Rabu, 17 Desember 2014

LAPORAN PRAKTIKUM PENGELOLAAN AIR

I.                   PERENCANAAN JADWAL MUSIM TANAM DAN POLA TANAM PADI BERBASIS NERACA AIR

A.     Pendahuluan
1.      Latar Belakang
Kebutuhan air pada tanaman padi yang dibudidayakan dengan cara penggenangan sebenarnya kurang efisien terutama dalam pemanfaatan air. Air yang digunakan dalam budidaya padi secara penggenangan diperlukan dalam jumlah yang banyak. Air yang digenangkan melalui irigasi akan terbuang melalui sistem drainase dan banyak yang terbuang. Serta dalam pemanfaatan air untuk penggenangan akan berdampak pada tekstur tanah yang cenderung halus. Sehingga dapat menurunkan kualitas tanah pada lahan budidaya padi. Oleh karena hal itu maka diperlukan suatu jadwal perencanaan sistem dalam irigasi yang pemberian air disesuaikan dengan kebutuhan air pada tanaman.
Tanaman padi mengembangkan praktek pengelolaan padi yang memperhatikan kondisi pertumbuhan tanaman yang lebih baik, terutama di perakaran, dibandingkan dengan teknik budidaya cara tradisional.  Dengan diperlukan lebih banyak waktu juga untuk jadwal pengaturan irigasi dan pengaturan pola tanam yang mengatur pengairan sawah dibandingkan cara lama.  Ini berarti sistem irigasi perlu diatur secara tepat agar memungkinkan air masuk dan keluar dari sawah secara teratur.  Kebanyakan irigasi tidak diatur seperti ini (kebanyakan irigasi hanya dibuat untuk menyimpan banyak air), sehingga perlu dilakukan perbaikan pada petak dan pengairan lebih dulu sebelum memulai pertanamanan.Akhir-Akhir ini Iklim di Indonesia dan di Seluruh Dunia telah mulai bergeser. Ini tidak terlepas karena pengaruh pemanasan global. Musim yang bergeser akan menyulitkan Petani terutama di negara Agraris seperti indonesia ini. Jika tidak segera ditemukan solusinya maka akan menjadi masalah di bidang pertanian. Petani akan kesulitan menentukan musim tanam karena pergeseran ini. Oleh karena itu dilakukan Praktikum ini agar dapat menentukan jadwak musim tanam dan pola tanam yang tepat berbasis neraca air.
2.      Tujuan Praktikum
Praktikum Perencanaaan Jadwal Musim Tanam dan Pola Tanam Padi Berbasis Neraca Airbertujuan agar mahasiswa dapat memahami dan mampu menentukan jadwal musim tanam padi dan pola tanam berdasarkan neraca air yang ada pada suatu daerah.
3.      Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum Perencanaaan Jadwal Musim Tanam dan Pola Tanam Padi Berbasis Neraca Air dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 6 Juni 2014 pukul 16.00 WIB bertempat di Laboratorium Fisika Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
B.     Tinjauan Pustaka
Pada saat ini sebagian besar areallahan pertanian di daerah studi merupakanlahan yang kurang produktif. Polapenanaman yang ada hanya berdasarkan pengalaman petani, padi ditanam sekali setahun karena menggunakan varietaslokal dengan cara penanaman tradisionaldengan produksi 1-2 ton padi Gabah Kering Giling (GKG) per hektar. Masa tanam dari persemaiansampai panen cukup lama, yaitu antara 6-7bulan, sehingga produktivitas lahan sangatrendah. Pola tanam yang ada pada daerahstudi saat ini sebagian besar hanya satu kali musim tanam dalam setahun yaituPadi–Bera dengan tingkat kebutuhan airmaksimum terjadi pada bulan Oktoberperiode kedua sebesar 261,35 mm atau17,42 mm/hari (Wirosudarmo 2012).
Kebutuhan air untuk pengganti lapisan air pada tanah harus diperhatikan. Air diperlukan tanaman padi sawah untuk pertumbuhan tanaman, tidak adanya air dapat menghentka proses biologis dan semua zat hara yang tersedia menjadi kurang efektif. Air berfungsi sebagai penguapan yang akan berguna untuk menjaga kestabilan suhu disekitar tanaman dimana pori-pori daun akan tertutup apabila kadar air dalam daun terlalu kecil. Kebutuhan air irigasi perlu dianalisis dengan cermat disesuaikan dengan kondisi setempat agar tidak terjadi pemborosan pemakaian air. Irigasi hemat air akan efektif dalam pemberian air apabila air dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan tumbuhan itu sendiri dan bukan untuk perkolasi. Kebutuhan air untuk tanaman didefinisikan sebagai tebal air yang dibutuhkan untuk memenuhi jumlah air yang dibutuhkan untuk memenuhi jumlah air yang melalui evapotranspirasi suatu tanaman sehat, tumbuh pada areal luas pada tanah yang menjamin cukup lengas tanah, kesuburan tanah dan lingkungan hidup tanaman cukup baik sehingga secara potensial tanaman akan berproduksi baik (Rokhma 2008).
Pengelolaan air berperan sangat penting dan merupakan salah satu kunci keberhasilan peningkatan produksi padi di lahan sawah. Variasi kebutuhan air tergantung juga pada varietas padi dan sistem pengelolaan lahan sawah. Teknik pengelolaan air perlu secara spesifik dikembangkan sesuai dengan sistem produksi padi sawah dan pola tanam. Jumlah air yang diperlukan di dalam proses produksi padi tergantung pada iklim, posisi lanskape, periode pertanaman, karakteristik drainase tanah, dan pengelolaan irigasi. Transpirasi tanaman umumnya terjadi sebesar 5-8 mm hari-1dan perkolasi pada selang 1-10 mm hari-1. Untuk memenuhi irigasi pada periode tanam sampai panen dengan umur tanaman 100 hari akan memerlukan air 520- 1.620 mm. Untuk padi dengan umur 130 hari membutuhkan air sebanyak 720- 2.160 mm. Secara umum, irigasi juga berguna untuk (a) mempermudah pengolahan tanah, (b) mengatur suhu tanah dan iklim mikro, (c) membersihkan atau mencuci tanah dari garam-garam yang larut atau asam-asam yang tinggi, (d) membersihkan kotoran atau sampah yang ada dalam saluran-saluran air dan (e) menggenangi tanah untuk memberantas tanaman pengganggu (gulma) dan hama penyakit (Subagyono et al.  2004).
Aktivitas dan operasional usahatani di lahan sangat tergantung pada systemtata air. Air adalah bahan alami yang secara mutlak diperlukan tanaman dalam jumlahcukup pada saat yang tepat. Untuk itu teknologi pengelolaan air di lahan sangatdiperlukan. Pengelolaan air ditingkat petani dapat dilakukan dengan sistem surjan, dankemalir. Dengan sistem ini proses aliran air masuk dan keluar dapat dikendalikan lebihmudah dan lancar. Teknologi yang dapat menjelaskan hubungan aliran masuk (inflow) danaliran keluar (outflow) dari proses sirkulasi air untuk suatu periode tertentu di suatu lahantertentu adalah dengan menggunakan teknologi neraca air (Salwati 2012).
Air pengairan yang diberikan dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan evapotranspirasi, perkolasi dan kehilangan pada saluran. Artinya air yang diberikan berada pada kisaran air tersedia atau mendekati kapasitas lapang tergantung dari sifat-sifat fisik tanahnya. Kebutuhan air tanaman adalah pemakaian air konsumtif ditambah jumlah air untuk mencapai kapasitas lapang  dan perkolasi. Perkolasi adalah bergeraknya air di dalam penampang tanah setelah tanah menapai kapasitas lapang atau jenuh
(Kurnia 2004).
C.     Alat, Bahan dan Cara Kerja
1.      Alat
a.       Milimeter
b.      Kalkulator
c.       Alat Tulis
2.      Bahan
a.       Data curah hujan rata-rata bulanan.
b.      Data analisis iklim (suhu, kelembaban udara, kecepatan angin, lama penyinaran matahari), data diambil dari BMKG Jawa Tengah untuk kabupaten Sukoharjo, Lanud Adi Sumarmo dan Stasiun Meteorologi Jumantono.
c.       Data letak lintang.
3.      Cara kerja
a.       menyiapkan data curah hujan rata-rata bulanan selama 2 dekade dan menggambarkan dalam grafik yang berbeda.
b.      Menyiapkan data evapotranspirasi rata-rata bulanan dengan menghitung menurut metode Penman.
c.       Menentukan perhitungan evapotranspirasi potensial (ET0) bulanan menurut Penman sebagai berikut :
ETo = c.Eto*
ETo = W(0,75Rs-Rn1) + (1-w).f(u).(ea-ed)
W : Faktor yang berhubungan dengan suhu (t) dan elevasi daerah,hubungan antara (t) dan W disajikan pada tabel PN-1
                  Rs : (0,24 + 0,54 n/N). Ra
Ra : besar angka ini tergantung pada LL dan dapat dicari melalui Tabel PN-2
                  Rn : f(t). f(ed). f(n/N)
§  f(t) : fungsi suhu :  mencari pada tabel PN-1
§  f(ed) : fungsi tekanan uap : mencari pada tabel PN-5
§  f(n/N) : fungsi kecerahan : melihat pada tabel PN-6
§  f(u) : fungsi kecepatan angin : tabel PN-7
§  (ea-ed) : perbedaan tekanan uap jenuh dengan tekanan uap sebenarnya
§  Ed : ea.RH : mencari melalui tabel PN-4
§  Ea : tekanan uap sebenarnya : mencari tabel PN-1; RH : kelembaban relatif (%)
§  C : angka koreksi : mencari pada tabel PN-8
d.      Menggambarkan data evapotranspirasi rata-rata bulanan untuk masing-masing dekade pada grafik curah hujan rata-rata bulanan untuk dekade yang sama.











DAFTAR PUSTAKA
Salwati2012. Sistem Intensifikasi Padi (The system of Rice Intensification  - SRI): Sedikit dapat Memberi Lebih Banyak. http://www.elsppat.or.id/ download/file/SRI-echo%20note.htm. Diakses pada tanggal 4 Mei 2014.
Kurnia U 2004. Prospek Pengairan Pertanian Tanaman Semusim Lahan Kering. Jurnal Litbang Pertanian 23(4): 130-139
Rokhma Novrida Mulya 2008. Menyelamatkan Pangan dengan Irigasi Hemat Air. Yogyakarta: Kanisius.
Subagyono Kasdi, Ai Dariah, Elsa Surmaini dan Undang Kurnia 2004. Pengelolaan Air pada Tanah Sawah.  Tanah Sawah dan Teknologi Pengelolaannya. Jurnal Agro Inovasi Vol.2 No. 7 hal: 237-247. Pusat Penelitian dan Pegembangan Tanah dan Agroklimat.
Wirosudarmo 2012. Studi Perencanaan Pola Tanam dan Pola Operasi Pintu Air Jaringan Reklamasi Rawa Pulau Rimau di Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan. Jurnal Teknologi Pertanian Vol 3 No(1): 56-66.




II.                EFISIENSI SALURAN IRIGASI
A.     Pendahuluan        
1.      Latar Belakang
Saluran irigasi merupakan suatu saluran yang digunakan untuk menyalurkan air pada suatu lahan pertanian dari sumber air. Dalam tingkatannya terdapat beberapa macam saluran, yaitu saluran primer sebagai saluran induk, saluran sekunder dan juga ada saluran tersier. Debit air pada setiap saluran berbeda-beda yang tergantung pada kecepatan masing-masing aliran pada setiap waktu juga luas setiap penampang pada tiap saluran. Penyaluran air untuk kebutuhan irigasi hendaklah efisien, baik dari saluran primer ke sekunder, saluran sekunder ke tersier ataupun gabungan dari keduanya. Efisiensi saluran irigasi diperlukan untuk mengoptimalkan pemberian air sesuai dengan kebutuhan pada tiap lahan sehingga tidak ada yang terbuang.
Menghitung efisiensi suatu saluran irigasi dapat dilakukan dengan mengukur debit air pada aliran yang ada di setiap saluran irigasi. Debit air dapat dihitung dari berapa besarnya kecepatan aliran dan luas suatu penampang saluran. Setiap sub saluran, saluran primer, sekunder dan tersier memiliki kecepatan aliran yang berbeda-beda. Oleh karena itu diharapkan adanya praktikum ini dapat memberikan pengetahuan tentang debit air yang normal untuk setiap saluran irigasi.
2.      Tujuan Praktikum
Praktikum acara efisiensi saluran irigasi bertujuan untuk mengetahui pemberian air irigasi yang efisien dan mampu menghitung efisiensi penyaluran irigasi.
3.      Waktu dan Tempat Praktikum
Text Box: 7Praktikum acara efisiensi saluran irigasi dilaksanakan pada hari Minggu 4 Mei 2014 pada pukul 10.00-13.00 WIB bertempat di Desa Palur, Mojolaban, Karanganyar. Lokasi praktikum menggunakan saluran irigasi yang terbagi menjadi saluran primer, sekunder dan tersier.
B.     Tinjauan Pustaka
Pengairan atau irigasi merupakan proses pemberian air pada tanah untuk memenuhi kebutuhan tanaman. Kegiatan pengairan meliputi penampungan dan pengambilan air dari sumbernya, mengalirkan melaui saluran-saluran ke tanah atau lahan pertanian dan membuang kelebihan air ke saluran pembuangan. Pemakaian air konsumtif  adalah jumlah air pada suatu areal pertanaman yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan transpirasi, pembentukan jaringan tanaman dan diuapkan dari permukaan tanah dan air serta intersepsi tanaman. Ketersediaan air pada lahan kering seringkali menjadi faktor pembatas akibat rusaknya daerah aliran sungai, sehingga air hujan yang jatuh di atas permukaan tanah tidak lagi mampu mengisi cadangan air di dalam tanah, sungai-sungai meluap saat hujan besar dan kekurangan air pada musim kemarau. Agar dapat mengurangi limpasan aliran permukaan yang besar serta memperbesar kapasitas tanah dalam meresapkan air maka diperlukan penerapan teknik konservasi tanah secara terpadu dalam sistem pengelolaan daerah aliran sungai (Kurnia 2004).
Keteraturan saluran irigasi ditetapkan dengan suatu hierarki pada suatu saluran tersebut. Hierarki tertinggi adalah saluran induk yang menerima air langsung dari pintu sadap air sungai. Hierarki kedua adalah saluran sekunder yang berasal dari ujung saluran induk yang berjumlah dua atau lebih. Ujung saluran induk dibangun sebuah bangunan pembagi yang terdiri dari beberapa pintu air yang meneruskan air pada sistem berikutnya. Ujung saluran sekunder juga dibuat bangunan pembagi untuk meneruskan air pada saluran tersier. Kebetuhan air di sawah tidak konstan sepanjang musim. Saat masa pengolahan tanah dan musim tanam dibutuhkan air lebih banyak daripada saat pemeliharaan. Saat musim panen praktis tidak diperlukan air irigasi. Efisiensi penggunaan air irigasi dapat  lebih ditingkatkan lagi dengan menggilir masa pengolahan tanah dalam suatu daerah irigasi (Besari 2008).
Jaringan irigasi merupakan kumpulan beberapa beberapa saluran yang membawa air dari bangunan pengambilan ke sawah-sawah hingga ke petak tersier. Saluran terdiri dari saluran pembawa dan saluran pembuang. Saluran pembawa berfungsi membawa dengan debit tertentu (sesuai kebutuhan suatu area irigasi), dan saluran pembuang berfungsi untuk membuang air sisa pemakaian tanaman, kelebihan air, dan pergantian air. Saluran terdiri dari saluran primer, saluran sekunder, saluran tersier, dan saluran kuarter. Saluran primer membawa air untuk melayani seluruh area sawah. Saluran sekunder membawa air untuk melayani beberapa petak sawah tersier (petak sawah sekunder terdiri dari beberapa petak tersier). Saluran tersier berukuran lebih kecil dari saluran sekunder dan saluran primer. Saluran tersier hanya melayani satu petak tersier. Satu petak tersier sawah berkisar antara 50 – 100 ha.
Adapun hal yang harus diperhatikan dalam merencanakan jaringan irigasi adalah trase posisi saluran ditempatkan dan ukuran (dimensi) saluran. Trase adalah garis ketinggian atau elevasi muka tanah yang terdapat pada peta situasi sungai dimana akan ditempatkan saluran. Trase saluran primer sebaiknya berada pada elevasi yang lebih tinggi dari saluran lainya, agar air dapat mengalir secara gravitasi dan biaya juga lebih ekonomis. Dimensi saluran adalah ukuran (tinggi dan lebar) saluran yang direncanakan untuk mengalirkan air ke sawah-sawah. Saluran didimensikan berdasarkan kebutuhan air sawah dan debit air yang tersedia pada bangunan pengambilan (Frisaini 2011).
Tingkat efisiensi pemberian air dapat diketahui dengan mengukur berapa jumlah air yang disalurkan melalui pintu-pintu air di bangunan sadap yang dinyatakan dalam m3/detik atau liter/detik dan mengetahui berapa jumlah air yang digunakan sesuai dengan kebutuhan tanaman pada petak sawah yang dinyatakan dalam m3/detik atau liter/detik. Jumlah air yang disalurkan dapat diketahui melalui pembacaan alat ukur debit yang ada pada pintu-pintu air atau dengan memasang alat ukur debit, sedangkan jumlah air yang digunakan oleh petani dapat diketahui melalui perhitungan kebutuhan air tanaman yang disesuaikan dengan fase pertumbuhan tanaman yang ditanam oleh petani pada areal tanam yang dilayani oleh pintu-pintu air. Besarnya tingkat efisiensi pada saluran adalah dapat dinyatakan sebagai nisbah (perbandingan) debit air yang keluar (Q hilir) dengan debit air yang masuk (Q hulu) dalam satu penggal saluran (di antara dua bangunan bagi atau dari bangunan sadap sampai dengan bangunan bagi pertama) (Su Ki Ooi et al. 2005).
Efisiensi penyaluran dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni (a) kehilangan rembesan, (b) ukuran grup inlet yang menerima air irigasi lewat satu inlet pada sistem petak tersier, dan (c) lama pemberian air dalam grup inlet. Untuk mendapatkan efisiensi penyaluran yang wajar, jaringan tersier harus dirancang dengan baik, dan mudah dioperasikan oleh petani. Manfaat pengukuran efisiensi pada jaringan irigasi adalah menghasilkan penggunaan air irigasi yang efisien di tingkat petani yang disesuaikan dengan kebutuhan air tanaman. Untuk penelitian terapan dalam evaluasi tingkat efisiensi penggunaan air irigasi permukaan, misalnya rembesan/bocoran di saluran, debit yang diperlukan, panjang alur (furrow) dan sebagainya 
(Sumadiyono 2011).
C.     Alat, Bahan dan Cara Kerja
1.      Alat dan Bahan
a.       Current meter
b.      Sepatu boot
c.       Tali
d.      Meteran
e.       Stopwatch
f.        Pelampung
g.       Saluran irigasi primer, sekunder dan tersier
2.      Cara Kerja
a.       Memilih saluran terbuka yang masing-masing pada saluran primer, sekunder dan tersier.
b.      Mengukur kecepatan aliran air (V dalam m/detik) menggunakan current meter di titik awal (Qin) dan debit di titik berikutnya yang diasumsikan sebagai titik akhir (Qout) saluran. Mengukur juga jarak antara Qin hingga Qout.
c.       Mengukur kecepatan aliran pada tiga titik (tengah dan 2 pada pinggir saluran). Melakukan hingga 3 kali ulangan dan menghitung rata-ratanya.
d.      Mengukur kecepatan aliran pada salura sekunder dan tersier menggunakan metode pelampung.
e.       Mencatat ketinggian penampang melintang (drata-rata) dan lebar saluran (w). luas penampang basag saluran (A) dapat dihitung menggunakan rumus :
A (m2)       = drata-rata x w, d rata-rata (m) = (d1+ d2+ d3)/3
D.    Hasil Pengamatan dan Pembahasan
1.      Hasil Pengamatan
Tabel 2.1 Hasil Perhitungan Efisiensi Saluran Irigasi
Saluran
Posisi
Lebar saluran (m)
Dalam (m)
v (m/s)
d
rata rata
v
rata rata
Q rata rata
Efisiensi
Primer
In
12
1.25
0,50
1,3
0,54
8,424
-24%
1,45
0,59
1,25
0,52
Out
12
1,30
0,52
1,43
0,61
10,47
1,70
0,69
1,30
0,62
Sekunder
In
2,55
0,29
0,22
0,37
0,21
0,20
0%
0,40
0,42
0,23
Out
2,18
0,38
0,43
0,20
0,45
0,18
0,45
Tersier
In
0,58
0,38
0,20
0,38
0,20
0,044
-59%
0,39
0,37
0,18
Out
1,8
0,18
0,1967

0,205
0,23
0,205

Sumber : Laporan Sementara
a.       Saluran Primer
 in                = 0.000852x522+0,05            
                             = 0,50 m/s
 in  = 0.000852x630+0,05
                              = 0,59 m/s
 in                = 0.000852x546+0,05
                              = 0,52 m/s
V rata-rata in    = 0,50+0,59+0,52
                             = 0,54 m/s

 out             = 0.000852x553+0,05
                              = 0,52 m/s
 out             = 0.000852x757+0,05
                              = 0,69m/s
 out             = 0.000852x669+0,05
                              = 0,62 m/s
V rata-rata out  = 0,52+0,69+0,62
                         = 0,707m/s
Luas (A) in       = d rata-rata x lebar
                                          = 1,3 x 12
                                          = 15,6 m2
Luas (A) out     = d rata-rata x lebar
                                          = 1,43 x 12
                                          = 17,16 m2
Debit (Q)          = V x A
(Qin)    = 0,54 x 15,6
                             = 8,424 m3/s
(Qout)  = V x A
                             = 0,61 x 17,16
= 10,47 m3/s
Efisiensi            = x 100%
                           =  x 100%
                           = -24%
b.      Saluran Sekunder

     =
                 = 0,22 m/s
       =
                 = 0,23 m/s
       =
                 = 0,18 m/s
V rata-rata        =0,22+0,23+0,18
                                         = 0,21 m/s
Luas (A) in       = d rata-rata x lebar
                                         = 0,37 x 2,55
                                         = 0,94 m2
Luas (A) out     = d rata-rata x lebar
                                    = 0,43 x 2,18
                                    = 0,94 m2
Debit (Q)          = V x A
(Qin)    = 0,21 x 0,94
                        = 0,20 m3/s
(Qout)  = 0,21 x 0,94
                        = 0 m3/s
Efisiensi            = x 100%
                                    =  x 100%
                              = 0 %
c.       Saluran Tersier
                   =
= 0,20 m/s
                   =
                                    = 0,18 m/s
                   =
                                    = 0,23 m/s


V rata-rata        = 0,20+0,18+0,23
                                    = 0,20 m/s
Luas (A) in       = d rata-rata x lebar
                                    = 0,38 x 0,20
                                    = 0,076 m2
Luas (A) out     = d rata-rata x lebar
                                    = 0,1967 x 0,20
                                    = 0,03934 m2

Debit (Q)          = V x A
(Qin)                = 0,20 x 0,076
                                    = 0,044 m3/s
(Qout)              = 0,20 x 0,03934
                                    = 0,07 m3/s
Efisiensi            = x 100%
                                    =  x 100%
                                                = -59 %
2.      Pembahasan
Debit aliran adalah laju aliran air yang melewati suatu penampang melintang pada sungai persatuan waktu. Fungsi dari pengukuran debit aliran adalah untuk mengetahui seberapa banyak air yang mengalir pada suatu sungai dan seberapa cepat air tersebut mengalir dalam waktu satu detik. Cara mengetahui aliarn tersebut laminar atau turbulen yaitu dengan melihat bagaiman air tersebut mengalir apakah dia membentuk benang atau membentuk gelombang. Hal-hal yang akan mempengaruhi aliran antar lain besar kecilnya aliran dalam sungai itu dapat dilihat apakah aliran tersebut membentuk benang-benang atau membentuk gelembung yang tidak beraturan. Penghitungan kecepatan aliran pada ketiga saluran perbedaanya tidak cukup besar, pengukuran kecepatan aliran pada saluran primer menggunakan alat Current meter sedangkan pada saluran sekunder dan tersier pengukuran kecepatan menggunakan metode bola mengapung yang dialirkan mulai Qin sampai Qout dan dihitung waktu tempuhnya menggunakan stopwatch.
Pada saluran air primer digunakan pengukuran debit dengan bantuan alat ukur current meter atau sering dikenal sebagai pengukuran debit melalui pendekatan velocity-area method paling banyak dilakukan dan berlaku untuk kebanyakan aliran sungai. Prosedur pengukuran dengan cara ini menggunakan alat yang berbentuk propeler yang dihubungkan dengan kotak pencatat.
Pengukuran debit aliran sungai yang paling sederhana dapat menggunkan metode apung (floating method). Metode inilah yang digunakan pada saluran sekunder dan tersier. Caranya dengan menempatkan benda yang tidak dapat tenggelam di permukaan aliran sungai untuk jarak tertentu dan mencatat waktu yang diperlukan oleh benda apung tersebut untuk bergerak dari sisi titik pengamatan ke titik pengamatan lain yang telah ditentukan. Pemiihan tempata pengukuran sungai sebaiknya pada bagian sungai yang relatif lurus dengan tidak banyak arus tidak beraturan.
Kecepatan maupun debit aliran air irigasi sangat dipengaruhi oleh adanya keberadaan angin dan tingkat kemiringan air irigasi. Karena ketiga saluran merupakan tipe irigasi permukaan jadi kecepatan aliran dipengaruhi oleh gravitasi akibat kemiringan maupun oleh angin yang bertiup disekitar saluran. Selanjutnya praktikum yang kami lakukan kami mendapat data dimana ketiga debit (Q) aliran tersebut memiliki kedalaman yang berbeda pada saluran primer kedalaman Qin dan Qout sama yaitu 12 meter dengan Debit Qin adalah 8,424 m3/s dan Qout adalah 10,47 m3/s, pada saluran sekunder kedalaman Qin adalah 2,55 meter sedangkan kedalaman Qout adalah 2,18 meter dengan Debit pada Qin adalah 0,2 m3/s dan Qout 0 m3/s dan pada saluran tersier pada Qin memiliki kedalaman yaitu 0,58 meter sedangkan Q out adalah 0,8 meter dengan Debit Qin adalah 0,044 m3/s serta Debit Qout adalah 0,07 m3/s.
Menurut Arsyad (2010), efisiensi irigasi dipengaruhi oleh efisiensi pemakaian air di petak sawah dan efisiensi pengaliran air dari bendung (sumber air) sampai ke sawah, yang dipengaruhi oleh:
1.      Kondisi tekstur lapisan olah dan permeabilitas lapisan bawah (sub-soil),
2.      Keadaan topografi,
3.      Banyaknya air di dalam saluran, dan
4.      Sistem pengelolaan air (water management).
Mengetahui efisiensi saluran irigasi diperoleh dari perhitungan debit air Qin dan Qout, saluran yang memiliki tingkat efisiensi paling tinggi adalah saluran sekunder sebesar 0% kemudian diikuti oleh saluran primer yang menunjukkan hasil negatif yaitu -24% sedangkan pada saluran tersier efisiensi juga menunjukkan hasil negatif (-50%). Dari hasil di atas menunjukkan saluran sekunder tingkat efisiensinya paling tinggi artinya air yang digunakan untuk irigasi dapat dimanfaatkan dengan baik untuk lahan pertanian, sementara pada saluran tersier menunjukkan saluran tersebut tidak efisien untuk menunjang produksi pertanian, artinya air irigasi dalam saluran tersier tidak bisa dimanfaatkan oleh lahan pertanian, dengan laju kehilangan air yang sangat tinggi. Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti kondisi atau bentuk saluran itu sendiri, kemiringan (slope) pada saluran, usahakan jagan terlalu tinggi tingkat kemiringannya agar air mengalir tidak terlalu cepat sehingga kehilangan air untuk lahan pertanian bisa diatasi. dan debit air tiap saluran yang berbeda.
Nilai Efisiensi tertinggi ditunjukkan olah saluran Irigasi Sekunder. Hal ini ditunjukkan oleh nilai irigasi yang tidak menunjukkan nulai negatif jika dibandingkan dengan saluran irigasi primer dan tersier yang nilainya negatif. Nilai negatif yang diperoleh pada sistem irigasi primer dan tersier menunjukkan bahwa ada yang salah pada sistem irigasinya. Kemungkinan terdapat kebocoran pada sistem irigasi ataupun karena adanya faktor tertentu saat dilakukan pengukuran sehingga nilai yang diperoleh negatif. Seperti kecepatan angin maupun kontur saluran irigasi yang tidak merata mempengaruhi laju pelampung saat pengukuran saluran irigasi.
Nilai efisiensi yang negatif dapat dipengaruhi karena memang keadaan saluran yang kurang bagus misalnya topografi maupun karena ada kebocoran saluran air. Selain itu juga dapat dipengaruhi oleh kesalahan prosedur atau faktor teknis dalam pengukuran. Keakuratan data dapat berubah saat pengukuran kecepatan air dengan menggunakan metode pelampung. Bola yang seharusnya berjalan mengikuti arah dan kecepatan air dapat terhambat karena tiupan angin. Hal ini dapat diperhitungkan karena saat pengukuran kecepatan angin cukup tinggi sehingga berpotensi mengganggu pengukuran efisiensi saluran irigasi dengan menggunakan saluran irigasi.
Efisiensi saluran irigasi yang tinggi menunjukkan jumlah air yang berada di saluran berguna untuk irigasi pertanian, dan air yang tidak mudah hilang. beberapa persen dari air yang dialirkan melalui saluran-saluran tersebut akan  hilang karena rembesan (seepage losses). Kehilangan air di saluran irigasi yang relatif besar di Indonesia yang mencapai 65 % menjadikan suplai air untuk irigasi kurang sesuai dengan yang diharapkan, untuk itu perlu adanya penelitian dan studi tentang hal tersebut, baik secara praktis maupun teoritis sehingga prediksi kehilangan air yang disebabkan rembesan lebih akurat (Solikhin 2008).





E.     Kesimpulan dan Saran
1.      Kesimpulan
a.       Pengukuran efisiensi saluran igisasi dipengaruhi oleh angin, topografi serta metode pangukuran.
b.      Efisiensi tertinggi terdapat pada saluran irigasi sekunder
c.       Efisiensi saluran irigasi yang tinggi menunjukkan jumlah air yang akan dimanfaatkan oleh tanaman.
d.      Nilai debit air dipengaruhi oleh keceptan angin dan kemiringan saluran irigasi.
2.      Saran
Seharusnya penggunaan alat pelampung digunakan alat yang melayang dalam air agar tidak terpengaruh angin saat digunakan.





 
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad S 2010. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: Institut Pertanian Bogor (IPB).
Besari  M S 2008. Teknologi di Nusantara: 40 Abad Hambatan Inovasi. Media Pustaka Utama: Jakarta.
Frisaini J 2011. Cara Mendesain Jaringan Irigasi.  http://www.ilmusipil.com/cara-mendesain-jaringan-irigasi. Diakses pada tanggal 4 Mei 2014.
Kurnia U 2004. Prospek Pengairan Pertanian Tanaman Semusim Lahan Kering. Jurnal Litbang Pertanian 23(4): 130-139
Solikhin Assairu 2008.  Prediksi Efisiensi Saluran Di Colo Timur dengan Cara   Praktis dan Teoritis. http://sipilums2000.blogspot.com/2008/07/    prediksiefisiensi-saluran-di-colo.html. diakses pada tanggal 14 Mei 2014.
Su Ki, MPM Krutzen dan E Weyer  2005. On Physical and Data Driven Modelling of Irrigation Channels. Control Engineering Practice 13 (2005) 461-171.
Sumadiyono A 2011. Analisis Efisiensi Pemberian Air di Jaringan Irigasi Karau Kabupaten Barito Timur Provinsi Kalimantan Tengah. Jurusan Magister Pengelolaan Sumber Daya Air Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan. Institut Teknologi Bandung.




III.             KUALITAS AIR IRIGASI
A.     Pendahuluan
1.      Latar Belakang
Kualitas air merupakan suatu mutu yang ditetapkan sesuai standar yang ada. Standar mutu yang digunakan berbeda-beda tergantung dari penggunaan air itu sendiri. kualitas air irigasi salah dapat dilihat dari segi kimia, fisika dan biologi. Dari segi kimia dapat diketahui dari tingkat kemasaman air juga kadar kegaraman suatu air irigasi. Dilihat dari segi fisika dapat diketahui  dari adanya sedimen pada suatu air irigasi juga warna air apakah mengandung logam berat atau limbah merugikan lainnya. Sedangkan secara biologi dapat diketahui dari ada atau tidaknya kandungan mikrorganisme pada air tersebut.
Sedimen merupakan endapan tanah yang ikut terbawa dalam air. Adanya sedimen dalam penyaluran di saluran irigasi tentunya harus diminimalkan. Hal tersebut dikarenakan dapat menurunkan kualitas air irigasi. Air irigasi apabila dialirkan dalam suatu lahan dan  air tersebut mengandung sedimen maka dapat mengubah tekstur suatu tanah tersebut. Serta dapat merugikan karena mempersempit saluran yang disebabkan banyak endapan sedimen yang ada.
Mengetahui adanya sedimen atau tidak yang ikut teralirkan dan mengetahui banyak sedikitnya sedimen yang ikut tersalurkan merupakan salah satu faktor penilaian dalam suatu uji kualitas air. Mengetahui hal tersebut maka dapat digunakan sebagai bahan pengkaji apakah air irigasi yang tersalurkan telah sesuai mutu. Sehingga dalam pemanfaatannya akan efisien.
2.      Tujuan Praktikum
Praktikum acara kualitas air irigasi bertujuan untuk mengetahui dan mampu menghitung dan menguji kualitas air irigasi.











 
3.      Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum acara kualitas air irigasi untuk  pengambilan sampel air dilaksanakan pada hari Minggu tanggal 4 Mei 2014 bertempat di desa Palur, Mojolaban Karanganyar dan dilakukan pengujian pada tanggal 8 Mei 2014 bertempat di Laboratorium Kimia Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
B.     Tinjauan Pustaka
Kualitas air pengairan harus memenuhi syarat kualitas agar tidak berbahaya bagi tanaman yang akan dialiri, karena dalam jangka waktu yang panjang dapat mempengaruhi kualitas hasil. Kualitas air pengairan sangat bergantung pada kandungan sedimen atau lumpur dan unsur-unsur kimia dalam air tersebut. Sedimen atau lumpur akan berpengaruh terhadap tekstur tanah. Tanah dengan tekstur tanah sedang sampai kasar, sedimen akan menghambat permeabilitas penampang tanah akibat pori-pori tanah tersumbat oleh sedimen tersebut, serta menurunkan kesuburan tanah. Sedimen atau lumpur yang mengendap di dalam saluran irigasi akan mengurangi kapasitas pengaliran air dan memerlukan biaya tinggi untuk membersihkannya
(Kurnia 2004).
Sedimentasi adalah suatu proses pengapungan, penggelindingan, penyeretan atau pemercikan jarah-jarah tanah hasil pemecahan dan telah terlepas dari satuan tubuh tanahnya, menempuh rentang jarak tertentu sampai tertahan di tempat peng-endapan. Sedimen adalah hasil proses erosi, baik berupa erosi permukaan, erosi parit, atau jenis erosi tanah lainnya. Sedimen umumnya mengendap di bagian bawah kaki bukit, di daerah genangan banjir, di saluran air, sungai, dan waduk. Sedangkan hasil sedimen (sediment yield) adalah besarnya sedimen yang berasal dari erosi yang terjadi di daerah tang-kapan air yang diukur pada periode waktu dan tempat tertentu. Sedimen yang terdapat di saluran dapat menyebabkan perubahan dimensi saluran dari dimensi asal saluran serta dapat mempengaruhi energi spesifik penampang saluran sehingga secara tidak langsung dapat mengakibatkan kurang optimumnya kinerja saluran irigasi. Konsentrasi sedimen dapat diketahui dari perbandingan berat sedimen kering (mg) terhadap berat total sampel (liter) (Wirosoedarmo et al. 2011).
Sedimen adalah padatan yang dapat langsung mengendap apabila air didiamkan tidak terganggu selama beberapa waktu. Padatan yang mengendap tersebut terdiri dari partikel-partikel padatan yang mempunyai ukuran relative besar dan berat sehingga dapat mengendap dengan sendirinya. Sedimen yang terdapat di dalam air terbentuk sebagai akibat dari erosi dan merupakan padatan yang umum terdapat di dalam air permukaan. Adanya sedimen yang tinggi di dalam air akan sangat merugikan. Salah satunya sedimen dapat menyebabkan penyumbatan saluran air dan selokan dan dapat mengendap di dalam bak penampung air sehingga mengurangi volume air yang dapat ditampung di dalan bak tersebut (Ferdiaz 2006).
Air merupakan salah satu kebutuhan hidup yang paling penting. Meskipun air termasuk dalam sumber daya alam yang dapat diperbaharui oleh alam, kenyataannya  menunjukkan bahwa ketersediaan air tawar tidak pernah bertambah. Perairan merupakan salah satu sumber daya yang berpotensi besar dalam usaha pengembangan industry pertanian, perikanan, transportasi dan irigasi, air minum juga pariwisata. Secara ideal pola pemanfaatan perairan harus mengacu pada kualitas perairan yang ada kemudian disesuaikan dengan kriteria atau persyaratan yang dibutuhkan dalam setiap jenis penggunaannya (Isnaini 2011).
pH air secara alami berkisar antara 4 sampai 9 dan secara teoritis pH dari 0 sampai 14. pH = 0 disebut air bersifat sangat asam dan pH = 14 disebut bersifat sangat basa, sedangkan pH = 7 menunjukkan air yang netral pada suhu 250 C. Netralisasi merupakan suatu upaya agar pH air tersebut normal. Ketidaknormalan pH air ini disebabkan oleh pemasukan atau penambahan asam atau basa (Setiyono dan Rahayu 2009).
Perubahan pH berkaitan dengan kandungan oksigen dan karbondioksida dalam air. Siang hari jika oksigen naik akibat fotosintesa fitoplankton, maka pH juga naik. Pagi hari jika pH kurang dari 7, hal ini menunjukan bahwa tambak atau kolam banyak mengandung bahan organik. Kestabilan pH perlu dipertahankan karena pH dapat mempengaruhi pertumbuhan organisme air, mempengaruhi ketersediaan unsur P dalam air dan mempengaruhi daya racun amoniak dan H2S dalam air (Subarijanti 2005).
Temperatur air bisa meningkatkan pertumbuhan suatu tanaman. Hal ini tidak lepas kaitannya dengan akar yang ikut memanas karena suhu yang meningkat pada air. Suhu mempengaruhi beberapa proses fisiologis penting: bukaan stomata, laju transpirasi, laju penyerapan air dan nutrisi, fotosintesis, dan respirasi Peningkatan suhu sampai titik optimum akan diikuti oleh peningkatan proses di atas. Apabila suhu air meningkat terlalu tajam ataupun suhu air yang turun drastis akan mempengaruhi keberlanjutan dari proses fisiologi yang ada (Nxawe et al. 2009).
Besarnya erosi total yang diketahui pada suatu mekanisme pengairan dapat dilakukan dengan menghitung sedimennya. Sedimen yang dihasilkan pada volume air tertentu kemudian dianalisis dengan dikumpulkan, dikeringkan dan ditimbang beratnya. Sebelumnya air ini telah dikocok terdahulu sehingga diperoleh campuran air dan sedimen yang memadai (Asdak 2007).
C.     Alat, Bahan dan Cara Kerja
1.      Alat
a.       Water sapler
b.      pH stik
c.       Termometer
d.      Kayu ± 4 meter
e.       Meteran
f.        Ember kapasitas 10 liter
g.       Botol 1,5 liter sebanyak 3 buah
h.       Pengaduk
i.         Oven
j.        Cawan alumunium
k.      Timbangan analitik

2.      Bahan
a.       Sampel air
3.      Cara Kerja
a.       Mengambil sampel air pada saluran irigasi primer, sekunder dan saluran tersier. Pada saluran primer sampel air diambil di tiga titik, yaitu pada bagian tengah dan dua pada bagian tepi saluran, masing-masing tepi kanan dan kiri.
b.      Mengambil contoh air di masing-masing titik dengan menggunakan water sampler. Mencatat ketinggian air di saluran dan menurunkan water sampler hingga ½ ketinggian air. Pengambilan pada saluran drainase menggunakan gayung karena dangkal. Pengambilan sampel sekitar 1 liter.
c.       Mengukur ph air dengan pH stik dan mengukur suhu dengan thermometer.
d.      Mengkomposit air yang diambil dari ketiga titik ke dalam ember dan mengaduknya kemudian dimasukkan ke dalam botol kapasitas 1,5 liter.
e.       Membawa ke laboratorium untuk dianalisis kandungan sedimennya.
f.        Mengocok air selama ± 30 menit
g.       Menimbang berat cawan alumunium sebelum digunakan (a)
h.       Mengambil air yang telah homogen ± 100 ml dimasukkan ke dalam cawan alumunium kemudian dioven pada suhu 1050C sampai mengering sekitar 48 jam.
i.         Menimbang berat keseluruhan setelah di oven (b)
j.        Menghitung berat sedimen (b-a) dalam gram  dan menghitung konsentrasi dengan persamaan konsentrasi (gram/ liter) = berat sedimen (gram)/ volume air contoh (l)


D.    Hasil Pengamatan dan Pembahasan
1.      Hasil Pengamatan
Tabel 3.1 Hasil Perhitungan Kualitas Air Irigasi
Macam Saluran Irigasi
pH
Suhu
a
b
b - a
Konsentrasi (gram/lt)
Primer
7,3
300C
63,295
63,302
0,007
0,07
Sekunder
7,4
330C
 39,145
39,158
0,013
0,13
Saluran Drainase
7,4
300C
40,408
40,808
0,4
4
Sumber : Laporan Sementara
Keterangan :          
a          = timbangan cawan sebelum digunakan (gram)
                        b          = berat total setelah dioven (gram)
                        b – a    = berat sedimen (gram)
                        Volume air contoh = 100 ml = 0,1 L
Analisis Data
Konsentrasi (gram/liter)  =
a.       Saluran primer
Konsentrasi (gram/liter)  =  = 0,07 gram/liter
b.      Saluran sekunder
Konsentrasi (gram/liter)  =   = 0,13 gram/liter
c.       Saluran drainase
d.      Konsentrasi (gram/liter)  =  = 4 gram/liter
2.      Pembahasan
Kualitas air adalah kondisi kualitatif air yang diukur dan atau diuji berdasarkan parameter-parameter tertentu dan metode tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga mendapatkan air yang diinginkan dan baik untuk dikonsumsi. Air bersih adalah salah satu jenis sumberdaya berbasis air yang bermutu baik dan biasa dimanfaatkan oleh manusia untuk dikonsumsi atau dalam melakukan aktivitas mereka sehari-hari termasuk diantaranya adalah sanitasi. Seperti kita ketahui jika standar mutu air sudah diatas standar atau sesuai dengan standar tersebut maka yang terjadi adalah akan menentukan besar kecilnya investasi dalam pengadaan air bersih tersebut, baik instalasi penjernihan air dan biaya operasi serta pemeliharaannya.
Kekeruhan yang tinggi dapat mengakibatkan terganggunnya system osmeregulasi seperti pernafasan dan daya lihat organisme akuatik serta dapat menghambat penetrasi cahaya ke dalam air. Pengaruh kekeruhan yang utama adalah penurunan penetrasi cahaya secara mencolok, sehingga aktivitas fotosintesis fitoplankton dan alga menurun, akibatnya produktivitas perairan menjadi turun. Di samping itu Effendy (2003), menyatakan bahwa tingginya nilai kekeruhan juga dapat menyulitkan usaha penyaringan dan mengurangi efektivitas desinfeksi pada proses penjernihan air. pH Air - pH (singkatan dari “ puisance negatif de H “ ), yaitu logaritma negatif dari kepekatan ion-ion H yang terlepas dalam suatu perairan dan mempunyai pengaruh besar terhadap kehidupan organisme perairan, sehingga pH perairan dipakai sebagai salah satu untuk menyatakan baik buruknya sesuatu perairan. Pada perairan irigasi pH air mempunyai arti yang cukup penting untuk mendeteksi potensi produktifitas irigasi. pH Air yang agak basa, dapat mendorong proses pembongkaran bahan organik dalam air menjadi mineral-mineral yang dapat diasimilasikan oleh tumbuh tumbuhan (garam amonia dan nitrat).
Praktikum kali ini, mahasiswa diajarkan untuk mengetahui kualitas air untuk irigasi pertanian serta mengukur dan menentukan parameter-parameter kualitas air untuk irigasi melalui metode penetapan kadar sedimen pada air irigasi, pH dan Suhu air irigasi. Berdasarkan pengamatan irigasi di lapang didapatkan data suhu pada saluran primer, sekunder dan tersier. Suhu pada saluran primer sebesar 300C, pada saluran sekunder  330C dan tersier suhu air irigasinya mencapai 300C. Perbedaan suhu dari ketiga lokasi pengamatan irigasi tidak terlalu signifikan karena waktu pengukuran ketiganya dilaksanakan hampir bersamaan pada saat siang hari. Untuk lokasi irigasi sekunder didapatkan suhu yang lebih rendah dari 2 lokasi yang lain, memang pada saluran ini intensitas cahaya matahari lebih rendah dibandingkan saluran sekunder dan tersier sehingga panas matahari lebih diserap oleh badan-badan air. Namun aliran air dari saluran irigasi primer yang terpapas sinar matahari lama kelamaan akan mengalir ke saluran sekunder dengan suhu yang meningkat. Sehingga didapati suhu yang lebih tinggi pada saluran sekunder.
Pengamatan pengukuran pH pada saluran irigasi menggunakan pH stick pada tiga saluran irigasi, yaitu saluran primer, saluran sekunder dan saluran tersier. Untuk saluran primer dan tersier pH airnya sedikit basa dan mendekati netral berkisar antara 7,3 dan 7,4. Sedangkan pada saluran sekunder pH airnya juga sama seperti saluran sekunder yaitu 7,4. Kondisi saluran yang baik adalah air irigasinya harus dalam kondisi netral atau mendekati netral, karena pH air dapat mempengaruhi pH tanah shingga dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman itu sendiri. Pada ketiga saluran air memiliki pH yang cukup mendekati normal dan masih cukup bagus untuk pertanian.
pH yang paling baik untuk air irigasi adalah yang mendekati angka 7. pH dengan angka mendekati 7 menunjukkan pH yang netral. pH yang netral ini sangat baik bagi kehidupan, baik untuk tanaman maupun untuk mikroorganisme air dan tanah. Hal ini karena sebagian besar makhluk hidup di Bumi hanya mampu tumbuh dan berkembang dengan baik jika nilai pH mendekati netral terutama untuk tanaman budidaya.
Selanjutnya pengamatan kandungan sedimen air irigasi dilakukan di Laboratorium Kimia Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta yang sebelumnya mengambil sampel air dari ketiga saluran masing-masing sebanyak 1,5 liter. Air kemudian diambil sebagai contoh sampel sebanyak 100 ml kamudian dioven dengan bantuan cawan sampai mongering, kemudian akan didapat jumlah sedimen pada air irigasi. Pada hasil praktikum kelompok 12 konsentrasi kandungan sedimen tertinggi pada saluran tersier yaitu sebesar 4 gram/lt. Sedangkan pada saluran primer memiliki konsentrasi sedimen 0,07 gram/lt dan pada saluran sekunder konsentrasinya 0,13 gram/lt. Hal ini dikarenakan saluran tersier merupakan saluran hilir dari berbagai saluran, sehingga sedimen dari saluran primer maupun sekunder dapat ikut mengalir sampai saluran tersier dan terendapkan di saluran tersier. Selain itu banyaknya kandungan sedimen pada saluran tersier dapat berasal dari sisa pengolahan lahan oleh petani. Hal ini karena saluran tersier letaknya paling dekat dengan lahan pertanian.
Kandungan sedimen yang tinggi akan daat menurunkan kualitas saluran irigasi. Banyaknya sedimen dapat menjadi indikator tingginya tingkat erosi di hulu saluran irigasi. Karena sedimen dapat berasal dari endapan hasil erosi. Selain itu karena banyaknya sedimen akan menyebabkan pendangkalan sungai dan kualitas air. Pendangkalan ini dapat menyebabkan saluran irigasi tidak berjalan maksimal. Selain itu klaitas air juga semakin menurub karena banyaknya sedimen ini.










E.     Kesimpulan dan Saran
1.      Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum acara kualitas air irigasi yaitu:
a.       Kualitas air adalah kondisi kualitatif air yang diukur dan atau diuji berdasarkan parameter-parameter tertentu.
b.      pH air pada saluran irigasi berkisar antara 7,3 s/d 7,4 (mendekati netral) sehingga kualitas air berdasarkan pH masih cukup baik.
c.       Perbedaan suhu dari ketiga lokasi pengamatan irigasi tidak terlalu signifikan karena waktu pengukuran dilaksanakan hampir bersamaan pada saat siang hari dan dengan jarak yang tidak terlalu berjauhan.
d.      kandungan sedimen tertinggi pada saluran tersier sebesar 4 gram/lt, sedangkan pada saluran primer dengan 0,07 gram/lt.
2.      Saran
Saran untuk praktikum ini adalah sebaiknya dalam pengukuran kandungan sedimen dilaksanakan bersama-sama semua kelompok sehingga semua anggota kelompok ikut berperan aktif dalam praktikum.
















 
DAFTAR PUSTAKA
Asdak C 2007. Hidrologi dan Pengelolaan DAS.  Yogyakarta: Gadjah Mada            University Press.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan   Lingkungan Perairan. Cetakan Kelima. Yogjakarta: Kanisius
Ferdiaz S 2006. Polusi Air dan Udara: Cetakan Ke-11. Yogyakarta: Kanisius.
Isnaini A 2011. Penilaian Kualitas Air dan Kajian Potensi Situ Salam sebagai Wisata Air di Universitas Indonesia Depok. Tesis FMIPA Biologi Universitas Indonesia.
Kurnia U 2004. Prospek Pengairan Pertanian Tanaman Semusim Lahan Kering. Jurnal Litbang Pertanian 23(4), hal: 130-139, 2004
Nxawe S, Laubscher CP and PA Ndakidemi 2009. Effect of Regulated Irrigation          Water Temperature on Hydroponics Production of Spinach (Spinacia           oleracea L) . African Journal of Agricultureal Research 4(12) : 1442-            1446.
Persawahan Padi dengan Sistem Kontrol pH di Kabupaten Bengkalis Riau. Jurnal        BPPT  12: 115-124.
Setiyono dan Rahayu 2009. Peningkatan Kualitas Air Sungai untuk Irigasi. Yogyakarta: Kanisius
Subarijanti HU 2005. Pemupukan dan Kesuburan Perairan. Malang: Fakultas           Perikanan. Universitas Brawijaya.Wirosoedarmo Ruslan, AT Sutan Haji dan Estin D Kristanti 2011. Perilaku Sedimentasi dan Pengaruhnya terhadap Kinerja Saluran pada Jaringan Irigasi Waru-Turi Kanan Kediri. Jurnal Teknologi Pertanian Vol.12 No.1 : 68-75. 

Tidak ada komentar: