ANALISIS
SUBSISTEM PERKEBUNAN TEH
A.
Pendahuluan
1.
Latar Belakang
Agroekosistem
secara teoritis telah dipahami, namun perlu pemahaman lebih dalam bagaimana
hubungan antara subsistem dengan agroekosistem. Sawah, tegal dan perkebunan adalah
subsistem dengan dominasi tanaman tertentu perlu dievaluasi sebagai subsistem
dan sebagai bagian dari agroekosistem. Sedangkan talon (tegal, pekarangan)
sebagai subsistem dengan deversitas tinggi apakah dapat bertindak sebagai ekosistem
yang mandiri.
Pengamatan dengan menggunakan indera yang disatukan dengan hati melahirkan
pandangan pertanian yang berwawasan lingkungan. Kuliah lapang ini berguna untuk
memiliki pandangan pertanian sebagai kebutuhan utama manusia namun lingkungan
juga sebagai tempat hidup untuk selamanya.
Penelitian pada lahan ke lapangan langsung dapat meningkatkan pengetahuan
akan lahan yang selama ini dipelajari secara teoritis. Proses pertanian sangat
bergantung pada lahan,lahan merupakan arel atau tempat untuk berproduksi
pertanian. Sebuah tanaman memerlukan lahan yang tepat agar dapat berkembang
dengan baik. Hal ini diperhitungkan dengan mengamati kandungan unsur hara,
ketersediaan air, intensitas cahaya matahari, kemiringan, dan suhu yang cocok
bagi tanaman.
2. Tujuan Praktikum
Tujuan
Praktikum Analisis Subsistem Perkebunan Teh adalah :
a.
Memperkenalkan mahasiswa dengan berbagai tipe
penggunaan lahan untuk kepentingan produksi pertanian.
b.
Meningkatkan pemahaman tentang perlunya pengelolaam
setiap subsistem dengan memperhitungkan kaidah-kaidah linkungan.
c. Meningkatkan
kecerdasan mahasiswa dengan kesadaran dan pikiran logis dari apa yang mereka
lihat di lapangan dengan teori kajian yang selama ini diperoleh dari kelas saat
tatap muka.
B.
Tinjauan Pustaka
Perkebunan merupakan usaha
penanaman tumbuhan secara teratur sesuai dengan ilmu pertanian dan mengutamakan
tanaman perdagangan. Perkebunan penting bagi bahan ekspor dan bahan industri.
Jenis tanaman perkebunan khususnya di Indonesia antara lain karet, kelapa
sawit, kopi, teh, tembakau, tebu, kelapa, cokelat, kina, kapas, cengkih
(Soerjani 2007).
Sebagian besar perkebunan
berada di daerah pegunungan dengan ketinggian antara 500 m - 3000 m di atas
permukaan laut, curah hujan tinggi dan merata sepanjang tahun minimum 1.500 mm,
dan di daerah tropis yang suhu rata-rata bulanan 24oC-30oC
dan suhu rata-rata tahunan 26oC, sedangkan suhu terdingin 20oC.
Tanah yang dijadikan tanah perkebunan biasanya adalah tanah subur (vulkanis
muda). Tetapi saat ini, banyak
perkebunan yang dibuka di lahan yang kurang sesuai seperti hutan
bertanah gambut (areal N-1) dan dengan cara pembakaran seperti di Kalimantan
dan Sumatera. Hal itu dikarenakan kurangnya lahan yang sesuai dan berakibat
kabut asap semakin menebal hingga ke luar Indonesia. Perkebunan pada umumnya
menggunakan sistem monokultur. Secara ekologis, akan merubah ekosistem dan
hilangnya keanekaragaman hayati serta diversitas. Selain itu, lapisan tanah
atas (top soil) semakin tandus dan tererosi (Soerjani 2007).
Perkebunan dapat menyerupai fungsi dari ekosistem hutan
alamiah. Persamaan ini mengandung kebenaran, tetapi hendaknya jangan dipercayai
begitu saja. Perkebunan memang lebih banyak melindungi tanah, air, dan sejumlah kecil flora dan
fauna yang ada didalamnya daripada sawah, tetapi perkebunan tidak dapat
mencapai efesiensi perlindungan lahan seperti hutan alam yang dewasa
(Hidayat
2000).
Sistem perkebunan, baik
perkebunan rakyat maupun perkebunan besar (estate)
yang dulu milik swasta asing dan sekarang kebanyakan perusahaan negara,
berkembang karena kebutuhan tanaman ekspor. Dimulai dengan bahan-bahan ekspor
seperti karet, kopi, teh, dan coklat yang merupakan hasil utama, sampai
sekarang sistem perkebunan berkembang dengan manajemen yang industri pertanian
(Deptan DIY 2005).
C.
Metode Praktikum
1.
Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum
Agroekologi mengenai Analisis Subsistem Perkebunan ini dilaksanakan pada
hari Sabtu tanggal 4 Mei 2013 pukul 12.00
s/d 13.00 di area perkebunan teh di Kemuning, Karanganyar.
2. Alat
dan Bahan
a.
Alat
1)
Boardlist
2)
Alat Tulis
3)
Lux Meter
4)
Thermometer
5)
Hygrometer
b.
Bahan
Tanaman di area Perkebunan
3.
Cara Kerja
a.
Menentukan Lokasi Pengamatan.
b.
Melakukan pengamatan dan pengukuran tehadap Profil
tempat, Kelembaban tanah, kelembaban udara, Ph tanah, Intensitas cahaya dan
suhu udara.
c. Menentukan
Denah pola tanam dan cara pengelolaan lahan.
D. Hasil Praktikum dan Pembahasan
1.
Hasil Pengamatan
Tabel. 10.1. Hasil Pengamatan Subsistem Perkebunan
No.
|
Deskripsi
|
Keterangan
|
1.
|
Alamat
|
Kemuning,
Karanganyar
|
2.
|
Kemiringan
lereng
|
7%
(agak miring)
|
3.
|
Luas
|
10
ha
|
4.
|
Longitude
|
111o
07’ 28,6” BT
|
5.
|
Latitude
|
07°37’
07,1” LS
|
6.
|
Letak
dan tinggi tempat
|
939
mdpl
|
7.
|
Kelembaban
Tanah
|
30
%
|
8.
|
Kelembaban
udara
|
61
%
|
9.
|
pH
|
7
|
10
|
Intensitas
cahaya
|
18.200
lux
|
11.
|
Pola
tanaman
|
Monokultur
|
12.
|
Input
|
Pupuk kimia
|
12.
|
Output
|
Hasil
: daun teh
|
13
14.
15.
16.
17.
|
Pengolahan
tanah
Hara
Jarak
tanam
Batas-batas
Vegetasi
|
Tidak
Intensif
Tertutup
Tidak
teratur
Utara : sungai
Barat : kebun teh
Timur : perumahan
Selatan : kebun teh
Tanaman
teh
|
Sumber:
laporan sementara
Gambar 10.1 Pola Denah Lokasi
2.
Pembahasan
Area
perkebunan teh yang terletak di kebun teh Kemuning, Karanganyar berada pada posisi
111o
07’ 28,6” BT dan 07°37’ 07,1” LS . Ketinggian tempatnya 939 m dpl dengan kemiringan
7%. pH tanah 7 dan kelembaban tanah dan udara adalah 30% dan 61%. Suhu
rata-rata 260C. Pola tanamnya monokultur. Jarak tanamnya teratur.
Input
di lahan perkebunan ini adalah pemupukan yang dilakukan 2 kali setahun pada
awal dan akhir musim hujan dengan dosis menurut balai penelitian. Pemberantasan
hama tidak menggunakan obat-obatan pestisida. Sedangkan Outputnya adalah dun
teh. Daun teh yang dihasilkan sebelum di
jual atau dimanfaatkan menjadi teh harus di keringkan sampai batas tertentu,
setelah itu baru diolah menjadi teh yang biasa dikonsumsi. Berdasarkan rantai
makanan (siklus hara) subsistem perkebunan tergolong siklus siklik atau tertutup.
Pengolahan
dan pengeringan tanah dilakukan secara intensif. Pengolahan tanah bertujuan
untuk menggemburkan tanah sedangkan pengeringan tanah bertujuan untuk
membunuh/mengurangi jasad renik yang ada pada tanah. Pola tanamnya monokultur
sehingga diversitasnya rendah mengakibatkan stabilitas juga rendah. Karena
rentan terhadap gangguan hama dan penyakit maka perlu tambahan input berupa
pestisida. Tetapi pada perkebunan teh ini tidak menggunakan pestisida untuk
menanggulanginya. Siklus hara tergolong siklik karena tanah dibiarkan tidak
diolah secara teknis, pupuk dari seresah pohon-pohon besar yang terdekomposisi
menjadi bahan organik.
E. Kesimpulan dan Saran
1.
Kesimpulan
Berdasrkan
hasil Praktikum Analisis Subsistem Perkebunan Teh dapat disimpulkan bahwa :
a. Subsistem Perkebunan Teh terletak pada ketinggian
tempat 939 m dpl dengan kemiringan 7% dengan tanamnya monokultur. Jarak tanamnya
teratur.
b. Berdasarkan rantai makanan (siklus hara) subsistem
perkebunan tergolong siklus siklik atau tertutup.
c. Diversitas
rendah karena penerapan Monokultur.
2. Saran
Saran untuk Praktikum Analisis Subsistem Perkebunan ini adalah kepada
praktikan agar serius dalam mengikuti rangkaian praktikum dan co.ass lebih
memperjelas setiap penjelasan tentang subsistem.
DAFTAR PUSTAKA
Dinas
Pertanian Provinsi DIY. 2005. Sistem Pertanian di Indonesia. http:// distan.pemda-diy.go.id.
Diakses pada 25 April 2013
Hidayat.2000. Lahan
pertanian dan Macam tanaman. Gramedia. Jakarta
Soerjani 2007. Lingkungan Hidup.
Universitas Indonesia Press. Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar