakan pada saluran sekunder dan tersier. Caranya dengan menempatkan benda
yang tidak dapat tenggelam di permukaan aliran sungai untuk jarak tertentu dan
mencatat waktu yang diperlukan oleh benda apung tersebut untuk bergerak dari sisi
titik pengamatan ke titik pengamatan lain yang telah ditentukan. Pemiihan
tempata pengukuran sungai sebaiknya pada bagian sungai yang relatif lurus
dengan tidak banyak arus tidak beraturan.
Kecepatan maupun debit aliran air irigasi sangat
dipengaruhi oleh adanya keberadaan angin dan tingkat kemiringan air irigasi.
Karena ketiga saluran merupakan tipe irigasi permukaan jadi kecepatan aliran
dipengaruhi oleh gravitasi akibat kemiringan maupun oleh angin yang bertiup
disekitar saluran. Selanjutnya praktikum yang kami lakukan kami mendapat data
dimana ketiga debit (Q) aliran tersebut memiliki kedalaman yang berbeda pada
saluran primer kedalaman Qin dan Qout sama yaitu 12 meter dengan Debit Qin
adalah 8,424 m3/s dan Qout adalah 10,47 m3/s, pada
saluran sekunder kedalaman Qin adalah 2,55 meter sedangkan kedalaman Qout
adalah 2,18 meter dengan Debit pada Qin adalah 0,2 m3/s dan Qout 0 m3/s
dan pada saluran tersier pada Qin memiliki kedalaman yaitu 0,58 meter sedangkan
Q out adalah 0,8 meter dengan Debit Qin adalah 0,044 m3/s serta
Debit Qout adalah 0,07 m3/s.
Menurut Arsyad (2010), efisiensi irigasi dipengaruhi oleh
efisiensi pemakaian air di petak sawah dan efisiensi pengaliran air dari
bendung (sumber air) sampai ke sawah, yang dipengaruhi oleh:
1.
Kondisi tekstur
lapisan olah dan permeabilitas lapisan bawah (sub-soil),
2.
Keadaan topografi,
3.
Banyaknya air di
dalam saluran, dan
4.
Sistem pengelolaan
air (water management).
Mengetahui efisiensi saluran irigasi diperoleh dari
perhitungan debit air Qin dan Qout, saluran yang memiliki tingkat efisiensi
paling tinggi adalah saluran sekunder sebesar 0% kemudian diikuti oleh saluran
primer yang menunjukkan hasil negatif yaitu -24% sedangkan pada saluran tersier
efisiensi juga menunjukkan hasil negatif (-50%). Dari hasil di atas menunjukkan
saluran sekunder tingkat efisiensinya paling tinggi artinya air yang digunakan
untuk irigasi dapat dimanfaatkan dengan baik untuk lahan pertanian, sementara
pada saluran tersier menunjukkan saluran tersebut tidak efisien untuk menunjang
produksi pertanian, artinya air irigasi dalam saluran tersier tidak bisa
dimanfaatkan oleh lahan pertanian, dengan laju kehilangan air yang sangat
tinggi. Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti kondisi
atau bentuk saluran itu sendiri, kemiringan (slope) pada saluran,
usahakan jagan terlalu tinggi tingkat kemiringannya agar air mengalir tidak
terlalu cepat sehingga kehilangan air untuk lahan pertanian bisa diatasi. dan
debit air tiap saluran yang berbeda.
Nilai Efisiensi tertinggi ditunjukkan olah saluran
Irigasi Sekunder. Hal ini ditunjukkan oleh nilai irigasi yang tidak menunjukkan
nulai negatif jika dibandingkan dengan saluran irigasi primer dan tersier yang
nilainya negatif. Nilai negatif yang diperoleh pada sistem irigasi primer dan
tersier menunjukkan bahwa ada yang salah pada sistem irigasinya. Kemungkinan
terdapat kebocoran pada sistem irigasi ataupun karena adanya faktor tertentu
saat dilakukan pengukuran sehingga nilai yang diperoleh negatif. Seperti
kecepatan angin maupun kontur saluran irigasi yang tidak merata mempengaruhi
laju pelampung saat pengukuran saluran irigasi.
Nilai efisiensi yang negatif dapat dipengaruhi karena
memang keadaan saluran yang kurang bagus misalnya topografi maupun karena ada
kebocoran saluran air. Selain itu juga dapat dipengaruhi oleh kesalahan
prosedur atau faktor teknis dalam pengukuran. Keakuratan data dapat berubah
saat pengukuran kecepatan air dengan menggunakan metode pelampung. Bola yang
seharusnya berjalan mengikuti arah dan kecepatan air dapat terhambat karena
tiupan angin. Hal ini dapat diperhitungkan karena saat pengukuran kecepatan
angin cukup tinggi sehingga berpotensi mengganggu pengukuran efisiensi saluran
irigasi dengan menggunakan saluran irigasi.
Efisiensi saluran irigasi yang tinggi menunjukkan jumlah
air yang berada di saluran berguna untuk irigasi pertanian, dan air yang tidak
mudah hilang. beberapa persen dari air yang dialirkan melalui saluran-saluran
tersebut akan hilang karena rembesan (seepage
losses). Kehilangan air di saluran irigasi yang relatif besar di Indonesia
yang mencapai 65 % menjadikan suplai air untuk irigasi kurang sesuai dengan
yang diharapkan, untuk itu perlu adanya penelitian dan studi tentang hal
tersebut, baik secara praktis maupun teoritis sehingga prediksi kehilangan air
yang disebabkan rembesan lebih akurat (Solikhin 2008).
E.
Kesimpulan dan Saran
1.
Kesimpulan
a.
Pengukuran
efisiensi saluran igisasi dipengaruhi oleh angin, topografi serta metode
pangukuran.
b.
Efisiensi tertinggi
terdapat pada saluran irigasi sekunder
c.
Efisiensi saluran
irigasi yang tinggi menunjukkan jumlah air yang akan dimanfaatkan oleh tanaman.
d.
Nilai debit air
dipengaruhi oleh keceptan angin dan kemiringan saluran irigasi.
2.
Saran
Seharusnya
penggunaan alat pelampung digunakan alat yang melayang dalam air agar tidak
terpengaruh angin saat digunakan.
|
Arsyad S 2010. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: Institut Pertanian
Bogor (IPB).
Besari M S 2008. Teknologi
di Nusantara: 40 Abad Hambatan Inovasi. Media Pustaka Utama: Jakarta.
Frisaini
J 2011. Cara Mendesain Jaringan Irigasi.
http://www.ilmusipil.com/cara-mendesain-jaringan-irigasi. Diakses
pada tanggal 4 Mei 2014.
Kurnia
U 2004. Prospek Pengairan Pertanian Tanaman Semusim Lahan Kering. Jurnal Litbang Pertanian 23(4):
130-139
Solikhin
Assairu 2008. Prediksi Efisiensi Saluran
Di Colo Timur dengan Cara Praktis
dan Teoritis. http://sipilums2000.blogspot.com/2008/07/ prediksiefisiensi-saluran-di-colo.html.
diakses pada tanggal 14 Mei 2014.
Su
Ki, MPM Krutzen dan E Weyer 2005. On Physical and Data Driven Modelling of
Irrigation Channels. Control Engineering Practice 13 (2005) 461-171.
Sumadiyono
A 2011. Analisis Efisiensi Pemberian Air
di Jaringan Irigasi Karau Kabupaten Barito Timur Provinsi Kalimantan Tengah.
Jurusan Magister Pengelolaan Sumber Daya Air Fakultas Teknik Sipil dan
Lingkungan. Institut Teknologi Bandung.
III.
KUALITAS
AIR IRIGASI
A.
Pendahuluan
1. Latar
Belakang
Kualitas
air merupakan suatu mutu yang ditetapkan sesuai standar yang ada. Standar mutu
yang digunakan berbeda-beda tergantung dari penggunaan air itu sendiri.
kualitas air irigasi salah dapat dilihat dari segi kimia, fisika dan biologi.
Dari segi kimia dapat diketahui dari tingkat kemasaman air juga kadar kegaraman
suatu air irigasi. Dilihat dari segi fisika dapat diketahui dari adanya sedimen pada suatu air irigasi juga
warna air apakah mengandung logam berat atau limbah merugikan lainnya.
Sedangkan secara biologi dapat diketahui dari ada atau tidaknya kandungan
mikrorganisme pada air tersebut.
Sedimen
merupakan endapan tanah yang ikut terbawa dalam air. Adanya sedimen dalam
penyaluran di saluran irigasi tentunya harus diminimalkan. Hal tersebut
dikarenakan dapat menurunkan kualitas air irigasi. Air irigasi apabila
dialirkan dalam suatu lahan dan air
tersebut mengandung sedimen maka dapat mengubah tekstur suatu tanah tersebut.
Serta dapat merugikan karena mempersempit saluran yang disebabkan banyak
endapan sedimen yang ada.
Mengetahui
adanya sedimen
atau tidak yang ikut teralirkan dan mengetahui banyak sedikitnya sedimen yang
ikut tersalurkan merupakan salah satu faktor penilaian dalam suatu uji kualitas air.
Mengetahui hal tersebut maka dapat digunakan sebagai bahan pengkaji apakah air
irigasi yang tersalurkan telah sesuai mutu. Sehingga dalam pemanfaatannya akan
efisien.
2. Tujuan
Praktikum
Praktikum acara
kualitas air irigasi bertujuan untuk mengetahui dan mampu menghitung dan menguji kualitas air irigasi.
3. Waktu
dan Tempat Praktikum
Praktikum acara
kualitas air irigasi untuk pengambilan
sampel air dilaksanakan pada hari Minggu
tanggal 4 Mei 2014 bertempat di desa
Palur, Mojolaban Karanganyar dan dilakukan pengujian pada tanggal 8 Mei 2014 bertempat di
Laboratorium Kimia Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
B.
Tinjauan
Pustaka
Kualitas
air pengairan harus memenuhi syarat kualitas agar tidak berbahaya bagi tanaman
yang akan dialiri, karena dalam jangka waktu yang panjang dapat mempengaruhi
kualitas hasil. Kualitas air pengairan sangat bergantung pada kandungan sedimen
atau lumpur dan unsur-unsur kimia dalam air tersebut. Sedimen atau lumpur akan
berpengaruh terhadap tekstur tanah. Tanah dengan tekstur tanah sedang sampai
kasar, sedimen akan menghambat permeabilitas penampang tanah akibat pori-pori
tanah tersumbat oleh sedimen tersebut, serta menurunkan kesuburan tanah.
Sedimen atau lumpur yang mengendap di dalam saluran irigasi akan mengurangi
kapasitas pengaliran air dan memerlukan biaya tinggi untuk membersihkannya
(Kurnia 2004).
(Kurnia 2004).
Sedimentasi
adalah suatu proses pengapungan, penggelindingan, penyeretan atau pemercikan
jarah-jarah tanah hasil pemecahan dan telah terlepas dari satuan tubuh
tanahnya, menempuh rentang jarak tertentu sampai tertahan di tempat
peng-endapan. Sedimen adalah hasil proses erosi, baik berupa erosi permukaan,
erosi parit, atau jenis erosi tanah lainnya. Sedimen umumnya mengendap di
bagian bawah kaki bukit, di daerah genangan banjir, di saluran air, sungai, dan
waduk. Sedangkan hasil sedimen (sediment yield) adalah besarnya sedimen yang
berasal dari erosi yang terjadi di daerah tang-kapan air yang diukur pada
periode waktu dan tempat tertentu. Sedimen yang terdapat di saluran dapat
menyebabkan perubahan dimensi saluran dari dimensi asal saluran serta dapat
mempengaruhi energi spesifik penampang saluran sehingga secara tidak langsung
dapat mengakibatkan kurang optimumnya kinerja saluran irigasi. Konsentrasi
sedimen dapat diketahui dari perbandingan berat sedimen kering (mg) terhadap
berat total sampel (liter) (Wirosoedarmo et al. 2011).
Sedimen
adalah padatan yang dapat langsung mengendap apabila air didiamkan tidak
terganggu selama beberapa waktu. Padatan yang mengendap tersebut terdiri dari
partikel-partikel padatan yang mempunyai ukuran relative besar dan berat
sehingga dapat mengendap dengan sendirinya. Sedimen yang terdapat di dalam air
terbentuk sebagai akibat dari erosi dan merupakan padatan yang umum terdapat di
dalam air permukaan. Adanya sedimen yang tinggi di dalam air akan sangat
merugikan. Salah satunya sedimen dapat menyebabkan penyumbatan saluran air dan
selokan dan dapat mengendap di dalam bak penampung air sehingga mengurangi
volume air yang dapat ditampung di dalan bak tersebut (Ferdiaz 2006).
Air
merupakan salah satu kebutuhan hidup yang paling penting. Meskipun air termasuk
dalam sumber daya alam yang dapat diperbaharui oleh alam, kenyataannya menunjukkan bahwa ketersediaan air tawar
tidak pernah bertambah. Perairan merupakan salah satu sumber daya yang
berpotensi besar dalam usaha pengembangan industry pertanian, perikanan,
transportasi dan irigasi, air minum juga pariwisata. Secara ideal pola pemanfaatan
perairan harus mengacu pada kualitas perairan yang ada kemudian disesuaikan
dengan kriteria atau persyaratan yang dibutuhkan dalam setiap jenis
penggunaannya (Isnaini 2011).
pH
air secara alami berkisar antara 4 sampai 9 dan secara teoritis pH dari 0
sampai 14. pH = 0 disebut air bersifat sangat asam dan pH = 14 disebut bersifat
sangat basa, sedangkan pH = 7 menunjukkan air yang netral pada suhu 250
C. Netralisasi merupakan suatu upaya agar pH air
tersebut normal. Ketidaknormalan pH air ini disebabkan oleh pemasukan atau
penambahan asam atau basa (Setiyono dan Rahayu 2009).
Perubahan
pH berkaitan dengan kandungan oksigen dan karbondioksida dalam air. Siang hari
jika oksigen naik akibat fotosintesa fitoplankton, maka pH juga naik. Pagi hari
jika pH kurang dari 7, hal ini menunjukan bahwa tambak atau kolam banyak
mengandung bahan organik. Kestabilan pH perlu dipertahankan karena pH dapat
mempengaruhi pertumbuhan organisme air, mempengaruhi ketersediaan unsur P dalam
air dan mempengaruhi daya racun amoniak dan H2S
dalam air (Subarijanti 2005).
Temperatur
air bisa meningkatkan pertumbuhan suatu tanaman. Hal ini tidak lepas kaitannya
dengan akar yang ikut memanas karena suhu yang meningkat pada air. Suhu
mempengaruhi beberapa proses fisiologis penting: bukaan stomata, laju
transpirasi, laju penyerapan air dan nutrisi, fotosintesis, dan respirasi
Peningkatan suhu sampai titik optimum akan diikuti oleh peningkatan proses di
atas. Apabila suhu air meningkat terlalu tajam ataupun suhu air yang turun
drastis akan mempengaruhi keberlanjutan dari proses fisiologi yang ada (Nxawe
et al. 2009).
Besarnya
erosi total yang diketahui pada suatu mekanisme pengairan dapat dilakukan
dengan menghitung sedimennya. Sedimen yang dihasilkan pada volume air tertentu
kemudian dianalisis dengan dikumpulkan, dikeringkan dan ditimbang beratnya.
Sebelumnya air ini telah dikocok terdahulu sehingga diperoleh campuran air dan
sedimen yang memadai (Asdak 2007).
C.
Alat, Bahan dan Cara Kerja
1. Alat
a. Water
sapler
b. pH
stik
c. Termometer
d. Kayu
± 4 meter
e. Meteran
f. Ember
kapasitas 10 liter
g. Botol
1,5 liter sebanyak 3 buah
h. Pengaduk
i.
Oven
j.
Cawan alumunium
k. Timbangan
analitik
2. Bahan
a. Sampel
air
3. Cara
Kerja
a. Mengambil
sampel air pada saluran irigasi primer, sekunder dan saluran tersier. Pada
saluran primer sampel air diambil di tiga titik, yaitu pada bagian tengah dan
dua pada bagian tepi saluran, masing-masing tepi kanan dan kiri.
b. Mengambil
contoh air di masing-masing titik dengan menggunakan water sampler. Mencatat
ketinggian air di saluran dan menurunkan water sampler hingga ½ ketinggian air.
Pengambilan pada saluran drainase menggunakan gayung karena dangkal.
Pengambilan sampel sekitar 1 liter.
c. Mengukur
ph air dengan pH stik dan mengukur suhu dengan thermometer.
d. Mengkomposit
air yang diambil dari ketiga titik ke dalam ember dan mengaduknya kemudian
dimasukkan ke dalam botol kapasitas 1,5 liter.
e. Membawa
ke laboratorium untuk dianalisis kandungan sedimennya.
f. Mengocok
air selama ± 30 menit
g. Menimbang
berat cawan alumunium sebelum digunakan (a)
h. Mengambil
air yang telah homogen ± 100 ml dimasukkan ke dalam cawan alumunium kemudian
dioven pada suhu 1050C sampai mengering sekitar 48 jam.
i.
Menimbang berat
keseluruhan setelah di oven (b)
j.
Menghitung berat
sedimen (b-a) dalam gram dan menghitung
konsentrasi dengan persamaan konsentrasi (gram/ liter) = berat sedimen (gram)/
volume air contoh (l)
D.
Hasil Pengamatan dan Pembahasan
1.
Hasil Pengamatan
Tabel 3.1 Hasil
Perhitungan Kualitas Air Irigasi
Macam Saluran Irigasi
|
pH
|
Suhu
|
a
|
b
|
b - a
|
Konsentrasi (gram/lt)
|
Primer
|
7,3
|
300C
|
63,295
|
63,302
|
0,007
|
0,07
|
Sekunder
|
7,4
|
330C
|
39,145
|
39,158
|
0,013
|
0,13
|
Saluran Drainase
|
7,4
|
300C
|
40,408
|
40,808
|
0,4
|
4
|
Sumber : Laporan Sementara
Keterangan :
a = timbangan cawan
sebelum digunakan (gram)
b = berat total setelah dioven (gram)
b – a = berat sedimen (gram)
Volume air contoh = 100 ml = 0,1 L
Analisis Data
Konsentrasi (gram/liter) =
a. Saluran primer
Konsentrasi (gram/liter) = = 0,07 gram/liter
b. Saluran sekunder
Konsentrasi
(gram/liter) = = 0,13 gram/liter
c. Saluran drainase
d. Konsentrasi
(gram/liter) = = 4 gram/liter
2.
Pembahasan
Kualitas air adalah kondisi
kualitatif air yang diukur dan atau diuji berdasarkan parameter-parameter
tertentu dan metode tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku sehingga mendapatkan air yang diinginkan dan baik untuk dikonsumsi. Air
bersih adalah salah satu jenis sumberdaya berbasis air yang bermutu baik dan
biasa dimanfaatkan oleh manusia untuk dikonsumsi atau dalam melakukan aktivitas
mereka sehari-hari termasuk diantaranya adalah sanitasi. Seperti kita ketahui
jika standar mutu air sudah diatas standar atau sesuai dengan standar tersebut
maka yang terjadi adalah akan menentukan besar kecilnya investasi dalam
pengadaan air bersih tersebut, baik instalasi penjernihan air dan biaya operasi
serta pemeliharaannya.
Kekeruhan yang tinggi dapat
mengakibatkan terganggunnya system osmeregulasi seperti pernafasan dan daya
lihat organisme akuatik serta dapat menghambat penetrasi cahaya ke dalam air.
Pengaruh kekeruhan yang utama adalah penurunan penetrasi cahaya secara
mencolok, sehingga aktivitas fotosintesis fitoplankton dan alga menurun,
akibatnya produktivitas perairan menjadi turun. Di samping itu Effendy (2003),
menyatakan bahwa tingginya nilai kekeruhan juga dapat menyulitkan usaha
penyaringan dan mengurangi efektivitas desinfeksi pada proses penjernihan air.
pH Air - pH (singkatan dari “ puisance negatif de H “ ), yaitu logaritma
negatif dari kepekatan ion-ion H yang terlepas dalam suatu perairan dan
mempunyai pengaruh besar terhadap kehidupan organisme perairan, sehingga pH
perairan dipakai sebagai salah satu untuk menyatakan baik buruknya sesuatu
perairan. Pada perairan irigasi pH air mempunyai arti yang cukup penting untuk
mendeteksi potensi produktifitas irigasi. pH Air yang agak basa, dapat
mendorong proses pembongkaran bahan organik dalam air menjadi mineral-mineral
yang dapat diasimilasikan oleh tumbuh tumbuhan (garam amonia dan nitrat).
Praktikum kali ini, mahasiswa
diajarkan untuk mengetahui kualitas air untuk irigasi pertanian serta mengukur
dan menentukan parameter-parameter kualitas air untuk irigasi melalui metode
penetapan kadar sedimen pada air irigasi, pH dan Suhu air irigasi. Berdasarkan
pengamatan irigasi di lapang didapatkan data suhu pada saluran primer, sekunder
dan tersier. Suhu pada saluran primer sebesar 300C, pada
saluran sekunder 330C dan
tersier suhu air irigasinya mencapai 300C. Perbedaan suhu dari ketiga lokasi pengamatan irigasi
tidak terlalu signifikan karena waktu pengukuran ketiganya dilaksanakan hampir
bersamaan pada saat siang hari. Untuk lokasi irigasi sekunder didapatkan suhu
yang lebih rendah dari 2 lokasi yang lain, memang pada saluran ini intensitas
cahaya matahari lebih rendah dibandingkan saluran sekunder dan tersier sehingga
panas matahari lebih diserap oleh badan-badan air. Namun aliran air dari
saluran irigasi primer yang terpapas sinar matahari lama kelamaan akan mengalir
ke saluran sekunder dengan suhu yang meningkat. Sehingga didapati suhu yang
lebih tinggi pada saluran sekunder.
Pengamatan pengukuran pH pada
saluran irigasi menggunakan pH stick pada tiga saluran irigasi, yaitu saluran
primer, saluran sekunder dan saluran tersier. Untuk saluran primer dan tersier
pH airnya sedikit basa dan mendekati netral berkisar antara 7,3 dan 7,4.
Sedangkan pada saluran sekunder pH airnya juga sama seperti saluran sekunder
yaitu 7,4. Kondisi saluran yang baik adalah air irigasinya harus dalam kondisi
netral atau mendekati netral, karena pH air dapat mempengaruhi pH tanah shingga
dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman itu sendiri. Pada ketiga saluran
air memiliki pH yang cukup mendekati normal dan masih cukup bagus untuk pertanian.
pH yang paling baik untuk air
irigasi adalah yang mendekati angka 7. pH dengan angka mendekati 7 menunjukkan
pH yang netral. pH yang netral ini sangat baik bagi kehidupan, baik untuk
tanaman maupun untuk mikroorganisme air dan tanah. Hal ini karena sebagian
besar makhluk hidup di Bumi hanya mampu tumbuh dan berkembang dengan baik jika
nilai pH mendekati netral terutama untuk tanaman budidaya.
Selanjutnya pengamatan
kandungan sedimen air irigasi dilakukan di Laboratorium Kimia Tanah, Fakultas
Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta yang sebelumnya mengambil sampel
air dari ketiga saluran masing-masing sebanyak 1,5 liter. Air kemudian diambil
sebagai contoh sampel sebanyak 100 ml kamudian dioven dengan bantuan cawan
sampai mongering, kemudian akan didapat jumlah sedimen pada air irigasi. Pada
hasil praktikum kelompok 12 konsentrasi kandungan sedimen tertinggi pada
saluran tersier yaitu sebesar 4 gram/lt. Sedangkan pada saluran primer memiliki
konsentrasi sedimen 0,07 gram/lt dan pada saluran sekunder konsentrasinya 0,13
gram/lt. Hal ini dikarenakan saluran tersier merupakan saluran hilir dari
berbagai saluran, sehingga sedimen dari saluran primer maupun sekunder dapat
ikut mengalir sampai saluran tersier dan terendapkan di saluran tersier. Selain
itu banyaknya kandungan sedimen pada saluran tersier dapat berasal dari sisa
pengolahan lahan oleh petani. Hal ini karena saluran tersier letaknya paling
dekat dengan lahan pertanian.
Kandungan sedimen yang tinggi
akan daat menurunkan kualitas saluran irigasi. Banyaknya sedimen dapat menjadi
indikator tingginya tingkat erosi di hulu saluran irigasi. Karena sedimen dapat
berasal dari endapan hasil erosi. Selain itu karena banyaknya sedimen akan menyebabkan
pendangkalan sungai dan kualitas air. Pendangkalan ini dapat menyebabkan
saluran irigasi tidak berjalan maksimal. Selain itu klaitas air juga semakin
menurub karena banyaknya sedimen ini.
E.
Kesimpulan dan Saran
1.
Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum acara
kualitas air irigasi yaitu:
a.
Kualitas air adalah
kondisi kualitatif air yang diukur dan atau diuji berdasarkan
parameter-parameter tertentu.
b.
pH air pada saluran
irigasi berkisar antara 7,3 s/d 7,4 (mendekati netral) sehingga kualitas air
berdasarkan pH masih cukup baik.
c.
Perbedaan suhu dari
ketiga lokasi pengamatan irigasi tidak terlalu signifikan karena waktu
pengukuran dilaksanakan hampir bersamaan pada saat siang hari dan dengan jarak
yang tidak terlalu berjauhan.
d.
kandungan sedimen
tertinggi pada saluran tersier sebesar 4 gram/lt, sedangkan pada saluran primer
dengan 0,07 gram/lt.
2.
Saran
Saran untuk praktikum ini adalah sebaiknya dalam
pengukuran kandungan sedimen dilaksanakan bersama-sama semua kelompok sehingga
semua anggota kelompok ikut berperan aktif dalam praktikum.
|
Asdak C 2007. Hidrologi dan Pengelolaan DAS. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Effendi, H.
2003. Telaah Kualitas Air bagi
Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan
Perairan. Cetakan Kelima. Yogjakarta: Kanisius
Ferdiaz
S 2006. Polusi Air dan Udara: Cetakan
Ke-11. Yogyakarta: Kanisius.
Isnaini
A 2011. Penilaian Kualitas Air dan Kajian
Potensi Situ Salam sebagai Wisata Air di Universitas Indonesia Depok. Tesis
FMIPA Biologi Universitas Indonesia.
Kurnia
U 2004. Prospek Pengairan Pertanian Tanaman Semusim Lahan Kering. Jurnal Litbang Pertanian 23(4), hal:
130-139, 2004
Nxawe S,
Laubscher CP and PA Ndakidemi 2009. Effect of Regulated Irrigation Water Temperature on Hydroponics
Production of Spinach (Spinacia oleracea
L) . African Journal of Agricultureal Research 4(12) : 1442- 1446.
Persawahan
Padi dengan Sistem Kontrol pH di Kabupaten Bengkalis Riau. Jurnal BPPT 12: 115-124.
Setiyono dan
Rahayu 2009. Peningkatan Kualitas Air
Sungai untuk Irigasi. Yogyakarta:
Kanisius
Subarijanti
HU 2005. Pemupukan dan Kesuburan Perairan. Malang: Fakultas Perikanan. Universitas Brawijaya.
Wirosoedarmo
Ruslan, AT Sutan Haji dan Estin D Kristanti 2011. Perilaku Sedimentasi dan
Pengaruhnya terhadap Kinerja Saluran pada Jaringan Irigasi Waru-Turi Kanan
Kediri. Jurnal Teknologi Pertanian Vol.12
No.1 : 68-75.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar