ANALISIS
SUBSISTEM TEGAL/TALUN
A. Pendahuluan
1. Latar
Belakang
Manusia telah mengubah ekosistem alam
secara luas sejak mulai mengenal pemukiman. Meraka mengubah hutan dan padang rumput menjadi lahan untuk mengusahakan tanaman bahan pangan.
Kegiatan manusia tersebut dapat menimbulkan beberapa agroekosistem, baik
agroekosistem dengan diversitas rendah
(sawah, tegal dan perkebunan) maupun agroekosistem dengan diversitas tinggi
(hutan dan talun). Agroekosistem dicirikan dengan tingginya lapis transfer
energi dan nutrisi terutama di grazing food chain dengan demikian
hemeostatis kecil. Agroekosistem–agroekosistem tersebut sangat tergantung
dengan alam, gangguan ilkim, hama dan penyakit.
Pengelolaan sumberdaya
alam terutama sumberdaya lahan dan air mempunyai peranan penting, terutama
dalam upaya pemanfaatannya secara berkelanjutan. Kedua sumberdaya alam tersebut
mudah mengalami degradasi atau penurunan kualitas. Keberhasilan pengelolaan
sumberdaya lahan pada daerah hulu selain menguntungkan, juga akan dapat
menyelamatkan daerah hilirnya, karena menurunnya resiko banjir, sedimentasi dan
polusi air, serta kekeringan.
Analisis perndekatan
dengan zone agroekosistem sangat perlu dilakukan. Analisis ini bertujuan untuk
meneliti hubungan antara karateristik biosifik, pengelolaan sumberdaya alam,
dan sosial ekonomi yang ada di zone agroekosistem tersebut, serta dampaknya
terhadap lingkungan.
2. Tujuan
Praktikum
Tujuan Praktikum Analisis Subsistem
Tegal/Talun adalah :
a.
Memperkenalkan mahasiswa dengan berbagai tipe
penggunaan lahan untuk kepentingan produksi pertanian.
b.
Meningkatkan pemahaman tentang perlunya pengelolaam
setiap subsistem dengan memperhitungkan kaidah-kaidah linkungan.
c. Meningkatkan
kecerdasan mahasiswa dengan kesadaran dan pikiran logis dari apa yang mereka
lihat di lapangan dengan teori kajian yang selama ini diperoleh dari kelas saat
tatap muka.
B.
Tinjauan
Pustaka
Tegal adalah suatu lahan yang kering (dry
farming) tanpa adanya pengairan. Pertanian tegalan adalah cara bertani yang
secara tetap tanpa pengairan. Pertanian tegalan dikerjakan secara tetap dan
intensif dengan bermacam-macam tanaman secara bergantian (crop rotation) antara palawija (seperti jagung, kacang tanah,
ketela pohon) dan padi gogorancah (Pratiwi 2004).
Talun (tegal pekarangan) adalah salah satu sistem agroforestry yang khas,
ditanami dengan campuran tanaman tahunan/kayu (perennial) dan tanaman musiman
(annual), dimana strukturnya menyerupai hutan, secara umum ditemui di luar
pemukiman dan hanya sedikit yang berada di dalam pemukiman (Yanto 2008).
Secara garis besar, talun dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu talun
permanen dan talun tidak permanen (talun-kebun). Pada talun permanen, tidak
ditemukan adanya pergiliran tanaman dan pohon-pohonnya rapat dengan kanopi
menutupi area, sehingga cahaya yang tembus sedikit dan hanya sedikit tanaman
toleran yang ditanam. Pada talun yang pohonnya jarang, cahaya bisa banyak
tembus, sehingga tanaman musiman tumbuh dan dapat ditemukan ditemuakan, talun
seperti itu disebut juga “Kebun Campuran”. Pada talun tidak permanen, ditemukan
adanya pergiliran tanaman, biasanya terdiri dari tiga fase, yaitu kebun, kebun
campuran, dan talun (Widagda, 2000).
Mendefinisikan talun sebagai sistem tradisional yang mempunyai aneka fungsi
selain fungsi produksi, dimana dalam sistem ini terdapat kombinasi tanaman
pertanian semusim dengan pepohonan. Talun umumnya mempunyai batas-batas
kepemilikan yang jelas dan ditemukan di sekitar daerah pemukiman (Widagda 2000).
Fungsi talun dapat dibedakan menjadi 4 bagian,
yaitu produksi subsisten, produksi
komersil, sumber daya nutfah dan konservasi tanah, dan fungsi social. Sebagai
salah satu komponen agroekosistem, komposisi dan struktur talun serta
fungsi tumbuhan yang ditemukan di dalamnya dipengaruhi oleh berbagai faktor
biofisik, sosial ekonomi, dan budaya masyarakat setempat. Adanya berbagai faktor
tersebut dan intensitas pengelolaan lahan oleh pemiliknya memungkinkan struktur
vegetasi talun berbeda-beda pada setiap daerah. Struktur multi strata dan
bermacam-macamnya komposisi spesies pada talun sangat penting bagi berbagai
organisme dalam menggunakan talun tersebut sebagai habitatnya, terutama pada
suatu daerah yang cukup jauh dari hutan (Yanto 2008).
Macam-macam
subsistem agroekosistem yaitu sawah, tegal, perkebunan dan talun. Sawah, tegal
dan perkebunan merupakan subsistem dengan dominasi tanaman tertentu. Kebun dapat sengaja ditanam, tumbuh sendiri,
atau tumbuh dari bekas pemangkasan.Talun merupakan subsistem
dengan deversitas tinggi. Talun adalah suatu tata guna lahan, dimana vegetasi yang
menutupinya didominasi oleh berbagai jenis tumbuhan/tanaman berumur panjang
(perennial) dimana strukturnya menyerupai hutan, secara umum ditemui di luar
pemukiman dan hanya sedikit yang berada di dalam pemukiman
(Soemarwoto
2000).
C. Metode Praktikum
1.
Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum
Agroekologi mengenai Analisis Subsistem Tegal/Talun ini
dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 4 Mei 2013 pukul 11.30 s/d 12.00 di Karanganyar.
2. Alat
dan Bahan
a.
Alat
1)
Boardlist
2)
Alat Tulis
3)
Lux Meter
4)
Thermometer
5)
Hygrometer
b.
Bahan
Tanaman Padi di area persawahan
3.
Cara Kerja
a.
Menentukan Lokasi Pengamatan.
b.
Melakukan pengamatan dan pengukuran tehadap Kelembaban
tanah, kelembaban udara, Ph tanah, Intensitas cahaya dan suhu udara.
c.
Menentukan Denah pola tanam dan cara pengelolaan
lahan.
D.
Hasil Pengamatan dan Pembahasan
1. Hasil
Pengamatan
a. Tegal
Tabel 8.1. hasil
pengamatan Analisis Subsistem Tegal
No.
|
Deskripsi
|
Keterangan
|
1.
|
Alamat
|
Ds.
Ngranten, Karanganyar
|
2.
|
Kemiringan
lereng
|
2%
(hampir datar)
|
3.
|
Luas
|
1500 m2
|
4.
|
Longitude
|
111o
06’ 43,2” BT
|
5.
|
Latitude
|
07°37’
14,9,” LS
|
6.
|
Letak
dan tinggi tempat
|
873
mdpl
|
7.
|
Kelembaban
Tanah
|
60
%
|
8.
|
Kelembaban
udara
|
42
%
|
9.
|
pH
|
7
|
10
|
Intensitas
cahaya
|
55.600
lux
|
11.
|
Pola
tanaman
|
Tidak
teratur
|
12.
|
Input
|
Pupuk : kandang (organik), phonska,
TSP, Urea, pupuk cair
Fungisida
: Curakron
|
12.
|
Output
|
Hasil
: Buah, umbi, rumput,
Sisa
tanaman : Daun yang jatuh,
|
13
14.
15.
16.
17.
|
Pengolahan
tanah
Hara
Jarak
tanam
Batas-batas
Vegetasi
|
cangkul
Terbuka
Tidak
teratur
Utara : jalan
Barat : Tegal
Timur : sawah
Selatan : Pemukiman
seledri,
cabai, wortel, buncis, ketela rambat.
|
Sumber : laporan sementara.
b.
Talun
Tabel 8.1. hasil pengamatan Analisis
Subsistem Talun
No.
|
Deskripsi
|
Keterangan
|
1.
|
Alamat
|
Ds.
Bangsri, Karangpandan
|
2.
|
Kemiringan
lereng
|
20%
(miring)
|
3.
|
Luas
|
600 m2
|
4.
|
Longitude
|
111o
01’ 16,2” BT
|
5.
|
Latitude
|
07°37’
08,2,” LS
|
6.
|
Letak
dan tinggi tempat
|
378
mdpl
|
7.
|
Kelembaban
Tanah
|
40
%
|
8.
|
Kelembaban
udara
|
44
%
|
9.
|
pH
|
7
|
10
|
Intensitas
cahaya
|
3710
lux
|
11.
|
Pola
tanaman
|
Tidak
teratur
|
12.
|
Input
|
Pupuk : kandang
|
12.
|
Output
|
Hasil
: Buah, umbi, rumput,
Sisa
tanaman : Daun yang jatuh, sisa kayu
|
13
14.
15.
16.
17.
|
Pengolahan
tanah
Hara
Jarak
tanam
Batas-batas
Vegetasi
|
cangkul
Tertutup
Tidak
teratur
Utara : sawah
Barat : pemukiman
Timur : tegal
Selatan : jalan desa
Albasia,
mangga, pisang, jahe, rumput gajah, waru, melinjo, ketela pohon.
|
Sumber : laporan sementara.
2.
Pembahasan
a.
Tegal
Lokasi pengamatan tegal dilakukan di salah satu desa yang bernama desa Ngranten, Karanganyar. Tegal hampir sama dengan
pekarangan namun letaknya jauh dari
rumah penduduk. Lahan ini berada pada ketinggian 875 m dpl serta memiliki letak geografis 111o06’43,2
BT dan 7° 37’14,9’LS. Memliki pH 7 dengan kemiringan 2%. Lahan ini juga memiliki
kelembapan udara dan tanah
masing-masing 42% dan 60%. Suhu udara 30o serta intensitas cahaya
adalah 55.600 lux.
Perbedaan tegal dan
pekarangan selain dari jaraknya dari rumah pemiliknya juga terletak pada
pemanfaatan output. Pada tegal hasilnya dijual, karena pada umumnya tegal lebih
luas daripada pekarangan. Sedangkan pada pekarangan hasilnya lebih variatif dan
digunakan untuk kebutuhan sehari – hari.
b. Talun
Pengamatan subsistem talun dilaksanakan di Dusun
Depok, Kelurahan Bangsri, Karanganyar. Berdasarkan keterangan hasil pengukuran
dari GPS, diketahui bahwa lokasi pengamatan berada pada ketinggian 378 mdpl, serta memiliki letak geografis yang berada pada 111o 01’16,2’ BT dan 7° 37’08,2’ LS. Talun ini
mempunyai tingkat kemiringan 20 %. Selain hal
tersebut, dari hasil pengukuran intensitas cahaya diketahui untuk tempat
ternaungi intensitas cahayanya sebesar 3710
lux.
Tanaman yang terdapat di talun ini adalah tahunan seperti Albisia (sengon
laut), pohon waru, dan palawija seperti ketela pohon. Jarak tanam yang diterapkan cukup teratur meskipun agak
tidak rapi. Pada petak jagung dan sengon laut terdapat tanaman pembatas berupa
rumput gajah dan disekelilingnya terdapat
pohon waru, mangga dan pisang.
Input yang diberikan kepada talun berupa pupuk organik. Pupuk organik berasal dari daun yang rontok yang dibiarkan
begitu saja sehingga bisa menjadi pupuk bagi tanaman, sedangkan hijauan dari
tanaman waru digunakan sebagai pakan ternak yang kemudian kotoran hewan
tersebut digunakan sebagai pupuk. Sehingga yang terjadi adalah daur siklik
karena hasil yang ditanam pada akhirnya juga dikembalikan lagi ke tanah yang
sama. Output yang dihasilkan dari lahan berupa cabai,
mangga, ketela pohon
atau
singkong. Komoditi pada sengon laut dapat menghasilkan kayu yang dapat
digunakan sebagai bahan bangunan. Begitu pula dengan mangga yang dapat digunakan untuk kayu bakar.
E.
Kesimpulan dan Saran
1.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum Analisis Subsistem Tegal/Talun, dapat
disimpulkan bahwa:
a.
Setiap subsistem mempunyai cara tersendiri
dalam pngolahan lahan dan memiliki siklus hara tersendiri pula.
b.
Talun merupakan gabungan dari tegal dan pekarangan.
c.
Tegal Banyak
ditanami tanaman Holtikultura.
d.
Talun mendapatkan pengairan melalui curah hujan.
e.
Talun banyak
ditanami tanaman musiman dan tahunan yang kayunya dapat dimanfaatkan untuk
bahan bangunan maupun untuk kayu bakar.
2.
Saran
Saran untuk Praktikum Analisis Subsistem Perkebunan ini adalah kepada
praktikan agar serius dalam mengikuti rangkaian praktikum.
DAFTAR
PUSTAKA
Yanto, J 2008. Fungsi Talun. Surabaya : Merpati
Pratiwi, D.A 2004. Biologi SMA. Erlangga. Jakarta
Soemarwoto 2000. ekosistem.www.fp.ugm.ac.id. Diakses 29
April 2013.
Widagda 2009 Aroekosistem. Jurnal Pertanian. Surabaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar