Rabu, 17 Desember 2014

LAPORAN PRAKTIKUM KULTUR JARINGAN



I.                   STERILISASI ALAT, PEMBUATAN LARUTAN STOCK, DAN PEMBUATAN MEDIA KULTUR
A.  Pendahuluan
1.    Latar Belakang
Kultur jaringan merupakan suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman seperti protoplasma, sel, sekelompok sel, jaringan maupun organ, serta menumbuhkannya dalam keadaan aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman utuh kembali. Konsep awal dari kultur jarngan adalah diketahuinya kemempuan totipotensi dari sel tumbuhan. Totipotensi sel (Total Genetic Potential), artinya setiap sel memiliki potensi genetik seperti zigot yaitu mampu memperbanyak diri dan berediferensiasi menjadi tanaman lengkap
Kultur jaringan memerlukan kondisi yang steril melalui sterilisasi. Sterilisasi dimaksudkan untuk menciptakan serta memelihara kondisi aseptik. Seperti yang kita ketahui bahwa sumber kontaminan yang terdiri dari jamur dan bakteri berukuran sangat kecil. Baik media tumbuh maupun eksplan yang akan ditanam harus dibebaskan dari sumber kontaminan yang menyebabkan kontaminasi.
Formulasi media kultur jaringan pertama kali dibuat berdasarkan komposisi larutan yang digunakan untuk hidroponik, khususnya komposisi unsur-unsur makronya. Unsur-unsur hara diberikan dalam bentuk garam-garam anorganik. Koposisis media dan perkembangan formulasinya didasarkan pada jenis jaringan, organ dan tanaman yang digunakan serta pendekatan dari masing-masing peneliti. Beberapa jenis sensitif terhadap konsentrasi senyawa  makro tinggi atau membutuhkan zat pengatur tertentu untuk pertumbuhannya. 
2.    Tujuan
Tujuan praktikum Teknologi Kultur Jaringan acara Sterilisasi Alat, Pembuatan Larutan Stok, dan Pembuatan Media Kultur adalah :
a.   
1
Mengetahui metode dan macam sterilisasi dalam kultur jaringan yang meliputi sterilisasi alat, ruang dan eksplan.
b.    Mengetahui prosedur sterilisasi alat-alat penanaman (diseksi) dan alat kaca seperti botol kultur, petridish, elenmeyer, dan lain-lain.
c.    Mengetahui langkah-langkah dalam pembuatan media kultur jaringan terutama dalam pembuatan stok makro nutrien, mikro nutrien, larutan buffer (Fe-ADTA),vitamin dan Zat Pengatur Tumbuh (ZPT).
3.    Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan 20 Maret 2014 di Laboratorium Kultur Jaringan Jurusan Agronomi, Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
B.  Tinjauan Pustaka
Dalam pembuatan media, langkah pertama adalah membuat stok dari media terpilih. Penggunaan larutan stok menghemat pekerjaan menimbang bahan yang berulang–ulang setiap kali membuat media.“Untuk membuat medium kultur jaringan, biasanya menimbang setiap komponen bahan kimia yang terdapat pada resep medium dasar. Langkah ini kurang praktis karena memakan banyak waktu dan mengurangi kecepatan. Selain itu timbangan yang digunakan untuk menimbang sejumlah kecil bahan kimia kadang-kadang tidak tersedia. Kendala ini dapat dibatasi dengan pembuatan larutan stok terlebih dahulu, kecuali untuk unsur mikronya. Jadi perlu membuat larutan stok untuk unsur mikro, besi, vitamin, hormon, dan mio-inositol (Hendaryono dan Wijayani, 2007)“. Setiap larutan stok dapat dipergunakan sampai 100 liter media, bahkan larutan stok mikro dapat dipergunakan sampai 100 liter media. Larutan stok dapat disimpan ditempat yang bertemperatur rendah dan gelap.
Pembuatan media dikelompokan berdasarkan jenis bahan kimia yang digunakan, sehingga jika bahan kimia tersebut dicampur tidak terjadi interaksi yang menghasilkan senyawa baru. Biasanya pengelompokan dilakukan berdasarkan stok hara makro, stok hara mikro, vitamin dan stok hormone, terutama jika larutan stok tidak disimpan terlalu lam. Stok hara baik mikro maupu makro dapat disimpan dalam waktu yang relative lam yaitu 4-8 minggu, sedangkan stok hormone biasanya disimpan dalam jangka waktu 2-4 minggu (Marlin dkk, 2007).
Media adalah tempat bagi jaringan untuk tumbuh dan mengambil nutrisi yang mendukung kehidupan jaringan. Media tumbuh menyediakan berbagai bahan yang diperlukan jaringan untuk hidup dan memperbanyak dirinya. Ada dua penggolongan media tumbuh yaitu media padat dan media cair. Media padat umumnya berupa padatan gel seperti agar, nutrisi dicampurkan pada agar. Media cair adalah nutrisi yang dilarutkan di air. Media cair dapat bersifat tenang atau dalam kondisi selalu bergerak tergantung kebutuhan        (Hemawan 2006).
Ada dua macam medium, yaitu media alami dan media sintetik. Media alami adalah media yang diperoleh dari jaringan hewan, misalnya serum. Media sintetik adalah media buatan, misalnya TCM (Tissue Culture Medium) mengandung nutrisi yang mendukung kehidupan sel. Media ini merupakan media sintetik yang umum (non selektif) yang memungkinkan berbagai macam sel dapat tumbuh di media tersebut. Pada TCM terkandung berbagai unsur penting seperti asam amino, glukosa, air, molekul organik, vitamin dan garam-garam yang mendukung kelangsungan hidup sel (Imron 2007).
Keberhasilan penggunaan metode kultur jaringan sangat tergantung pada media yang digunakan. Media kultur jaringan menyediakan tidak banyak unsure hara – unsure hara makro dan mikro, tetapi yang kabohidrat yang pada umnya beberapa gula untuk menggantikan karbon yang didapat dari fotosintetis. Penggunaan media ½ MS+IBA dengan konsentrasi antara 10 sampai dengan 100 mg/l yang ditambah dengan ZPT NAA 1mg/l mampu mengindukasi akar sampai 70%. Kombinasi ZPT auksin dan sitokinin yang diberikan bersamaan kedalam media yang sama nampaknya selalau berhasil
( Herawan dan M. Na”iem 2006 ).
Ada tiga cara utama yang umum dipakai dalam sterilisasi yaitu dengan penggunaan panas, menggunakan bahan kimia dan dengan cara penyaringan (filtrasi). Bila panas digunakan bersama-sama dengan uap disebut sterilisasi panas lembab atau sterilisasi basah. Bila tanpa kelembaban maka disebut sterilisasi panas kering atau sterilisasi kering. Dari pihak lain, sterilisasi kimiawi dapat dilakukan dengan menggunakan gas atau radiasi atau bahan kimiawi. Pemilihan metode didasarkan pada sifat bahan yang akan disterilkan. Yang umum digunakan secara rutin di laboratorium adalah menggunakan panas (Hadioetomo 2006).
Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur jaringan. Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin, dan hormon. Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan seperti agar, gula (digunakan sebagai sumber energi), dan lain-lain. Zat pengatur tumbuh (hormon) yang ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya maupun jumlahnya, tergantung dengan tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan. Media yang sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca. Media yang digunakan juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan autoklaf (Gilang 2009).
Alat yang digunakan untuk mensterilkan alat dan media kultur jaringan adalah autoklaf. Cara kerjanya hamper sama dengan alat masak pressure cooker sebab alat ini merupakan sebuah bejana yang dapat diisi air dan ditutup rapat-rapat. Sumber pemanas autoklaf ada yang dari listrik, tetapi ada pula yang harus diletakkan diatas kompor gas. Jika alat ini dipanaskan maka akan terdapat uap air yang tidak dapat keluar karena bejana tertutup rapat sehingga tekanan normal. Kenaikan tekanan uap ini akan menyebabkan air mendidih diatas 100 %. Apabila tekanan uap ini tidak diatur maka akan bertambah tinggi (Nugroho dan Sudito 2000).
C.  Alat, Bahan dan Cara Kerja
1.        Alat
a.    Laminar air flow
b.    petridish
c.    peralatan diseksi, pinset, piasu pames dan gunting eksplan
d.    Erlemeyer
2.        Alat pembuatan media tanam
a.    Timbangan analitik
b.    Botol-botol kultur
c.    Magnetik stirrer
d.    pH meter
e.    Gelas piala
f.      Pipet
g.    Plastik pp 0,3 mm
h.    Karet gelang
i.      Kertas label.
3.        Bahan
a.    Bahan pembuat larutan stock
·      Bahan-bahan kimia untuk nutrisi, vitamin, FeEDTA, ZPT
·      Aquadest
b.    Bahan-bahan pembuatan media
·      Larutan stok, terdiri dari hara makro dan mikro, vitamin serta ZPT (Zat Pengatur Tumbuh)
·      Agar-agar
·      Gula
·      NaOH 1 N dan HCL 1 N
4.        Cara Kerja
a.         Pembuatan Larutan Stok
Bahan-bahan kimia komponen media dibutuhkan dalam jumlah yang relatif kecil, oleh karena itu bahan-bahan tersebut disediakan dalam bentuk larutan yang disebut sebagai larutan stok.
Larutan stok merupakan larutan bahan-bahan komponen media yang besarnya telah dikalikan menjadi beberapa konsentrasi. Sehingga larutan stok ini berfungsi untuk memudahkan penimbangan dan menghindari kesalahan penimbangan bahan-bahan yang diperlukan dalam jumlah yang relatif kecil.
Langkah-langkah pembuatan larutan stok, meliputi :
1)        Larutan stok media
a)             Menimbang bahan-bahan kimia yang telah dikalikan menjadi beberapa kali konsentrasi, misalnya untuk unsur hara makro dikalikan 20 dan unsur hara mikro dikalikan 100 kali konsentrasi.
b)        Melarutkan bahan-bahan kimia tersebut ke dalam aquadest dengan volume tertentu, misalnya 500 ml.
c)         Memasukkan masing-masing larutan ke dalam botol dan menyimpannya ke dalam refrigerator.
2)        Larutan stok zat pengatur tumbuh
Zat pengatur tumbuh hanya diperlukan dalam jumlah sedikit sekali. Biasanya zat pengatur tumbuh ini dibuat dengan kepekatan 1-10 mg/ml. cara membuat larutan stok masing-masing ZPT adalah sebagai berikut :
a)         Menghitung kebutuhan bahan BAP 100 ppm sebanyak 300 ml adalah sebagai berikut :
100 ppm    = 100 mg/l
                   = 30 mg/0,3 l
                   = 30 mg/300 ml                      
b)        Menghitung kebutuhan bahan IBA 100 ppm sebanyak 100 ml adalah sebagai berikut :
100 ppm = 100 mg/l
   = 10 mg/ 0,1 l
   = 10 mg/100 ml
c)         Melarutkan bahan dengan alkohol atau NaOH 1 N kemudian ditambah dengan aquadest sampai 300 ml untuk BAP dan 100 ml untuk IBA.
d)        Memasukkan masing-masing larutan tersebut ke dalam botol dan menyimpannya ke dalam refrigerator.      





b.    Pembuatan Media Kultur
Media kultur merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan perbanyakan tanaman secara kultur jaringan. Berbagai komposisi media kultur telah diformulasikan untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang dikulturkan. Contohnya komposisi Knudson C (1946), Heller (1953), Nitsch dan Nitsch (1972), Gamborg dkk. B5 (1976), Linsmaier dan Skoog-LS (1965), Murashige dan Skoog-MS (1962) serta woody plant medium-WPM (Lloyd dan McCown, 1980). Komponen media kultur yang lengkap sebagai berikut :
1)        Air distilata (aquadest) atau air bebas ion sebagai pelarut atau solven.
2)        Hara-hara makro dan mikro
3)        Gula (umumnya sukrosa) sebagai sumber energi
4)        Vitamin, asam amino dan bahan organik lain
5)        Zat pengatur tumbuh
6)        Suplemen berupa bahan-bahan alami, jika diperlukan
7)        Agar-agar atau gelrite sebagai pemadat media.
Langkah-langkah pembuatan media (1 liter) adalah sebagai berikut :
1)        Mengambil masing-masing larutan stok sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan dan memasukkannya ke dalam gelas piala.
2)        Mengambil larutan stok ZPT sesuai dengan perlakuan, misalnya:
3)        Menambah aquadest sampai 1000 ml.
4)        Menambah gula sebanyak 30 gr.
5)        Mengatur pH dalam kisaran 5,8-6,3 dengan menambahkan beberapa tetes NaOH untuk menaikkan pH atau HCL untuk menurunkan pH. Pada saat pengukuran pH, larutan media diaduk dengan magnetik stirer.
6)        Menambahkan agar-agar 8 gr kemudian dididihkan
7)        Menuangkan larutan media ke dalam botol-botol kultur kurang lebih 25 ml tiap botol
8)        Menutup botol berisi larutan media dengan plastik
9)        Memasukkan botol-botol berisi media ke dalam autoklaf untuk proses sterilisasi pada tekanan 1,5 kg/cm2 selama 45 menit
10)     Menyimpan media pada rak penyimpan media yang bertujuan untuk mengantisipasi ada tidaknya kontaminasi pada media sehingga dapat dicegah penggunaan media yang telah terkontaminasi pada saat penanaman.
c.    Media Penanaman
Praktikum ini, menggunakan media Murashige dan Skoog (MS) yang dimodifikasi dengan penambahan ZPT BAP 2 ppm dan IAA 0,5 ppm. Media kultur tersebut digunakan untuk penanaman 4 macam eksplan dengan masing-masing eksplan diulang sebanyak 2 kali untuk setiap mahasiswa / praktikan.



D.  Hasil Pengamaatan dan Pembahasan
1.    Hasil Pengamatan
Tabel 1.1 Sterilisai Alat, Pembuatan Larutan Stock,dan Pembuatan Media


Persiapan alat dan bahan:
Sebelum pembuatan media perlu dipersiapkan alat dan bahan. Alat yang diperlukan antara lain adalah megnetic stirrer, pipet, gelas piala, botol kultur, karet dan plastik, serta kertas label. Bahan yang digunakan antara lain: gula, hara makro dan mikro, ZPT akuadest dan agar-agar
1.       


Pembuata larutan stock:
Larutan ini dibuat dengan mencampur unsur hara makro dan unsur hara mikro. Semua unsur hara diperhitungkan menurut kebutuhan masing masing. ZPT juga digunakan untuk merangsang pertumbuhan eksplan.




Pengukuran pH:
pH yang baik untuk media adalah pH yang mendekati netral. Jika larutan memiliki pH terlalu rendah maka ditambah NaOH dan jika terlalu tinggi maka ditambah HCl.



Memasukkan semua bahan ke Gelas Piala:
Semua bahan yang digunakan dicampur ke gelas piala dan di tambah akusdest hingga volume 1 L.


Penggojogan dengan magnetic stirrer:
Ini bertujuan agar media yang dibuat tidak menggumpal sebelum semua bahan berampur secara merata. Gerakan memutar karena magnetic stirrer mampu mencegah larutan menggumpal.


Memasukkan media ke botol kultur:
Media yang telah selesai dibuat kemudian dimasukkan ke botol kultur agar dapat digunakan sebagai media kultur.
Meng-Autoklaf Media:
Botol kultur berisi media ditata dalam rak autoklaf dan diautoklaf selama 45 menit agar media steril.


Botol Kultur:
Botol kultur setelah diautoklaf dalam beberapa saat setelah botol dingin sudah dapat digunakan sebagai media kultur.
        Sumber: Hasil Pengamatan
2.    Pembahasan
Praktikum ini dimulai dengan sterilisasi alat yang akan digunakan sehari sebelum pelaksanaan praktikum agar alat steril dan tidak terjadi kontaminasi pada saat melakukan praktikum kultur jaringan. Alat-alat yang digunakan harus dalam keadaan steril. Karena kondisi yang steril akan dapat menentukan berhasil tidaknya suatu kegiatan kultur jaringan. Karena jika kondisinya tidak steril, maka akan mudah terkena kontaminasi sehingga kemampuan totipotensi sel akan terhambat karena adanya kontaminan. Sebelum digunakan, alat-alat parktikum di sterilisasi terlebih dahulu. Alat-alat logam dan gelas yang digunakan pada saat penanaman dapat disterilkan dalam autoklaf.
Prinsipnya, sterilisasi autoclave menggunakan panas dan tekanan dari uap air. Temperature sterilasi biasanya 1210C, tekanan yang biasa digunakan antara 15-17,5 psi (pound per square inci) atau 1 atm. Lamanya sterilisasi tergantung dari volume dan jenis. Namun pada praktikum kali ini sterilisasi dilakukan selama 45 menit dengan 30 menit pertama untuk sterilisasi dan 15 menit berikutnya untuk proses drying.
Sterilisasi alat dan pembutan media kultur ini merupakan salah satu yang paling penting, maka dari itu bahan dan alat yang diperlukan sangat penting.  Media yang dihasilkan yaitu media agar-agar, karena penggunaan media agar-agar merupakan paling mudah. Media kultur yang baik adalah bebas dari jamur dan bakteri, kandungan ZPT tepat sesuai dengan yang dibutuhkan, serta tertutup rapat agar udara tidak biasa masuk atau terkontaminasi.
Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur jaringan. Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin, dan hormon. Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan seperti agar, gula, dan lain-lain. Zat pengatur tumbuh yang ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya maupun jumlahnya, tergantung dengan tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan. Media yang sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca. Media yang digunakan juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan autoklaf (Udayana 2008).
Pembuatan larutan stok merupakan langkah awal pembuatan media yang dipilih. Larutan stock dibuat dengan melarutkan unsur hara makro, unsur hara mikro, vitamin serta ZPT pada magnetik stirer. Secara umum, bahan yang digunakan untuk membuat media biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin, dan hormone. Selain itu perluditambahkan bahan tambahan seperti agar, gula, dan lain-lain. Zat pengatur tumbuh yang ditambahkan juga bervariasi baik jenis maupun jumlahnya,tergantung dengan kultur jaringan yang akan dilakukan.
Larutan Stock dan Media dibuat dengan melarutkan bahan-bahan seperti unsur hara makro dan mikro, vitamin, gula, agar-agar serta BAP ke dalam akuadest yang telah dimasukkan ke gelas piala pada magnetik stirer. Ini dilkukan agar larutan tidak mengendap terlalu cepat sebelum tercampur rata. Setelah larutan mulai menghasilkan buih pada dasar gelas piala, larutan dipindahkan/dimasukkan pada botol kultur kira-kira sebanyak 25ml dengan setiap botol setelah diisi larutan segera ditutup dengan plastik dan ditali karet sebanyak 2 lapisan. Lapisan pertama 2 plastik serta lapisan 2 dengan 1 plastik masing masing dengan 2 karet gelang. Setelah itu botol-botol disusun di autoclaf dan di sterilisasi selama 45 menit. Setelah iti disimpan di rak-rak kultur.
Ciri-ciri media yang baik pada kultur jaringan:
a.    Media padat, dan tidak lembek.
b.    Memiliki pH yang sesuai untuk kehidupan tanaman.
c.    Mengandung semua unsur hara yang diperlukan tanaman.
d.    Jika diperlukan dapat ditambahkan dengan ZPT untuk perlakuan
ZPT (zat pengatur tumbuh) dibuat agar tanaman memacu pembentukan fitohormon (hormon tumbuhan) yang sudah ada di dalam tanaman atau menggantikan fungsi dan peran hormon bila tanaman kurang dapat memproduksi hormon dengan baik. Sitokinin, hormon tumbuhan turunan adenin berfungsi untuk merangsang pembelahan sel dan diferensiasi mitosis, disintesis pada ujung akar dan ditranslokasi melalui pembuluh xylem. Aplikasi Untuk merangsang tumbuhnya tunas pada kultur jaringan atau pada tanaman induk, namun sering tidak optimal untuk tanaman dewasa. Sitokinin alami terdapat pada air kelapa, golongan sitokinin: Kinetin, Benziladenin (BA), 2I-P, Zeatin, Thidiazuron, dan PBA.
Senyawa sumber unsur hara makro diperlukan dalam jumlah yang cukup besar. Oleh karena itu dibuat dalam stok larutan tunggal, selain itu jenis anion senyawa sumber unsur hara makro tidak sama. hal tersebut akan memungkinkan percepatan pengendapan larutan bila dibuat larutan stok tunggal. Hara makro tersebut meliputi, Nitrogen (N), Fosfor (P), Kalium (K), Kalsium (Ca), Sulfur (S) dan Magnesium (Mg). Kegunaan unsur hara makro tersebut dalam kultur jaringan adalah sebagai berikut:
1.     Nitrogen (N), diberikan dalam bentuk NH4NO3, NH2PO4, NH2SO4. Berfungsi untuk membentuk protein, lemak, dan berbagai senyawa organik lain, morfogenesis (pertumbuhan akar dan tunas), pertumbuhan dan pembentukan embrio, pembentukan embrio zigotik dan pertumbuhan vegetatif.
2.     Fosfor (P), diberikan dalam bentuk KH2PO4. Berfungsi untuk metabolisme energi, sebagai stabilitor membran sel, pengaturan metabolisme tanaman, pengaturan produksi pati/amilum, pembentukan karbohidrat, sangat penting dalam transfer energi, protein, dan sintesis asam amino serta konstribusi terhadap struktur dan asam nukleat.
3.    Kalium (K), diberikan dalam bentuk CaCl2.2H2O. Berfungsi untuk pemanjangan sel tanaman, memperkuat tubuh tanaman, memperlancar metabolisme dan penyerapan makanan, ion kalsium ditransfer secara cepat menyebrangi membran sel dan mengatur pH dan tekanan osmotik di antara sel.
4.    Kalsium (Ca), diberikan dalam bentuk CaCl2.2H2O. Berfungsi untuk merangsang bulu-bulu akar, penggandaan atau perbanyakan sel dan akar, pembentukan tabung polen, dinding dan membran sel lebih kuat, tahan terhadap serangan patogen, mengeraskan batang, memproduksi cadangan makanan.
5.    Sulfur (S), Unsur S merupakan unsur yang penting untuk pembentukan beberapa jenis protein, seperti asam amino dan vitamin B1. Unsur S juga berperan penting dalam pembentukan bitil-bintil akar.
6.    Magnesium (Mg), diberikan dalam bentuk MgSO4.7H2O. Berfungsi untuk meningkatkan kandungan fosfat, pembentukan protein
(Susilowati dan Liatyawati 2001)
Unsur hara mikro sangat sedikit diperlukan dalam pembuatan media. Larutan hara mikro dibuat dengan kepekatan 20 kali konsentrasi akhir media dan bahan yang diperlukan masih cukup kecil jumlahnya. Oleh karena itu larutan stok unsur hara mikro dapat dibuat sebagai stok campuran. Besarnya konsentrasi senyawa mikro yang digunakan sangat kecil yaitu berukuran mikromolar, antara lain: besi (Fe), mangan (Mn), boron (Bo), tembaga (Cu), seng (Zn), Iodine (I), molybdenum (Mo), cobalt (Co). Unsur-unsur tersebut adalah merupakan komponen protein sel tanaman yang penting dalam proses metabolisme dan proses fisiologi. Unsur hara mikro adalah hara yang dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit. Unsur hara mikro ini merupakan komponen sel tanaman yang penting dalam proses metabolisme dan proses fisioligi lainnya.
E.   Kesimpulan dan Saran
1.        Kesimpulan
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
a.    Sterilisasi sangat penting untuk dilakukan untuk menghilangkan kontaminan.
b.    Sterilisasi alat dan botol kultur berisi larutan di sterilisasi menggunakan autoklaf.
c.    Larutan Stock terdiri atas unsur hara makro, mikro, vitamin serta ZPT yang penting bagi tanaman.
d.    Media merupakan faktor penentu keberhasilan Kultur jaringan, media yang baik dan sesuai akan mendukung keberhasilan kultur jaringan.
e.    Pemberian ZPT harus pada konsentrasi yang tepat, agar pertumbuhan tanaman normal.
2.        Saran
Saran untuk praktikum acara Sterilisasi, Pembuatan Larutan Stock dan Media ini adalah diharapkan agar praktikan dapat menjaga kondisi tempat maupun media agar tetap steril karena dapat mempengaruhi pada pertumbuhan eksplan.







DAFTAR PUSTAKA
Hadioetomo, P.S 2006. Mikrobia Dasar Dalam Praktek, Teknik dan Prosedur Dasar Laboratorium. Gramedia. Jakarta.
Hemawan, T. dan Na’iem 2006. Pengaruh Jenis Media dan Konsentrasi Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Perakaran pada Kultur Jaringan Cendana (Santalum album Linn.). Jurnal Agrosains. Vol 19 (2) : 103-109.
Hendaryono dan Ir Ari Wijayani, 2007. Teknik Kultur Jaringan. Yogyakarta:             Kanisius
Imron, A. Tamyis Ali 2007. Sterilisasi Alat Dan Pembuatan Medium Kultur. http://cyber-biology.blogspot.com/2008/09/div-alignjustify-laporan-praktikum.html. Diakses pada tanggal 24 maret 2014.
Marlin 2012. Penuntun Praktikum Kultur Jaringan. Bengkulu: Fakultas        Pertanian Universitas Bengkulu.
Nugroho, A dan Sudito 2000. Teknik Kultur Jaringan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Tulecke, W., L.H. Weinstein, A. Rutner, and H.J. Laurencot 2001. The Biochemical Composition of Coconut Water (Coconut Milk) as Related to its Use in Plant Tissue Culture. Journal of Plant Research 5 (1) : 235-241
Udayana. 2008. Kultur jaringan tanaman. http://www.fp.unud.ac.id/biotek/kultur-jaringan-tanaman.htm. Diakses pada tanggal 20 maret 2014.
            Susilowati, Ari. Shanti Listyawati 2001. Keanekaragaman Jenis Mikroorganisme           Sumber Kontaminasi Kultur In vitro di Sub-Lab. Biologi Laboratorium         MIPA Pusat UNS. Jurnal Biodiversitas Volume 2 No. 1 hlm 110-114.












II.                KULTUR UMBI
(BAWANG MERAH, BAWANG PUTIH, UMBI JALAR DAN KENTANG)
A.     Pendahuluan
1.      Latar Belakang
Kultur jaringan merupakan suatu teknik isolasi bagian tanaman, seperti jaringan, organ atau embrio, lalu dikultur pada medium buatan yang steril sehingga bagian tanaman tersebut mampu bergenerasi dan berdiferensiasi menjadi tanaman lengkap. Metode kultur jaringan dapat menghasilkan tanaman baru dalam jumlah yang banyak dalam waktu yang relatif singkat, dimana tidak bergantung pada musim. Keunggulan lain dari kultur jaringan yaitu memperoleh sifat fisiologi Kultur Jaringan Tembakau  dan morfologi sama persis dengan tanaman induknya. Sehingga penyediaan bibit akan selalu terpenuhi dan bibit yang akan disebar ke masyarakat bersifat persis dengan tanaman induknya.
Konsep awal dari kultur jarngan adalah diketahuinya kemampuan totipotensi dari sel tumbuhan. Totipotensi sel (Total Genetic Potential), artinya setiap sel memiliki potensi genetik seperti zigot yaitu mampu memperbanyak diri dan berediferensiasi menjadi tanaman lengkap. Misalnya bagian akar mampu membentuk batang serta daun.
Indonesia memiliki beragam tanaman bahan makanan ataupun tanaman yang merupakan tanaman yang penting untuk mendukung kehidupan manusia terutama untuk konsumsi (bahan pangan), salah satunya adalah jenis tanaman Umbi-umbian. Tanaman umbi-umbian ini banyak ditemukan pada daerah pegunungan. Namun masih ditemui beberapa masalah seperti misalnya sulitnya perbanyakan tanaman secara konvensional. Oleh karena itu perlu adanya perbanyakan secara massal namun dengan cara yang efektif dengan kultur jaringan.
17
 
2.      Tujuan
Tujuan dari praktikum Kultur Jaringan acara 2 Kultur Umbi (Bawang Merah, Bawang Putih, Umbi Jalar dan Kentang ini adalah untuk
a.       Mengetahui sterilisasi Kultur Umbi
b.      Mempelajari cara penanaman Kultur Umbi
c.       Mengetahui pengaruh media terhadap kultur Umbi
3.      Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum acara 2 Kultur Umbi (Bawang Merah, Bawang Putih, Umbi Jalar dan Kentang ini dilaksanakan pada 10 april 2014 di Laboratorium Kultur Jaringan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
B.     Tinjauan Pustaka
Siung bawang putih kelihatannya utuh, tetapi sebenarnya di bagian dalam terdapat lubang kecil dari dasar sampai ke ujung siung. Di dalam lubang kecil ini, di dalam siung bagian bawah terdapat tunas-tunas vegetatif yang terdiri dari calon-calon tanaman baru. Calon daun yang paling luar nantinya tumbuh menembus ke luar siung melalui lubang kecil dalam siung. Kemudian, daun paling luar ini tidak tumbuh lagi setelah daun-daun di dalamnya sudah keluar (Wibowo 2009).
Menurut Rubatsky (2000), Hal – hal yang harus diperhatikan dalam sterilisasi eksplan ialah kondisi bahan eksplan, kondisi lingkungan (suhu, kelembaban, dan  intensitas cahaya), alat – alat dissecting set, keadaan ruangan, kondisi laminar air flow, cara kerja seseorang dalam mengkulturkan eksplan. Kondisi bahan eksplan yang digunakan diambil dari tanaman yang sehat tidak mengalami kotaminasi, berasal dari jaringan yang masih muda (jaringan yang sel – selnya bersifat meristematik). Kondisi lingkungan yang mendukung seperti, kelembaban yang optimum tidak terlalu tinggi maupun rendah.  Kelembaban yang terlalu rendah meyebabkan eksplan mudah terkontaminasi, dan kelembaban yang telalu  tinggi membuat media cepat mengering.  Suhu yang dibutuhkan sekitar 250C untuk menyimpan eksplan. 
Pencahayaan umumnya membutuhkan intensitas  800 – 3000 lux untuk kondisi bercahaya atau bahkan gelap total. Alat – alat dissecting set yang digunakan harus disterilisasikan dengan alkohol 90% dan dilewatkan dengan api. Alat – alat yang digunakan harus dipastikan benar – benar steril.  Ruangan dan Laminar air flow cabinet juga harus disterilisasikan juga agar terbebas dari kontaminasi. Cara kerja dalam mengkulturkan eksplan harus menggunakan teknik yang aseptik, sehingga bahan ekspan yang dikulturkan benar – benar steril tanpa adanya kontaminasi (Hendaryono dan Wijayani 2006).
Sterilisasi eksplan merupakan tahap yang sangat menentukan keberhasilan kultur jaringan tumbuhan. Mencegah dan menghindari kontaminasi merupakan hal yang mutlak dilakukan pada seluruh rangkaian percobaan kultur jaringan tumbuhan karena lingkungan yang aseptis harus selalu dijaga. Kontaminan dalam kultur jaringan tumbuhan adalah segala bentuk organisme atau mikroorganisme lain yang tumbuh pada media biakan jaringan di lingkungan aseptis. Sumber kontaminan bisa berasal dari mikroorgansime yang tumbuh pada material tanaman yang dibiakkan, alat-alat yang digunakan, dan lingkungan tempat penyimpanan biakan di ruang inkubasi. Kontaminan yang umum dijumpai adalah bakteri, jamur, dan khamir (Ermayanti 2003).
Solanum tuberosum atau yang lebih dikenal sebagai kentang merupakan tanaman setahun, bentuk sesungguhnya menyamak dan bersifat menjalar. Batangnya berbentuk segi empat, panjang bisa mencapai 50 – 120 cm dan tidak berkayu. Batang dan daun berwarna hijau kemerah-merahan atau keungu-unguan. Akar tanaman menjalar dan berukuran sangat kecil bahkan sangat halus. Selain mempunyai organ-organ di atas, kentang juga mempunyai organ umbi. Umbi tersebut berasal dari cabang samping yang masuk ke dalam tanah. Cabang ini merupakan tempat untuk menyimpan karbohidrat sehingga membengkak dan bisa dimakan. Umbi bisa mengeluarkan tunas dan nantinya akan membentuk cabang-cabang baru. Kentang termasuk tanaman setahun yang ditanam untuk dipanen umbinya. Umbi kentang merupakan ujung stolon yang membesar  dan merupakan organ penyimpanan yang mengandung karbohidrat yang tinggi (Setiadi dan Nurulhuda 2004). Dalam sistematika tumbuhan, tanaman kentang diklasifikasikan ke dalam :
Divisio              : Spermatophyta
Subdivisio         : Angiospermae
Kelas               : Dicotyledoneae
Ordo                : Solanales
Familia             : Solanaceae
Genus               : Solanum
Spesies             : Solanum tuberosum L. (Setiadi 2009).
Ubi jalar adalah tanaman dikotiledon tahunan dengan batang panjang menjalar dan daun berbentuk jantung hingga bundar yang tertopang tangkai daun tegak dan biasanya terlihat serupa semak. Tanaman ubi jalar memiliki kemampuan untuk berproduksi tinggi, bahkan juga pada tanah yang tidak subur (Rubatzky 2001).
Ubi jalar mempunyai sifat fisik, seperti bentuk; warna, kulit dan daging serta tekstur yang bervariasi menurut varietasnya. Bentuk dan ukuran umbi merupakan salah satu kriteria mutu yang langsung mempengaruhi harga. Bentuk umbi yang mendekati bulat lonjong dan tidak banyak bengkokan akn mempermudah tahap pengupasan. Ukuran umbi yang sedang (berat 200-250 gr) waktu pengupasan relatif cepat dibandingkan umbi yang kecil atau besar. Bentuk dan ukuran yang ideal tersebut akan menguntungkan bagi produsen maupun tenaga kerja (Darmadjati dan Widyowati 2006).
Menurut Rukmana (2007), Bawang merah merupakan sayuran umbi yang multiguna, dapat digunakan sebagai bumbu masakan, sayuran, penyedap masakan, disamping sebagai obat tradisional karena efek antiseptik senyawa anilin dan alisin yang dikandungnya. Komoditas sayuran ini termasuk ke dalam kelompok rempah tidak bersubstitusi yang berfungsi sebagai bumbu penyedap makanan serta bahan obat tradisional Bahan aktif minyak atsiri bawang merah terdiri dari sikloaliin, metilaliin, kaemferol, kuersetin, dan floroglusin. Rata-rata produksi bawang merah nasional saat ini masih rendah. Rendahnya daya produksi bawang merah antara lain disebabkan karena sedikitnya kultivar-kultivar unggul dan proses pengolahan pertanian yang kurang baik (Wibowo 2009).
Membuat dan menjaga kondisi tetap aseptis merupakan salah satu problem kultur jaringan. Sifat spora jamur yang kecil dan ringan membuatnya mudah terbawa oleh aliran udara. Media kultur yang kaya akan nutrisi merupakan lahan yang sangat baik untuk pertumbuhan bakteri dan jamur. Bila spora kontak dengan media akan segera membentuk koloni dan tumbuh sangat cepat sehingga mengganggu pertumbuhan kultur (Bidwell 2001).
C.     Alat, Bahan, dan Cara Kerja
1.      Alat
a.       Pisau Scapel
b.      Petridish
c.       Botol kultur kosong
d.      Bunsen
e.       Sprayer
f.        Pinset
g.       LAF
h.       Plastik wrap
i.         Karet gelang
j.        Tissue
2.      Bahan
a.       Eksplan: bawang putih, bawang merah, kentang dan ubi jalar
b.      Media kultur
c.       Alkohol 70%
d.      Akuadest steril
e.       Spirtus
f.        Chlorox (Sunelin)

3.      Cara Kerja
a.       Mempersiapkan bahan ubi jalar dan kentang
Menyemai semua bahan tanam kentang dan ubi jalar hingga tumbuh tunas
b.      Sterilisasi ubi jalar dan kentang
1)      Mengambil tunas dengn mengikutsertakan sedikit daging buah
2)       Memotong kentang dan ubi jalar hingga setinggi 6 cm.
3)      Mencuci tunas dengan air mengalir hingga bersih
4)      Memasukkan kembali ke dalam botol kosong lainnya lalu isi akuadest diulang sebanyak 3 kali atau sampai bersih.
c.       Penanaman kentang dan ubi jalar
1)      Menyiapkan alat-alat yang akan digunakan serta membersihkan LAF
2)      Eksplan steril dimasukkan ke LAF
3)      Mengambil eksplan lalu direndam dalam clorox 8-8 menit
4)      Diangkat lalu diletakkan pada botol kosong dan dipindahkan satu persatu ke petridish
5)      Memotong tunas 2,5 cm dan tetap mengikutsertakan daging buah
6)      Mencelupkan tunas pada larutan spirtus lalu di bakar
7)      Mengkupas dan membersihkan kembalu tunas setelah dibakar
8)      Membuka botol kultur berisi media lalu dibersihkan
9)      Menanam eksplan pada media dan menutup kembali dan ditutup dengan plastik wrap dan diberi label
d.      Persiapan bahan tanam bawang merah dan bawang putih
1)      Mengupas lapisan kulit terluar dari bawang putih dan bawang merah
2)      Mencuci bersih eksplan bawang putih dengan sabun cair
3)      Membilas dengan akuades sebanyak 2 kali
e.       Sterilisai eksplan bawang merah dan bawang putih
1)      Memindahkan bawang putih ke dalam akuades steril yang sudah tersedian di dalam LAF
2)       Merendam eksplan ke larutan, selanjutnya dengan clorox 5,25% (sunclin 100%) selama 6 menit
3)      Membilas dengan akuades
f.        Penanaman eksplan bawang merah
1)      Mempersiapkan alat-alat yang akan digunakan serta membersihkan LAF
2)      Eksplan steril dimasukkan ke LAF
3)      Membersihkan bawang dengan mengupas kulit terluar dengan pisau scapel
4)      Mencelupkan eksplan ke sirtus lalu diapi-apikan
5)      Mengupas kulit luar bawang merah selanjutnya
6)      Mencelupkan eksplan ke sirtus lalu diapi-apikan
7)      Memotong eksplan 1/3 dari umbi
8)      Menanam eksplan setelah dipotong ke dalam botol kultur berisi media yang telah dibersihkan sebelumnya
9)      Menutup botol dangan plastik wrap dan diikat dengan karet serta diberi label
g.       Penanaman eksplan bawang putih
1)      Mengambil bawnag putih yeng telah direndam chlorox 6 menit
2)      Memotong 1/3 bagian dari bawang putih
3)      Mencelupkan potongan ke spirtus lalu diapi-apikan
4)      Menanam eksplan ke media tanam yang ada di botol kultur
5)      Menutup botol kultur dengan menggunakan plastik dan diikat dengan karet
6)      Selama penanaman, mulut botol harus selalu dekat api untuk menghindari kontaminasi
h.       Pemeliharaan bahan tanam umbi
1)      Menempatkan botol-botol kultur berisi media ke rak kultur
2)      Lingkuangan diluar botol harus terjaga kelembaban, suhu dan cahayanya.
3)      Menyemprot botol kultur dengan spirtus 2 hari sekali.
i.         Pengamatan bahan tanam umbi selama 5 minggu dengan mengamati
1)      Saat muncul akar, tunas, daun dan kalus diamai setiap hari
2)      Jumlah akar, tunas, daun diamati seminggu sekali
3)      Deskripsi tunas, dilakukan pada akhir pengamatan
4)      Prosentase keberhasilan dilakukan pada akhir pengamatan
D.    Hasil Pengamatan dan Pembahasan
1.         Hasil Pengamatan
Tabel 2.1 Pengaruh Media terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Kultur Ubi Jalar (Ipomoea batatas)
Eksplan
Tanggal
Saat muncul (HST)
Jumlah
Keterangan
Akar
Tun
a
s
Daun
Kalus
Akar
Tun
a
s
Daun
kontam (bakteri/ jamur) /hidup
Ubi Jalar
03-04-‘14
-
-
-
-
-
-
-
Hidup
10-04-‘14
-
-
-
-
-
-
-
Kontaminasi Jamur/ Mati
  Sumber: laporan sementara
Gambar 2.1. Eksplan Ubi jalar (Ipomoea batatas) terkontaminasi
2.         Pembahasan
Teknik kultur jaringan memanfaatkan prinsip perbanyakan tumbuhan secara vegetatif. Berbeda dari teknik perbanyakan tumbuhan secara konvensional, teknik kultur jaringan dilakukan dalam kondisi aseptik di dalam botol kultur dengan medium dan kondisi tertentu. Karena itu teknik ini sering kali disebut kultur in vitro. Dikatakan in vitro (Bahasa Latin), berarti “di dalam kaca” karena jaringan tersebut dibiakkan di dalam botol kultur dengan medium dan kondisi tertentu.
Pelaksanaan teknik ini memerlukan berbagai prasyaratan untuk mendukung kehidupan jaringan yang dibiakkan. Yang paling esensial adalah wadah dan media tumbuh yang steril. Media adalah tempat bagi jaringan untuk tumbuh dan mengambil nutrisi yang mendukung kehidupan jaringan. Media tumbuh menyediakan berbagai bahan yang diperlukan jaringan untuk hidup dan memperbanyak dirinya. Ada dua penggolongan media tumbuh: media padat dan media cair. Media padat pada umumnyaberupa padatan gel, seperti agar. Nutrisi dicampurkan pada agar. Media cair adalah nutrisi yang dilarutkan di air. Media cair dapat bersifat tenang atau dalam kondisi selalu bergerak, tergantung kebutuhan (Willadsen 2007).
Praktikum ini digunakan eksplan berupa ubi jalar. Ubi jalar dipilih bagian tunasnya kemudian dipotong kira-kira 2 cm membentuk dadu. Kemudian dibersihkan dengan air bersih dan sabun. Setelah itu dilakukan sterilisasi di dalam larutan clhorox 6% selama kirang lebih 4 menit. Setelah itu tanaman bisa dikulturkan ke media kurtur di botol botol kulur secara aseptik di dalam LAF.
Praktikum ini digunakan ZPT pada media tanamnya. ZPT (zat pengatur tumbuh) dibuat agar tanaman memacu pembentukan fitohormon (hormon tumbuhan) yang sudah ada di dalam tanaman atau menggantikan fungsi dan peran hormon bila tanaman kurang dapat memproduksi hormon dengan baik. Sitokinin, hormon tumbuhan turunan adenin berfungsi untuk merangsang pembelahan sel dan diferensiasi mitosis, disintesis pada ujung akar dan ditranslokasi melalui pembuluh xylem. Aplikasi Untuk merangsang tumbuhnya tunas pada kultur jaringan atau pada tanaman induk, namun sering tidak optimal untuk tanaman dewasa. Merk dagang antara lain: Novelgrow. Sitokinin alami terdapat pada air kelapa.golongan sitokinin : Kinetin, Benziladenin (BA), 2I-P, Zeatin, Thidiazuron, dan PBA. Zat pengatur tumbuh yang sering digunakan untuk merangsang terbentuknya tunas pada kultur in vitro adalah sitokinin (BAP). Aktivitas kultur  jaringan, BAP berperan dalam pembentukan tunas, menstimulir terjadinya pembelahan sel, proliferasi kalus, mendorong proliferasi meristem ujung, serta mendorong pembentukan klorofil pada kalus. Bila konsentrasi BAP semakin meningkat maka jumlah tunas yang terbentuk juga meningkat (Surono 2010).
Penanaman kultur dilakukan di dalam LAF agar terjadi keadaan yang aseptik sehingga keberhasilan kultur dapat terjadi. Keberhasilan kultur selain dipengaruhi oleh keadaan yang aseptik juga karena kondisi genetik bahan tanaman, kondisi genetik tanaman yang memang dalam keadaan bagus akan menunjang keberhasilan kultur tanaman.
Zat  pengatur tumbuh  dari golongan auksin berperan antara lain dalam pembentukan  kalus, morfogenesis akar dan  tunas serta  embriogenesis. Pemilihan konsentrasi dan jenis auksin  ditentukan antara lain oleh tipe pertumbuhan dan perkembangan  eksplan yang dikehendaki.  Penggunaan auksin dengan daya  aktivitas kuat (antara lain 2,4-D, NAA atau dikombinasikan  dengan sitokinin dengan konsentrasi rendah)  umumnya digunakan untuk induksi kalus embriogenik. Selain itu, jenis dan konsentrasi hormon, jenis asam amino serta rasio auksin dan sitokinin sangat menentukan dalam menginduksi pembentukan kalus ( Purnamaningsih 2006).
Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa eksplan berupa ubi jalar tidak tumbuh pada minggu kedua selain itu juga terdapat kontaminasi. Kontaminan berupa jamur berwarna putih kecoklatan. Kontaminan diketahui berupa jamur karena terdapat hifa di sekitar tanaman di permukaan media tanam. Pada praktikum ini kontaminan berasal dari bahan tanam. Hal ini karena kontaminan terdapat di sekitar tanaman eksplan. Kontaminan ini bisa berasal dari steririsasi yang kurang baik sehingga jamur dapat masuk ke media tanam dan mengganggu jalanya kurtur jaringan.






















E.     Kesimpulan dan Saran
1.      Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa:
a.         Konsentrasi ZPT pada kultur jaringan harus tepat.
b.        Kultur ubi jalar pada praktikum ini tidak tumbuh karena adanya kontaminan.
c.         Kontaminan muncul di sekitar eksplan
d.        Kontaminan berupa jamur berwarna putih kecoklatan.
e.         Kontaminan berasal dari tanaman eksplan yang belum benar-benar steril saat sterisisasi bahan.
2.      Saran
Saran untuk praktikum ini adalah sebaiknya praktikan saat tidak sedang melakukan kegiatan kultur di ruang kultur diusahakan untk keluar agar tidak menjadi sumber kontaminan saat dilakukannya kultur jaringan.
















DAFTAR PUSTAKA
Bidwell, R.G.S 2001. Plant Physiology. Second Edition. New York: Mac Millan       Publishers Co.
Damarjati .D.S dan S. Widyowati 2006. Pemanfaatan Ubi Jalar Dalam Program                      Difersifikasi     Guna Mensukseskan Swasembada Pangan. Dalam Edisi       Khusus Balittan Malang No.3-   1994 balittan. Malang
Ermayanti, T.M 2003. Mengenal dan Mengatasi Kontaminan Pada Biak Jaring       Tanaman. Warta Biotek tahun XI No.3. Jakarta: Penebar Swadaya.
Hendaryono DPS, Wijayani A. 2006. Teknik Kultur Jaringan. Yogyakarta:    Kanisius.
Purnamaningsih R 2006. Induksi Kalus dan Optimasi Regenerasi Empat Varietas Padi melalui Kultur In Vitro. Jurnal AgroBiogen 2(2): 74-80.
Rubatzky 2000. Sayuran Dunia I: Prinsip Produksi dan Gizi. Bandung:  ITB Press.
Setiadi 2009. Budidaya Kentang. Jakarta: Penebar Swadaya.
Setiadi dan Nurulhuda 2004 S. I . Kentang. Jakarta: Penebar Swadaya.
Surono A 2010. Tissue Culture and Orchidologi. J. Plant Protection 3(1): 15-20.  
Wibowo, S 2009. Budidaya Bawang. Jakarta: Penebar Swadaya.
Willadsen, S.M 1979. A Method For Culture Of Micromanipulated Sheep Embryos And Its Use To Produce Monozygotic Twins. J. Nature, 277 :298-300
















III.             KULTUR TANAMAN KHASIAT OBAT

(KENCUR, JAHE, KUNYIT DAN TEMULAWAK)
A.     Pendahuluan
1.      Latar Belakang
Indonesia termasuk salah satu negara penghasil rempah-rempah terbesar di dunia. Karena rempah-rempah itu pula lah Indonesia pernah di jajah negara lain. Sebenarnya apa sih yang dimaksud rempah-rempah itu. Rempah-rempah adalah bagian tumbuhan yang beraroma atau berasa kuat yang digunakan dalam jumlah kecil di makanan sebagai pengawet atau penambah rasa dalam masakan. Rempah-rempah biasanya dibedakan dengan tanaman lain yang digunakan untuk tujuan yang mirip, seperti tanaman obat, sayuran beraroma, dan buah kering.
Rempah-rempah merupakan barang dagangan paling berharga pada zaman prakolonial. Banyak rempah-rempah dulunya digunakan dalam pengobatan, tetapi sekarang ini berkurang. Rempah-rempah adalah salah satu alasan mengapa penjelajah Portugis Vasco Da Gama mencapai India dan Maluku. Rempah-rempah ini pula yang menyebabkan Belanda kemudian menyusul ke Maluku, sementara Spanyol di bawah pimpinan Columbus telah lebih dahulu mencari jalan ke Timur melalui jalan lain dan akhirnya malah mendarat di benua Amerika.
30
Banyaknya manfaat dari rempah-rempah ini tentu akan memiliki nilai ekonomis tinggi jika mampu dikelola dengan baik. Oleh karena itu perlu perbanyakan untuk menghasilkan tanaman yang banyak dengan waktu singkat. Salah satu cara perbanyakan yang efektif adalah dengan kultur jaringan.

2.      Tujuan Praktikum

Tujuan praktikum Teknologi Kultur Jaringan Acara Kultur Tanaman Khasiat Obat (Kencur, Jahe, Kunyit dan Temulawak) adalah sebagai berikut:
a.       Mengetahui teknik kultur jaringan jahe, kunyit, kencur dan temulawak.
b.      Mengetahui pengaruh BAP dan IBA terhadap pertumbuhan dan perkembangan eksplan jahe, kunyit, kencur dan temulawak.
3.      Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum acara Kultur Tanaman Khasiat Obat ini dilaksanakan pada kamis, 27 Maret 2014 di Laboratorium Fisiologi Tanaman dan Bioteknologi Fakultas Pertanian Sebelas Maret Surakarta.

B.     Tinjauan Pustaka

Metode kultur jaringan dikembangkan untuk membantu memperbanyak tanaman, khususnya untuk tanaman yang sulit dikembangbiakkan secara generatif. Bibit yang dihasilkan dari kultur jaringan mempunyai beberapa keunggulan, antara lain: mempunyai sifat yang identik dengan induknya, dapat diperbanyak dalam jumlah yang besar sehingga  tidak terlalu membutuhkan tempat yang luas, mampu menghasilkan bibit dengan jumlah besar dalam waktu yang singkat, kesehatan dan mutu bibit lebih terjamin, kecepatan tumbuh bibit lebih cepat dibandingkan dengan perbanyakan konvensional (Yusnita, 2003). Teori dasar dari kultur in vitro ini adalah totipotensi. Teori ini mempercayai bahwa setiap bagian tanaman dapat berkembang biak karena seluruh bagian tanaman terdiri atas jaringan-jaringan hidup. Oleh karena itu, semua organisme baru yang berhasil ditumbuhkan akan memiliki sifat yang sama persis dengan induknya (Khan 2000)

Beberapa metode penelitian kultur jaringan telah dilakukan untuk meningkatkan keragaman genetik tanaman yaitu melalui metode keragaman somaklonal, seleksi in vitro, kultur anter, penyelamatan embrio, dan fusi protoplas (Mariska 2003). Penelitian perbaikan tanaman melalui kultur in vitro sering dipertanyakan dan ditanggapi, sebagai penelitian yang mudah dan tidak berbobot, bahkan mulai ditinggalkan. Tetapi penelitian ini tetap dilakukan terutama pada spesies tanaman yang selalu diperbanyak secara vegetatif serta pada tanaman yang tidak berbunga. Apabila setiap regeneran baru tetap diteliti terus menerus (berkelanjutan) sampai di lapang, maka pada akhirnya akan diperoleh nomor-nomor harapan dengan sifat yang diharapkan.

Kencur merupakan tanaman berimpang yang tumbuh subur di daerah dataran rendah atau pegunungan yang tanahnya gembur dan tidak terlalu banyak air. Jumlah helaian daun kencur tidak lebih dari 2 - 3 lembar dengan susunan berhadapan. Tanaman yang daunnya bulat melebar dengan ujung mengecil, berwarna hijau gelap ini memiliki batang semu yang tergolong pendek dengan tinggi 10 hingga 50 cm. Rimpang kencur tumbuh bergerombol dan bercabang - cabang. Warna rimpang cokelat gelap dan berkesan mengkilap. Kencur juga bisa berbunga, yang muncul disela - sela daun bentuknya kecil (Pantastico 2007).

Temulawak juga mengandung zat gizi antara lain karbohidrat, protein dan lemak serta serat kasar mineral seperti kalium ( K ), natrium ( Na), magnesium (Mg ), zat besi (Fe), mangan (Mn ) dan Kadmium ( Cd). Komponen utama kandungan zat yang terdapat dalam rimpang temulawak adalah zat kuning yang disebut ” kurkumin” dan juga protein ,pati, serta zat – zat minyak atsiri.Minyak atsiri temulawak mengandung phelandren, kamfer, borneol, xanthorrizol, tumerol dan sineal (Sudarmadji 2006).

Teknik kultur jaringan memanfaatkan prinsip perbanyakan tumbuhan secara vegetatif. Berbeda dari teknik perbanyakan tumbuhan secara konvensional, teknik kultur jaringan dilakukan dalam kondisi aseptik di dalam botol kultur dengan medium dan kondisi tertentu. Karena itu teknik ini sering kali disebut kultur in vitro. Dikatakan in vitro (Bahasa Latin), berarti “di dalam kaca” karena jaringan tersebut dibiakkan di dalam botol kultur dengan medium dan kondisi tertentu (Hameed 2006).

Kunyit ialah herba saka yang tingginya boleh mencapai sehingga 1 m. Tanaman ini tidak memiliki batang sejati tetapi hanya berupa pelepah daun yang berperanan sebagai batang palsu.Batang merupakan batang semu, tegak, bulat, membentuk rimpang dengan warna hijau kekuningan dan tersusun dari pelepah daun ( agak lunak ) (Winarno 2000).
Jahe (Zingiber gramineum BI) adalah salah satu bumbu dapur yang sudah lama dimanfaatkan sebagai tanaman obat. Semula penggunaannya hanya berdasarkan kebiasaan orang tua zaman dahulu, yang diwariskan secara turun temurun. Namun, seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan dilengkapi dengan penelitian yang mendukung, jahe mulai dimanfaatkan secara komersial
(Lentera Tim 2002).
Jahe (Zingiber gramineum BI) berupa terna berbatang semu, tinggi sampai 1 m. Tumbuh membentuk rumpun dengan batang yang lempai. Rimpang bercabang ke segala arah. Bagian dalamnya berwarna kuning muda atau kuning dan ada yang berwarna jingga. Jahe mengandung beberapa senyawa kimia seperti Minyak atsiri, gingerol, gingeron, zingeron, resin, zat pati, gula. Di Indonesia, jahe banyak digunakan untuk pengobatan kurang nafsu makan, pencernaan kurang baik, kepala pusing, encok, gatal-gatal, batuk kering, kholera, digigit ular, difteri, masuk angin, urat saraf lemah, muntah-muntah, terkilir, bengkak.
(Afriastini dan Indo 2008).
Rhizoma jahe digunakan di India dan Cina sebagal bahan obat. Ketertarikan para ilmuwan terhadap khasiat jahe diawali sekitar tahun 1980 dan awal 1990 yang.didasari akan efeknya sebagai obat tradisional untuk penyakit artritis dan migrain. Menurut Ayurveda dan Tibb System of Medicine, jahe berguna pada pengobatan penyakit neurologi. Penggunaan rhizoma jahe ini dapat menghilangkan dan mencegah penyakit migrain tanpa efek samping, kemampuan menghilangkan rasa mual (nausea) dari serbuk rhizoma jahe telah diperlihatkan dalam beberapa penelitian (Mustafa 2000).
Kencur (Kaempferia galanga L.) merupakan tanaman tropis yang banyak tumbuh di berbagai daerah di Indonesia sebagai tanaman yang dipelihara.Tanaman ini banyak digunakan sebagai ramuan obat tradisional dan sebagai bumbu dalam masakan sehingga para petani banyak yang membudidayakan tanaman kencur sebagai hasil pertanian yang diperdagangkan.Bagian dari kencur yang diperdagangkan adalah buah akar yang ada di dalam tanah yang disebut rimpang kencur atau rizoma (Apandi 2009).

C.     Alat, Bahan dan Cara Kerja

1.      Alat

a.       LAFC (Laminar Air Flow Chamber) lengkap dengan lampu Bunsen

b.      Petreidish dan botol-botol kultur

c.       Peralatan diseksi yaitu pinset pedar/kecil dan pisau pemes

2.      Bahan

a.       Eksplan: Jahe (Zingiber officinale Rose.), Kunyit (Curcuma domestica), Kencur (Curcuma longa L.), dan Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb)

b.      Media kultur

c.       Alkohol 96%

d.      Aquadest steril

e.       Spirtus

f.        Chlorox (Sunclin)

3.      Cara Kerja

a.       Persiapan eksplan

1)      Melakukan persemaian pada semua bahan tanaman dan melakukan pengamatan sampai tumbuh tunas.

2)      Mengambil tunas dengan mengikutsertakan sedikit bagian daging buah.

3)      Memotong bagian tunas dengan ukuran tertentu, maksimal 6 cm atau bisa kurang.

4)      Mencuci bagian tunas yang telah dipotong sebelumnya dengan air mengalir hingga bersih.

5)      Menyiapkan media steril dalam botol berisi aquadest kemudian menggojok bagian tunas tersebut dengan aquadest sebanyak 3-4 kali.

b.      Sterilisasi eksplan (dilakukan dalam LAFC)
1)      Merendam eksplan dengan chlorox 50% (Sunclin 100%) selama + 6-8 menit.
2)      Membilas eksplan dengan aquadest steril
3)      Mengangkat dan menaruh eksplan setelah dibersihkan pada botol kosong.
4)      Mengambil eksplan dan memotong tunas hingga 2,5 cm dengan tetap mengikutsertakan daging buah.
5)      Mencelupkan tunas yang telah dipotong ke dalam larutan spirtus lalu dibakar.
6)      Mengupas atau membersihkan kembali sampai bagian yang terbakar hilang.
c.       Penanaman eksplan
1)      Membuka plastik penutup botol media kultur
2)      Mengambil eksplan dan menanamnya di media kultur dengan pinset. Setelah digunakan, pinset harus selalu dibakar di atas api.
3)      Mendekatkan mulut botol dengan api selama penanaman untuk menhindari kontaminasi.
d.      Pemeliharaan
1)      Menempatkan botol-botol media berisi eksplan di rak-rak kultur
2)      Menjaga keadaan suhu, kelembapan dan cahaya pada lingkungan di luar botol.
3)      Penyemprotan botol-botol kultur dengan spirtus dilakukan 2 hari sekali untuk mencegah kontaminasi
e.       Pengamatan selama 5 minggu, yang diamati:
1)      Mengamati setiap hari pengamatan saat muncul akar, tunas, daun dan kalus (HST).
2)      Mengamati 1 minggu sekali pengamatan jumlah akar, jumlah tunas dan jumlah daun.
3)      Melakukan deskripsi kalus (struktur dan warna kalus) pada akhir pengamatan
4)      Membuat presentase keberhasilan dan melakukan perhitungan data analisis pada akhir pengamatan.





























D.    Hasil Pengamatan dan Pembahasan
1.    Hasil Pengamatan
Tabel 5.1 Pengaruh BAP dan IBA terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Kultur Kencur (Curcuma longa L)
Eksplan
Tanggal
Saat muncul (HST)
Jumlah
Keterangan
Akar
Tun
a
s
Daun
Kalus
Akar
Tun
a
s
Daun
kontam (bakteri/ jamur) /hidup
Kencur
03-04-‘14
-
-
-
-
-
-
-
Hidup
10-04-‘14
-
-
-
-
-
-
-
Kontaminasi Jamur/ Mati









Sumber: laporan sementara
Gambar 3.1 Eksplan Kencur (Curcuma longa L) Terkontaminasi Jamur
2.    Pembahasan
Praktikum kultur tanaman obat ini menggunakan tanaman Kunyit (Curcuma domestica) sebagai eksplan. Sebelum digunakan kunyit dipotong menjadi bagian yang lebh kecil pada tunasnya. Ini akan memudahkan dalam penanaman. Setelah dipotong kemudian dicuci dengan sabun setelah itu eksplan direndam ke dalam chlorox 6% selama lebih kurang 4 menit sebelum dilakukan penanaman. Proses selanjutnya adalah penanaman eksplan ke botol kultur di dalam LAF.
Penanaman eksplan dianggap behasil apabila tidak menunjukan gejala kontaminasi baik pada media maupun pada eksplan. Eksplan yang tetap segar dan berwarna kehijauan merupakan indikasi bahwa eksplan tersebut masih hidup dan tidak terkontaminasi, sedangkan eksplan yang mati atau terkontaminasi tampak membusuk dan berwarna pucat kecokelatan, kontaminasi terutama disebabkan oleh bakteri. Beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan dari kultur jaringan adalah (1) genotipe eksplan. Hasil-hasil penelitian menunjukan bahwa respon masing-masing eksplan tanaman sangat bergantung dari spesies, bahkan varietas, atau tanaman asal eksplan tersebut. Pengaruh genotip ini umumnya berhubungan erat dengan faktor-faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan eksplan, seperti kebutuhan nutrisi, zat pengatur tumbuh, dan lingkungan kultur. (2) Media kultur, perbedaan komposisi media, komposisi zat pengatur tumbuh dan jenis media yang digunakan akan sangat mempengaruhi pertumbuhan dan regenerasi eksplan yang dikulturkan (3) Lingkungan tumbuh, pada faktor ini mencakup suhu,kelembaban relatif dan pencahyaan.
Zat  pengatur tumbuh  dari golongan auksin berperan antara lain dalam pembentukan  kalus, morfogenesis akar dan  tunas serta  embriogenesis. Pemilihan konsentrasi dan jenis auksin  ditentukan antara lain oleh tipe pertumbuhan dan perkembangan  eksplan yang dikehendaki.  Penggunaan auksin dengan daya  aktivitas kuat (antara lain 2,4-D, NAA atau dikombinasikan  dengan sitokinin dengan konsentrasi rendah)  umumnya digunakan untuk induksi kalus embriogenik. Selain itu, jenis dan konsentrasi hormon, jenis asam amino serta rasio auksin dan sitokinin sangat menentukan dalam menginduksi pembentukan kalus ( Purnamaningsih 2006).
Hormon pertumbuhan yang digunakan untuk perbanyakan secara invitro adalah golongan auksin, sitokinin, giberelin, dan growth retardant. Auksin yang umum dipakai adalah IAA (Indole Acetic Acid), IBA (Indole Butyric Acid), NAA (Naphtalena Acetic Acid), dan 2,4-D (2,4-dichlorophenoxy Acetic Acid). Selain itu beberapa peneliti pada beberapa tanaman menggunakan juga CPA (Chlorophenoxy Acetic Acid). Sitokinin yang banyak dipakai adalah Kinetin (Furfuryl Amino Purine), BAP/BA (Benzyl Amino Purine/Benzyl Adenine), 2 i-P (2-isopentenyl Adenin). Beberapa sitokinin lainnya yang juga digunakan adalah zeatin, thidiazuron dan PBA (6(benzylamino)-9-(2-tetrahydropyranyl)-9H-purine). Hormon pertumbuhan golongan giberellin yang paling umum digunakan adalah GA3, selain itu ada beberapa peneliti yang menggunakan GA4 dan GA7, sedangkan growth retardant yang sering digunakan adalah Ancymidol, Paraclobutrazol dan TIBA, AbA dan CCC
(Sepdian 2005). 
Sitokinin (BAP) sangat penting peranannya dalam pembelahan sel dan morfogenesis, serta memacu terjadinya pembelahan sel. Didalam tubuh tanaman, zat pengatur tumbuh tidak bekerja sendiri-sendiri, tetapi saling berinteraksi yang dicirikan dalam perkembangan tanaman. Perbandingan konsentrasi antara zat pengatur tumbuh tersebut arah pertumbuhan tanaman. Pada praktikum kali ini pengaruh pemberian sitokinin belum berpengaruh secara nyata, karena eksplan terlebih dahulu terkena kontaminasi    (Hartman 2006).
Faktor yang mempengaruhi keberhasilan dari kultur jaringan adalah (1) genotipe eksplan ,hasil-hasil penelitian menunjukan bahwa respon masing-masing eksplan tanaman sangat bergantung dari spesies, bahkan varietas, atau tanaman asal eksplan tersebut. Pengaruh genotip ini umumnya berhubungan erat dengan faktor-faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan eksplan, seperti kebutuhan nutrisi, zat pengatur tumbuh, dan lingkungan kultur.(2) Media kultur, penentu keberhasilan perbanyakan tanamansecara kultur jaringan. Berbagai komposisi media kultur telah diformulasikan untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang dikulturkan. (3) Lingkungan tumbuh, pada faktor ini mencakup suhu, kelembaban relatif dan pencahyaan.
Berdasarkan hasil pengamatan pada kultur diketahui bahwa kultur pada minggu kedua telah mengalami kontaminasi. Kontaminan berupa koloni jamur dengan hifa berwarna putih di sekitar media tanam, ini menunjukkan adanya kontaminasi pada media yang digunakan. Kontamnasi ini kemungkinan berasal dari sentuhan alat diseksi atau pinset saat meletakkan ekspaln ke media tanam. Oleh karena itu perlu usaha sterilisasi yang lebuh baik lagi agar tidak terjadi kontaminasi.
F.      Kesimpulan dan Saran
1.      Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa:
a.         Sitokinin (BAP) sangat penting peranannya dalam pembelahan sel dan morfogenesis.
b.        Konsentrasi pemberian ZPT harus tepat agar kultur dapat tumbuh dengan baik.
c.         Kultur Kunyit pada praktikum ini belum berhasil karena kontaminasi.
d.        Kontaminasi berasal daro media kultur.
e.         Kontaminan adalah jamur dengan hifa berwarna putih.
2.      Saran
Saran untuk praktikum ini adalah sebaiknya saat penanaman di LAF harus benar-benar steril agar kontaminasi dapat dicegah.







DAFTAR PUSTAKA
Afristiani, J.J Madjo Indo 2008, Bertanam Jahe, Jakarta: Penebar swadaya.
Apandi, M 2009. Tekhnologi Buah dan Sayur. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Hameed N, Shabbir A, Ali A, Bajwa R 2006. In vitro micropropagation of       disease free rose (Rosa indica L.). J. Mycopath 4:35-38
Hartmann HT 2006. Plant Propagation Principles and Practices. New Jersey: Prientice Hall Inc.
Khan IA, Shaw JJ 2000. Biotechnology in Agriculture. Pakistan: Punjab. Agric.         Res. Coordination Board Faisalabad
Lieberman, H.A 2006, Pharmaceutical Dosage Form: Tablet, Volume 1, Second     Edition. New York: Marcel Dekker Inc.
Mariska, I. dan Hobir 2003. Peningkatan keragaman genetik tanaman melalui    metode in vitro. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian      XVII(4):115-121
Mustafa, T. et al. 2000. Ginger in Migrain Headache. J.Ethnopharmacol. 9(3).           267 - 273
Pantastico 2007. Fisiologi Pasca Panen. Yogyakarta: Gajah Mada University             Press.
Sudarmadji, Slamet, Bambang Haryono dan Suhardi 2006. Analisa Bahan       Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty.
Purnamaningsih R 2006. Induksi Kalus dan Optimasi Regenerasi Empat Varietas Padi melalui Kultur In Vitro. Jurnal AgroBiogen 2(2):74-80.
Sepdian 2005.  Kultur Jaringan Tanaman. http://www.kultur-jaringan.blogspot.com. Diakses pada 15 Mei 2014.
Winarno, F.G 2000. Kimia Pangan dan Gizi. PT.       Jakarta. Gramedia Pustaka       Utama,
Yusnita, 2003. Kultur Jaringan Cara Memperbanyak Tanaman Secara Efisien.      Jakarta: Agromedia Pustaka.









IV.              KULTUR JARINGAN CAM
(SANSEVERA, NANAS, KAKTUS, DAN BUAH NAGA)
A.     Pendahuluan
1.      Latar Belakang
Tumbuhan CAM (Crassulation Acid Metabolisme) pada dasarnya adalah tumbuhan sukulen yaitu tumbuhan yang berdaun atau berbatang tebal yang bertranspirasi rendah. Dalam kondisi kering, stomatanya pada malam hari akan terbuka untuk mengabsorbsi CO2 dan menutup pada siang hari untuk mengurangi transpirasi. Fiksasi CO2 tanaman CAM sama seperti tanaman C4, hanya saja terjadinya pada malam hari dan energi yang dibutuhkan diperoleh dari glikolisis. Namun dalam kondisi cukup lemah, banyak spesies CAM mengubah fungsi stomata dan karboksilasi seperti tumbuhan C3. Tumbuhan CAM (Crassulation Acid Metabolisme)  juga mempunyai metode fisiologis untuk mereduksi kehilangan air dan menghindari kekeringan.
Tanaman CAM adalah tanaman yang memiliki banyak manfaat bagi kahidupan manusia. Misalnya pada Nanas dan Buah Naga yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Jika kedua jenis tanaman ini mampu diperbanyak secara massal tentu akan sangat menguntungkan. Contoh tanaman CAM lainnya adalah Kaktus dan Sansevera. Tanaman-tanaman ini juga memiliki manfaat yang tidak kalah pentingnya. Misalnya Kaktus yang dapat digunakan sebagai penyimpan air di daerah gurun serta bisa digunakan sebagai tanaman hias seperti halnya tanaman sansevera. Oleh karena itu perlu adanya cara perbanyakan dengan cara yang cepat dan hasil maksimal melalui kultur jaringan.

43
 

2.      Tujuan Praktikum

Tujuan praktikum Teknologi Kultur Jaringan Acara Kultur Jaringan Tanaman CAM adalah sebagai berikut:
a.       Mengetahui teknik kultur jaringan Sansevieria
b.      Mengetahui pengaruh BAP dan IBA terhadap pertumbuhan dan perkembangan eksplan Sansevieria
3.      Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum Teknologi Kultur Jaringan Acara Kultur Tanaman CAM dilaksanakan pada hari Kamis 10 April 2014 di Laboratorium Kultur Jaringan, Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
B.     Tinjauan Pustaka
Menurut Hardjadinata (2010), Tanaman buah naga atau dragon fruit (Hylocereus undatus) merupakan jenis tanaman kaktus yang berasal dari Meksiko, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan bagian Utara (Colombia). Tanaman ini awalnya dipergunakan sebagai tanaman hias karena bentuknya unik, eksotik, serta tampilan bunga dan buahnya yang cantik.
Buah naga masuk ke Indonesia pada dekade 90-an, dan mulai dikembangkan masyarakat pada awal tahun 2000, khususnya di Pasuruan, Jember, Mojokerto, dan Jombang. Buah naga termasuk buah pendatang baru yang cukup popular karena warnanya yang mencolok, memiliki rasa asam manis dan segar (Kristanto 2005).
Kaktus adalah nama yang diberikan untuk anggota tumbuhan berbunga famili Cactaceae. Kaktus dapat tumbuh pada waktu yang lama tanpa air. Kaktus biasa ditemukan di daerah-daerah yang kering (gurun). Kata jamak untuk kaktus adalah kakti. Kaktus memiliki akar yang panjang untuk mencari air dan memperlebar penyerapan air dalam tanah. Air yang diserap kaktus disimpan dalam ruang di batangnya. Kaktus juga memiliki daun yang berubah bentuk menjadi duri sehingga dapat mengurangi penguapan air lewat daun. Oleh sebab itu, kaktus dapat tumbuh pada waktu yang lama tanpa air (Anderson 2001).
Untuk mengatasi permasalahan dalam perbanyakan tanaman nanas maka salah satu alternatifnya adalah dengan cara mikropropagasi yang merupakan suatu bentuk aplikasi teknik kultur jaringan yang bertujuan untuk perbanyakan tanaman. Dengan menggunakan cara ini dapat dihasilkan bibit yang seragam dan tahan hama, dapat memenuhi kebutuhan bibit dalam skala besar dengan waktu relatif singkat, dan produksi bibit ini tidak mengenal musim (Zulkarnain 2009).
Faktor lain yang mendukung keberhasilan persentase tumbuh eksplan pada penelitian ini diduga dari media MS yang digunakan sudah mengandung komposisi yang lengkap untuk pertumbuhan eksplan. Menurut Wahyuni (2009), pemberian hormon dengan beberapa konsentrasi pada media MS memberikan persentase tumbuh eksplan yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya, karena media mengandung vitamin, dan unsur hara makro, mikro sehingga cukup untuk memacu pertumbuhan eksplan. Pierik dalam Andaryani (2010) menambahkan bahwa pertumbuhan organ vegetatif dipengaruhi oleh kandungan nitrogen dalam media, dan sumber N organik paling tinggi terdapat pada media MS dibandingkan media lainnya.

C.     Alat, Bahan dan Cara Kerja

1.      Alat
a.    LAFC lengkap dengan lampu bunsen
b.    Petridish dan botol-botol kultur
c.    Peralatan diseksi yaitu pinset besar/kecil dan pisau pemes
2.    Bahan
a.    Eksplan : sansevieria
b.    Media kultur
c.    Alkohol 96 %
d.    Aquadest steril
e.    Spirtus
f.      Chlorox (sunclin)
3.    Cara Keja
a.    Persiapan eksplan
b.    Sterilisasi eksplan (dilakukan dalam LAFC)
1)   Merendam eksplan dalam larutan Dithane M-45 3 mg/l selama + 12 jam, dilanjutkan dengan chlorox 5,25% (Sunclin 100%) selama + 3 menit.
2)   Merendam dalam larutan tween-80 untuk menghilangkan lapisan lilin/kutikula/duri-duri/rambut.
3)   Membilas eksplan dengan aquadest steril
c.    Penanaman eksplan
1)   Membuka plastik penutup botol media kultur
2)   Mengambil eksplan dan menanamnya di media kultur dengan pinset. Setelah digunakan, pinset harus selalu dibakar di atas api
3)   Selama penanaman, mulut botol harus selalu dekat dengan api untuk menghindari kontaminasi
d.    Pemeliharaan
1)   Botol-botol media berisi eksplan ditempatkan di rak-rak kultur.
2)   Lingkungan di luar botol harus dijaga suhu, kelembaban dan cahayanya.
3)   Penyemprotan botol-botol kultur dengan spirtus dilakukan 2 hari sekali untuk mencegah kontaminasi.
e.    Pengamatan selama 5 minggu yang diamati
1)   Saat muncul akar, tunas, daun dan kalus (HST), diamati setiap hari.
2)   Jumlah akar, tunas dan daun, diamati 1 minggu sekali.
3)   Deskripsi kalus (struktur dan warna kalus), dilakukan pada akhir pengamatan.
4)   Persentase keberhasilan, dilakukan pada akhir pengamatan.


D.    Hasil Pengamatan dan Pembahasan
1.         Hasil Pengamatan
Tabel 4.1 Pengaruh BAP dan IBA terhadap Pertumbuhan Kultur                            Sansevera (Sansevieria trifasciata)
Eksplan
Tanggal
Saat muncul (HST)
Jumlah
Keterangan
Akar
Tun
a
s
Daun
Kalus
Akar
Tun
a
s
Daun
Kontaminasi  (bakteri/ jamur) /hidup
Sansevera
10 April 2014
-
-
-
-
-
-
-
Kontaminasi Jamur/Mati
       Sumber: hasil pengamatan
Gambar 4.1 Eksplan Sansevera Terkontaminasi
2.         Pembahasan
Sanseviera merupakan tumbuhan berbiji tunggal (monokotil), sehingga akar tanaman ini berbentuk serabut. Sansevieria yang baik dan sehat akan menampilkan perakaran yang banyak dan berwarna putih. Akar berwarna putih ini tumbuh dari bagian pangkal daun dan menyebar ke segala arah di dalam tanah atau yang biasa disebut rhizome atau rimpang, yang merupakan modifikasi dari batang (Triharyanto dan Sutrisno 2007).
Eksplan dalam praktikum kultur jaringan adalah sansivera pada daunnya. Eksplan dicuci pada air mengalir, kemudian direndam di air sabun dan di gojog hingga berbusa dan dibilas dengan aair hingga bersih, kemudian bahan tanaman di rendam ke larutan chlorox 6% selama 4 menit dan siap di kulturkan di LAF. Senua kegiatan di dalam LAF harus steril agar tidak terjadi kontaminasi.
Praktikum kultur jaringan media ditambahkan zat pengatur tumbuh (ZPT) berupa BAP. Benzil amino purin (BAP) merupakan salah satu senyawa sitokinin yang berasal dari suatu senyawa yang mengandung nitrogen, yaitu adenin. Hormon ini ditemukan oleh Overbeek di dalam air kelapa. Dalam penelitiannya, hormon ini berperan dalam memacu pembelahan sel (sitokinesis). Hormon ini terdapat pada organ yang muda, disintesis di akar, dan diangkut ke atas melalui xilem. Sitokinin berfungsi sebagai berikut.
a.         Memacu perkembangan kloroplas dan sintesis klorofil
b.        Membantu pembesaran sel- sel kotiledon dan daun dikotil
c.         Memacu perkembangan kuncup samping, dan
d.        Memacu pembelahan sel dan pembentukan tunas pucuk    
Keberhasilan teknik kultur jaringan dipengaruhi antaralain oleh jenis eksplan, yaitu bagian tanaman yang digunakansebagai bahan untuk inisiasi suatu kultur, dan komposisimedia yang digunakan. Pada dasarnya, semua tanaman dapat diregenerasikan menjadi tanaman sempurna bila ditumbuhkanpada media yang sesuai. Salah satu komponen media yang menentukan keberhasilan kultur jaringan adalah jenisdan konsentrasi zat pengatur tumbuh yang digunakan. Sitokinin digunakan untuk menumbuhkan dan menggandakan tunas aksiler atau merangsang pertumbuhan tunas adventif (Yusnita 2004).
Praktikum kultur jaringan ini dilakukan pengamatan setiap minggu. Berdasarkan hasil pengamatan pada minggu kedua diketahui bahwa eksplan telah terkontaminasi jamur. Hal ini terindikasi karena muncul hifa putih disekitar eksplan dan eksplan berubah warna menjadi kecoklatan. Kegagalan atau tidak tumbuhnya eksplan nanas dikarenakan adanya beberapa faktor. Kemungkinan kurang sterilnya dalam melakukan teknik kultur jaringan, seperti: kurang sterilnya alat penanaman, kesalahan dalam prosedur pelaksanaan penanaman ataupun pembuatan media. Kemungkinan lain bahan eksplan tidak steril, atau  kurangnya kandungan unsur dalam media kultur jaringan. Penanaman eksplan akan berhasil jika setiap prosedur kultur jaringan bekerja secara aseptik. Selain itu pemilihan media kultur disesuaikan dengan bahan tanam yang akan dikembangbiakan. Serta perlu pertimbangan juga dalam pemilihan bahan tanam,yang dipertimbangkan yaitu ukuran, umur fisiologis, sumber genotip dan sterilitas eksplan yang akan menentukan berhasil tidaknya pengkulturan eksplan.
Bahan eksplan yang digunakan berupa umbi daun sansivera. Bahan yang digunakan dari tanaman ini mempunyai karakteristik merupakan jaringan tebal dan berair. Pada bahan tanam sebelum dilakukan penanaman terlebih dahulu dilakukan sterilisasi. Hal ini penting untuk keberhasilan eksplan tumbuh.
Menurut Hendaryono dan Wijayani (2009) Dalam pertumbuhan jaringan, sitokinin berpengaruh terutama pada pembelahan sel. Bersama-sama dengan auksin memberikan pengaruh interaksi terhadap diferensiasi jaringan. Pada pemberian auksin dengan kadar yang relatif tinggi, differensiasi kalus cenderung kearah pembentukan primordial akar. Sedangkan pada pemberian sitokinin dengan kadar yang relatif tinggi, diferensiasi kalus akan cenderung kea rah pembentukan batang atau tunas.
Tanaman atau eksplan yang ditanam nilai keberhasilannya 0%. Hal tersebut dikarenakan tanaman mati akibat terkontaminasi jamur. Jamur menguasai media tempat tumbuh eksplan dan menumbuhi eksplan sendiri sehingga eksplan tidak mampu bertahan hidup. Kontaminasi terjadi akibat proses sterilisasi dan penanaman yang kurang sempurna. Prosedur yang kurang sesuai saat penanaman mengakibatkan jamur dan bakteri yang ada di udara masuk ke tempat atau wadah tumbuhnya eksplan, oleh karena itu, perlu diadakan sterilisasi yang lebih baik





























E.     Kesimpulan dan Saran
Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa:
1.         Kesimpulan
a.         Sansevieria merupakan tumbuhan berbiji tunggal (monokotil),.
b.        Beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan dari kultur jaringan adalah genotipe eksplan, media kultur, ligkungan tumbuh.
c.         Pada pengamatan eksplan sansevera ini terjadi kontaminasi karena jamur.
d.        Kontaminan berupa jamur dengan hifa berwarna putih.
e.         Sumber kontamiasi dapat berasal dari medium sebagai akibat proses sterilisasi yang tidak sempurna.
2.    Saran
Sebaiknya dalam praktikum ini alat yang di pakai lebih diperlengkap dan diperbanyak sehingga tidak terjadi kemoloran waktu





















DAFTAR PUSTAKA
Andaryani, S 2010. Kajian Penggunaan Berbagai Konsentrasi Bap Dan 2,4-D        Terhadap Induksi Kalus Jarak Pagar (Jatropha Curcas L.) Secara In           Vitro.   Surakarta: Skripsi Faperta Universitas Sebelas Maret.
Anderson, Edward F. (2001). The Cactus Family. Timber Press, Incorporated.          ISBN 0-88192-498-9
Harjadinata 2010. Budidaya Buah Naga. Jakarta: Penebar Swadaya.
Hendaryono dan Wijayani. 2009. Perbanyakan Vegetatif Melalui Kultur Jaringan pada Tanaman Jahe. Jurnal Penelitian Tanaman Industri 4 : 57-69
Kristanto, D 2005. Buah Naga, Pembudidayaan di Pot dan di Kebun. Jakarta          Penebar Swadaya.
Triharyanto, E. dan J. Sutrisno 2007. Sansevieria. Jakarta: PT. Prima Infosarana Prima.
Wahyuni, D. A 2009. Teknik Pemberian Benzil Amino Purin untuk Memacu      Pertumbuhan Kalus dan Tunas pada Kotiledon Melon (Cucumis melo L.).   Buletin Teknik pertanian, 14 (2): 50-53.
Yusnita. 2004. Kultur Jaringan: Cara Memperbanyak Tanaman Secara Efisien.     Jakarta: Agromedia Pustaka.
Zulkarnain 2009. Kultur Jaringan Tanaman. Jakarta: Bumi Aksara.
















V.                 SUB KULTUR

A.     Pendahuluan
1.         Latar Belakang
Anggrek merupakan salah satu tanaman hias yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan relatif stabil. Tanaman ini memiliki pasar tersendiri di dalam maupun luar negeri, kebanyakan yang memiliki tanaman anggrek adalah masyarakat menengah ke atas, atau pada kalangan hobiis anggrek. Tanaman ini memiliki bunga yang bervariasi dan daya tahan bunga yang relatif lama jika dibandingkan dengan tanaman bunga lain. 
Harga anggrek yang mahal disebabkan oleh beberapa faktor, seperti relatif sulitnya dalam merawat tanaman ini dan juga metode perbanyakannya yang dilakukan secara in vitro, pilihan untuk mengembangbiakkan anggrek secara in vitro ini dikarenakan apabila dilakukan dengan cara konvensional(anakan misalnya), maka hanya sangat sedikit anggrek yang didapatkan. Sehingga teknik kultur jaringan diperlukan di sini.
Kultur jaringan adalah salah satu cara perbanyakan tanaman secara vegetatif dengan cara mengisolasi bagian tanaman, seperti daun, mata tunas, atau kalus, serta menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam media buatan secara aseptik yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian tanaman dapat memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tanaman lengkap. Prinsip utama dari teknik kultur jaringan adalah perbayakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman menggunakan media buatan yang dilakukan di tempat steril.
53
Salah satu kelebihan kultur jaringan yang utama adalah dapat memperbanyak tanaman dalam jumlah yang secara teori tidak terbatas, sehingga teknik ini sangat potensial untuk dikembangkan dan dipelajari lebih lanjut karena selain kelebihan tersebut, teknik ini juga bisa menghasilkan tanaman yang terbebas dari hama dan penyakit. Sedangkan kelemahan utama dari teknik kultur jaringan adalah biayanya yang relatif besar, sehingga masih sulit bersaing dengan teknik pembudidayaan tanaman secara konvensional. Oleh karena itu perlu adanya teknik perbanyakan yang efektif. Salah satunya dengan Kultur Jaringan.
2.         Tujuan Praktikum
a.         Mengetahui teknik memindahkan atau sub kultur tanaman secara in vitro pada kultur jaringan anggrek.
b.        Mengetahui tingkat keberhasilan sub kultur pada tanaman anggrek.
3.         Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Jurusan Agronomi, Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
B.     Tinjauan Pustaka
Eksplan yang akan ditanam harus bebas dari hama, penyakit maupun mikroorganisme lain yang kurang menguntungkan untuk tanaman. Umur tanaman juga mempengaruhi dalam pertumbuhan tanaman. Apabila tanaman yang akan digunakan untuk eksplan berumur kurang dari 4-5 bulan maka kemungkinan untuk tumbuh dan berkembang sangat sulit karena tanaman tebu yang masih muda mengandung senyawa fenol yang sangat tinggi sehingga akan mengakibatkan browning dan pada akhirnya eksplan akan mati. Sedangkan tanaman tebu yang berumur lebih dari 5 bulan akan sulit untuk tumbuh. Hal itu disebabkan karena tanaman berada pada masa matur/pertumbuhan yang lanjut sehingga sifat totipotensi pada sel tersebut sangat sedikit sekali atau bahkan tidak ada (Hamdan 2008).
Subkultur merupakan salah satu tahap metode dalam kultur jaringan, yaitu suatu teknik yang dilakukan di antara tahapan kultur. Subkultur atau overplanting adalah pemindahan planlet yang masih sangat kecil (planlet muda) dari medium lama ke dalam medium baru yang dilakukan secara aseptis di dalam entkas atau Laminar Air Flow (LAF). Pada dasarnya subkultur kita memisahkan, memotong, membelah dan menanam kembali eksplan yang telah tumbuh sehingga jumlah tanaman akan bertambah banyak. Tujuannya adalah supaya kultur tetap mendapatkan unsur hara atau nutrisi untuk pertumbuhannya (Hendaryono dan Wijayani 2006).
Kegiatan subkultur dilakukan sesuai dengan jenis tanaman yang dikulturkan. Setiap tanaman memiliki karakteristik dan kecepatan tumbuh yang berbeda-beda. Sehingga cara dan waktu subkultur juga berbeda-beda. Tanaman yang harus segera atau relatif cepat di subkultur adalah jenis pisang-pisangan, alokasia, dan caladium. Tanaman yang relatif lama adalah aglaonema. Untuk tanaman yang diperbanyak dengan multifikasi tunas, maka subkultur dapat dilakukan dengan memisahkan anakan tanaman dari koloninya atau melakukan penjarangan. Contoh tanamannya adalah anggrek, pisang, dan tanaman lain yang satu tipe pertumbuhan. Untuk tanaman yang tipe pertumbuhannya dengan pemanjangan batang maka subkultur bisa dilakukan dengan memotong tanaman per ruas tanaman yang ada
(Mike 2007).
Teknik subkultur tanaman pada media padat lebih mudah dilakukan yaitu hanya dengan meletakkan kalus yang sudah terbentukdi atas cawan petri, kemudian membelah-belahnya menjadi bagian-bagian kecil lagi dengan menggunakan pertolongan skalpel dan pinset. Setelah terjadi potongan-potongan kalus kecil-kecil, maka segeradimasukkan kembali ke dalam erlenmeyer baru yang berisi mediadengan komposisi bahan kimia sama seperti media lama. Selanjutnya erlenmeyer ditutup dan diinkubasikan kembali. Semua pekerjaan harusdilakukan dalam suasana steril
(George 2010).
Tujuan dari pemanjangan akar pemanjangan tunas, induksi, dan perkembangan setelah di sub kulturkanadalah untuk membentuk akar dan pucuk tanaman yang cukup kuat untuk dapat bertahan hidup sampai saat dipindahkan dari lingkungan in-vitro ke lingkungan luar. Dalam tahap ini, kultur tanaman akan memperoleh ketahanannya terhadap pengaruh lingkungan, sehingga siap untuk diaklimatisasikan. Tunas-tunas yang dihasilkan pada tahap multiplikasi di pindahkan ke media lain untuk pemanjangan tunas. Media untuk pemanjangan tunas mengandung sitokinin sangat rendah atau tanpa sitokinin. Tunas tersebut dapat dipindahkan secara individu atau berkelompok. Pemanjangan tunas secara berkelompok lebih ekonomis daripada secara individu. Setelah tumbuh cukup panjang, tunas tersebut dapat diakarkan (Purnomo 2007).
Kultur jaringan atau budidaya in vitro adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman seperti protoplasma, sel, jaringan atau organ yang serba steril, ditumbuhkan pada media buatan yang steril, dalam botol kultur yang steril dan dalam kondisi yang aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman yang lengkap. Kultur jaringan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk membuat bagian tanaman (akar, tunas, jaringan tumbuh tanaman) tumbuh menjadi tanaman utuh (sempurna) dikondisi invitro (didalam gelas) (Mardiana 2009).
Cahaya matahari yang dibutuhkan anggrek Phalaenopsis sekitar 20% – 50% (Iswanto, 2001).  Menurut Rukmana (2000) dan Soeryowinoto (1974), anggrek bulan membutuhkan intensitas cahaya matahari berkisar antara 15% – 30%. Menurut Gunawan (1990), anggrek Phalaenopsis memerlukan keteduhan dengan intensitas cahaya matahari sekitar 10% – 40 %. Berdasarkan kebutuhan suhu, Phalaenopsis termasuk anggrek tipe hangat yaitu anggrek yang hidup pada daerah yang tidak terlalu dingin dan tidak terlalu panas. Suhu malam hari yang diperlukan antara 210C – 240C dan siang hari antara 240C – 290C (Sutiyoso dan Sarwono 2002). Sedangkan menurut Rukmana (2000), suhu udara yang ideal berkisar antara 150C – 350C, namun suhu optimal bagi pertumbuhan adalah 210C. Ketinggian tempat yang ideal untuk tanaman anggrek Phalaenopsis adalah dari dataran rendah sampai dataran tinggi atau sekitar 50 m – 1000 m dpl.  Kelembaban udara yang ideal bagi tanaman anggrek Phalaenopsis berkisar antara 65 – 70 % (Rukmana 2000). Sedangkan menurut farid (1995), tanaman anggrek membutuh kan kelembaban udara pada siang hari berkisar 50 – 80 % dan pada saat musim berbunga sekitar 50 – 60 %.
C.     Alat, Bahan dan Cara Kerja
1.         Alat
a.         LAFC  lengkap dengan lampu Bunsen
b.        Petridish dan botol-botol kultur
c.         Peralatan diseksi yaitu pinset besar/kecil dan pisau pemes
2.         Bahan
a.         Eksplan : kultur anggrek usia 3 bulan
b.        Media kultur anggrek
c.         Alkohol 96 %
d.        Aquadest steril
e.         Spirtus
f.          Chlorox (Sunclin)
3.         Cara Kerja
a.         Persiapan media sub kultur
b.        Sub kultur (dilakukan dalam LAFC)
1)        Mengeluarkan eksplan kultur anggrek pada petridish
2)        Membersihkan eksplan dari media yang ada, akar pada eksplan tidak boleh dihilangkan hanya dibersihkan dari bagian yang mati.
3)        Penanaman eksplan
1)        Buka plastik penutup botol media kultur.
2)        Ambil eksplan/ memecah ekspaln kalus/ tunas/ buku yang ada dan menanamnya di media kultur baru denga pinset. setelah diguanakan, pinset harus selalu dibakar diatas api.
3)        Selama penanaman, mulut botol harus selalu dekat dengan api untuk menghindari kontaminasi.
4)        Pemeliharaan
1)           Botol-botol media berisi eksplan ditempatkan di rak-rak kultur.
2)           Lingkungan diluar botol harus dijaga suhu, kelembaban dan cahayanya.
3)           Penyemprotan botol-botol kultur dengan spirtus dilakukan 2 hari sekali untuk mencegah kontaminasi.
4)           Pengamatan selama 2 minggu, meliputi
a)           Saat muncul akar, tunas, daun dan kalus (HST), diamati setiap hari.
b)          Jumlah akar, tunas dan daun, diamati 1 minggu sekali.
c)           Deskripsi kalus (struktur dan warna kalus), dilakukan pada akhir  pengamatan.
d)          Persentase keberhasilan, dilakukan pada akhir pengamatan.
D.  Hasil Pengamatan dan Pembahasan
1.        Hasil Pengamatan
Tabel 5.1 Pengamatan Tingkat Keberhasilan Sub Kultur pada Anggrek                          (Dendrobium sp.)
Eksplan
Tanggal
Saat muncul (HST)
Jumlah
Keterangan
Akar
Tun
a
s
Daun
Kalus
Akar
Tun
a
s
Daun
kontaminasi (bakteri/ jamur) /hidup
Anggrek
10-04-‘14
-
-
-
-
-
-
-
Kontaminasi Jamur/ Mati
Sumber: laporan sementara
Gambar 5.1 Eksplan Subkultur Anggrek (Dendrobium sp.) Terkontaminasi

2.        Pembahasan
Subkultur merupakan salah satu tahap metode dalam kultur jaringan, yaitu suatu teknik yang dilakukan di antara tahapan kultur. Subkultur atau overplanting adalah pemindahan planlet yang masih sangat kecil (planlet muda) dari medium lama ke dalam medium baru yang dilakukan secara aseptis di dalam entkas atau Laminar Air Flow (LAF). Pada dasarnya subkultur kita memisahkan, memotong, membelah dan menanam kembali eksplan yang telah tumbuh sehingga jumlah tanaman akan bertambah banyak. Tujuannya adalah supaya kultur tetap mendapatkan unsur hara atau nutrisi untuk pertumbuhannya (Hendaryono dan Wijayani 1994)
Anggrek merupakan tanaman hias yang sangat digemari saat ini. Akar anggrek berbentuk silindris, berdaging, lunak dan mudah patah. Bagian ujung akar meruncing, licin dan sedikit lengket. Dalam keadaan kering, akar tampak berwarna putih keperak-perakan dan hanya bagian ujung akar saja berwarna hijau atau tampak agak keunguan. Akar yang sudah tua akan berwarna coklat tua dan kering. Darmono (2008) menyebutkan bahwa batang anggrek beranekaragam, ada yang ramping, gemuk berdaging seluruhnya atau menebal di bagian tertentu saja, dengan atau tanpa umbi semu (pseudobulb). Berdasarkan pertumbuhannya, batang anggrek dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu tipe simpodialdan tipe monopodial.  Daun anggrek biasanya oval memanjang dengan tulang daun memanjang pula, khas daun monokotil. Daun dapat pula menebal dan berfungsi sebagai penyimpan air.
Keberhasilan kegiatan subkultur ini dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor tersebut dapat berasal dari faktor dalam serta faktor luar. Faktor dalam ini ditentukan oleh genetik tanaman sedangkan untuk faktor luar lebih bervariasi misalnya kondisi lingkungan, seperti suhu, kelembaban, RH serta faktor luar seperti sterilnya alat dan media yang digunakan sangat menentukan keberhasilan kegiatan subkultur.
Subkultur pada praktikum yang telah dilaksanakan menggunakan tanaman anggek. Pada subkultur untuk sterilisasi media dan peralatan diseksi hampir sama dengan kultur jaringan, tetapi yang membedakanya adalah eksplanya yaitu berupa tanaman anggrek. Hasil pengamatan yang telah dilaksanakan selama 2 minggu pada hari ke empat sudah terjadi kontaminan berupa jamur yang membentuk koloni kecil-kecil. Hal ini dapat dikarenakan ketika di LAF kurang steril yang menyebabkan spora jamur dapat masuk sehingga untuk mengantisipasinya harus dengan mengadakan sterilisasi dengan penyemprotan tempat dan sebagainya agar persentase keberhasilan subkultur lebih tinggi.
Zat pengatur tumbuh dari golongan auksin berperan antara lain dalam pembentukan kalus, morfogenesis akar dan tunas serta embriogenesis. Pemilihan konsentrasi dan jenis auksin ditentukan antara lain oleh tipe pertumbuhan dan perkembangan eksplan yang dikehendaki. Penggunaan auksin dengan daya aktivitas kuat (antara lain 2,4-D, NAA atau dikombinasikan dengan sitokinin dengan konsentrasi rendah) umumnya digunakan untuk induksi kalus embriogenik. Selain itu, jenis dan konsentrasi hormon, jenis asam amino serta rasio auksin dan sitokinin sangat menentukan dalam menginduksi pembentukan kalus (Purnamaningsih 2006).
Waktu pelaksanaan sub kultur  tergantung beberapa hal, misalnya eksplan yang ada dalam botol sudah tumbuh setinggi botol, atau eksplan tersebut sudah berada lama di dalam botol sehingga pertumbuhannya sudah mulai berkurang. Biasanya sudah mulai kekurangan hara. Pada media dalam botol sendiri kelihatan mulai menipis, berwarna kecoklatan atau hitam sebagai hasil reaksi pertumbuhan tanaman, bekas bagian tanaman yang mati dan lain-lain. Bisa saja tanaman baru 4-6 minggu di dalam botol namun pertumbuhannya sudah setinggi botol maka segera dilakukan subkultur. Bisa juga tanaman belum setinggi  botol namun sudah berada lebih dari 4 bulan sehingga perlu disubkultur. Parameter perlu dilakukannya sub kultur selain hal diatas adalah waktu kemunculan akar (hari), jumlah akar, waktu kemunculan tunas (hari), jumlah daun, kondisi tanaman yang ditandai oleh ada tidaknya kontaminasi oleh bakteri atau jamur, baik pada media maupun pada planlet.
Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan bahwa semua subkultur anggrek yang dilakukan dapat dikatakan belum berhasil. Eksplan anggrek mengalami kontaminasi. Pada pengamatan yang dilakukan terlihat adanya kontaminasi pada media. Kontaminan berupa jamur yang nampak berwarna putih. Warna putih ini adalah hifa jamur yang berkembang pada eksplan.
Beberapa sumber kontaminasi mikroorganisme pada sistem kultur jaringan dapat dikemukakan sebagai berikut (1) Medium sebagai akibat proses sterilisasi yang tidak sempurna, (2) Lingkungan kerja dan pelaksanaan penanaman yang kurang hati-hati dan kurang teliti, (3) Eksplan: (a) Secara internal (kontaminan terbawa dalam jaringan) (b) Secara eksternal akibat dari prosedur sterilisasi yang kurang sempurna, (4) Dari serangga atau hewan kecil yang berhasil masuk ke dalam botol kultur setelah diletakkan di dalam ruang kultur ataupun ruang stok (Zulkarnain 2009). Untuk menghindari terjadinya kontaminasi sebaiknya melakukan pekerjaan kultur jaringan dengan sagat hati-hati dan teliti serta mengedepankan prinsip aseptis.












E.     Kesimpulan dan Saran
1.         Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa:
a.         Subkultur adalah usaha memindahkan planlet dari satu media ke media lainnya dalam botol kultur.
b.        Keberhasilan subkultur dipengaruhi oleh kondisi eksplan serta kebersihan alat dan bahan dari kontaminan.
c.         Proses subkultur pada praktikum ini belum berhasil karena kontaminasi media tanam.
d.        Kontaminan berupa  jamur dengan warna putih yang menyebar di permukaan media.
e.         Eksplan pada subkultur mati/ tidak tumbuh.
2.         Saran
Saran untuk paktikum ini adalah sebaiknya dalam usaha subkultur ini dilaksanakan dengan lebih steril lagi agar kontaminasi dapat dicegah.


DAFTAR PUSTAKA
Darmono, D. W 2008. Agar Anggrek Rajin Berbunga. Jakarta : Penebar Swadaya.
George, E.F. dan Sherrington P.D. 2010.Plant Propagation by Tissue Culture.Handbook and Directory of Commercial Laboratories. England: Exegetics Limited.
Hamdan 2008. Kultur Jaringan. www. ngawinesia.blogspot.com. Diakses    tanggal 20 Maret 2014.
Hendaryono, D.P.S, dan A. Wijayani 2006. Teknik Kultur Jaringan. Yogyakarta:      Penerbit Kanisius
Iser, M., Fettig, S., Scheying, F., Viertel, K. and Hess, D 1999. Genotype-Dependent Stable Genetic Transformation in Germany Spring Wheat Varieties Selected For High Regeneration Potential. J. Plant Physiol. 154: 509-516.
Iswanto. H 2001. Anggrek Phalaenopsis. Jakarta: Agromedia Pustaka.
Mike K 2007. Factors Affecting The Growth of In Vitro Cultured Lateral Buds from Phalaenopsis Flower Stalks. J. Scientia Hort 8(4) : 169 – 178.
Purnamaningsih, R. 2006. Induksi Kalus dan Optimasi Regenerasi Empat Varietas Padi melalui Kultur In Vitro. J. AgroBiogen 2(2):74-80.
Purnomo, S 2007. Prospek Pengusahaan Sansivera Di Indonesia. J. Puslit Pertanian. 6 (3): 95-97.
Rukmana, R 2000. Budidaya Anggrek Bulan. Yogyakarta: Kanisius.
Zulkarnain 2009. Kultur Jaringan Tanaman, Solusi Perbanyakan Tanaman.            Jakarta: Bumi Aksara









ACARA VI

AKLIMATISASI (ANGGREK)

A.       Pendahuluan

1.    Latar Belakang

Kultur jaringan merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman secara vegetatif. Kultur jaringan merupakan teknik perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi bagian tanaman seperti daun, mata tunas, serta menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam media buatan secara aseptik yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian tanaman dapat memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tanaman lengkap. Prinsip utama dari teknik kultur jaringan adalah perbayakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman menggunakan media buatan yang dilakukan di tempat steril.
Metode kultur jaringan dikembangkan untuk membantu memperbanyak tanaman, khususnya untuk tanaman yang sulit dikembangbiakkan secara generatif. Bibit yang dihasilkan dari kultur jaringan mempunyai beberapa keunggulan, antara lain: mempunyai sifat yang identik dengan induknya, dapat diperbanyak dalam jumlah yang besar sehingga tidak terlalu membutuhkan tempat yang luas, mampu menghasilkan bibit dengan jumlah besar dalam waktu yang singkat, kesehatan dan mutu bibit lebih terjamin, kecepatan tumbuh bibit lebih cepat dibandingkan dengan perbanyakan konvensional.
64
Aklimatisasi merupakan kegiatan memindahkan eksplan keluar dari ruangan aseptik ke bedeng. Pemindahan dilakukan secara hati-hati dan bertahap, yaitu dengan memberikan sungkup. Sungkup digunakan untuk melindungi bibit dari udara luar dan serangan hama penyakit karena bibit hasil kultur jaringan sangat rentan terhadap serangan hama penyakit dan udara luar. Setelah bibit mampu beradaptasi dengan lingkungan barunya maka secara bertahap sungkup dilepaskan dan pemeliharaan bibit dilakukan dengan cara yang sama dengan pemeliharaan bibit generatif.
Keunggulan inilah yang menarik bagi produsen bibit untuk mulai mengembangkan usaha kultur jaringan ini. Saat ini sudah terdapat beberapa tanaman kehutanan yang dikembangbiakkan dengan teknik kultur jaringan, antara lain adalah: jati, sengon, akasia, dan lain-lain.

2.      Tujuan

a.         Mengetahui teknik aklimatisasi pada tahapan akhir dari kultur jaringan.
b.         Meningkatkan pemahaman dan memberikan ketrampilan melakukan aklimatisasi planlet anggrek.
c.         Mengetahui adaptabailitas planlet anggrek pada tahap aklimatisasi

3.      Waktu dan Tempat Praktikum

Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Jurusan Agronomi, Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

B.       Tinjauan Pustaka

Menurut Torres (1989), Aklimatisasi merupakan kegiatan akhir dari teknik kultur jaringan. Aklimatisasi adalah proses pemindahan planlet dari lingkungan yang terkontrol (aseptik dan heterotrof) ke kondisi lingkungan tidak terkendali, baik suhu, cahaya, dan kelembaban, serta tanaman harus dapat hidup dalam kondisi autotrof, sehingga jika (planlet) tidak diaklimatisasi terlebih dahulu tanaman (planlet) tersebut tidak akan dapat bertahan dikondisi lapang. Aklimatisasi dilakukan untuk mengadaptasikan tanaman hasil kultur jaringan terhadap lingkungan baru sebelum ditanam dan dijadikan tanaman induk untuk produksi dan untuk mengetahui kemampuan adaptasi tanaman dalam lingkungan tumbuh yang kurang aseptik. Aklimatisasi adalah suatu proses dimana suatu tanaman beradaptasi sengan perubahan lingkungan.

Pada tahap ini (aklimatisasi) diperlukan ketelitian karena tahap ini merupakan tahap kritis dan seringkali menyebabkan kematian planlet. Kondisi mikro planlet ketika dalam botol kultur adalah dengan kelembaban 90-100 %. Beberapa sumber menuliskan penjelasan yang berkaitan dengan hal tersebut.Bibit yang ditumbuhkan secara in vitro mempunyai kutikula yang tipis dan jaringan pembuluh yang belum sempurna (Wetherell 1982).
Kutikula yang tipis menyebabkan tanaman lebih cepat kehilangan air dibanding dengan tanaman yang normal dan ini menyebabkan tanaman tersebut sangat lemah daya bertahannya. Walaupun potensialnya lebih tinggi, tanaman akantetap menjadi layu karena kehilangan air yang tidak terbatas (Pospisilova et al, 1996). Kondisi tersebut menyebabkan tanaman tidak dapat langsung ditanam dirumah kaca (Wetherelll 1982).
Mengacu pada penjelasan tersebut di atas maka planlet terlebih dahulu harus ditanam didalam lingkungan yang memadai untuk pertumbuhannya kemudian secara perlahan dilatih untuk terus dapat beradaptasi dengan lingkungan sebenarnya di lapang. Lingkungan yang tersebut secara umum dapat diperoleh dengan cara memindahkan planlet kedalam plastik atau boks kecil yang terang dengan terus menurunkan kelembaban udaranya. Planlet-planlet tersebut kemudian diaklimatisasi secara bertahap mengurangi kelembaban relatif lingkungannya, yaitu dengan cara membuka penutup wadah plastik atau boks secara bertahap pula (Torres 1989).
Selain itu, tanaman juga memerlukan akar untuk menyerap hara agar dapat tumbuh dengan baik sehingga dalam tahap aklimatisasi ini diperlukan suatu media yang dapat mempermudah pertumbuhan akar dan dapat menyediakan hara yang cukup bagi tanaman (planlet) yang diaklimatisasi tersebut. Media yang remah akan memudahkan pertumbuhan akar dan melancarkan aliran air, mudah mengikat air dan hara, tidak mengandung toksin atau racun, kandungan unsur haranya tinggi, tahan lapuk dalam waktu yang cukup lama. Media aklimatisasi bibit kultur jaringan krisan dan kentang di Indonesia saat ini adalah media arang sekam atau media campuran arang sekam dan pupuk kandang (Marzuki 1999).
Arang sekam merupakan salah satu media hidroponik yang baik karena memiliki beberapa keunggulan sebagai berikut; mampu menahan air dalam waktu yang relatif lama, termasuk media organik sehingga ramah lingkungan, lebih steril dari bakteri dan jamur karena telah dibakar terlebih dahulu, dan hemat karena bisa digunakan hingga beberapa kali (Sinaga 2001)
Penyesuaian terhadap iklim pada lingkungan baru yang dikenal dengan aklimatisasi merupakan masalah penting apabila membudidayakan tanaman menggunakan bibit yang diperbanyak dengan teknik kultur jaringan. Masalah ini dapat terjadi karena beberapa faktor antara lain. 1. Pada habitatnya yang alami, anggrek epifit biasanya tumbuh pada pohon atau ranting. Oleh karena itu, pemindahan tanaman dari botol ke media dalam pot sebenarnya telah menempatkan tanaman pada lingkungan yang tidak sesuai dengan habitatnya. 2. Tumbuhan yang dikembangkan menggunakan teknik kultur jeringan memiliki kondisi lingkungan yang aseptik dan senyawa organik yang digunakan tanaman sebagian besar didapat secara eksogenous. Oleh karena itu, apabila dipindahkan kedalam pot, maka tanaman dipaksa untuk dapat membuat sendiri bahan organik secara endogenous
(Adiputra 2009).
Adaptasi lain dari akar udara ini adalah dijumpainya kloroplast, yang hampir tidak ada ditemukan pada kebanyakan akar tumbuhan terrestrial lainnya. proplastid dijumpai pada sel meristematik baik pada akar maupun pada daun. Proplastid ini adalah plastid yang tidak berwarna atau berwarna hijau pucat. Dalam gelap, plastid ini disebut etioplast, dan akan berdifferensiasi menjadi kloroplast apabila ada sinar. Akar tumbuhan pada umumnya, mungkin karena berkembang didalam tanah, tidak dapat mengembangkan proplastid ini menjadi kloroplast (Thorpe 1984).
Salah satu metode yang digunakan pada proses aklimatisasi tanaman botol ke tanaman hádala : Bibit yang masih ada didalam botol dikeluarkan dengan hati-hati menggunakan kawat atau dengan memecahkan botol setelah dibungkus dengan kertas. Bibit kemudian dibilas diatas tray plastik berlubang sebelum disemprot dengan air mengalir untuk membersihkan sisa media agar. Tiriskan bibit yang sudah bersih diatas kertas koran. Tanam bibit secara berkelompok tanpa media tanam, kemudian tempatkan ditempat teduh yang memiliki sirkulasi udara yang baik. Tanaman disemprot setiap hari menggunakan hand sprayer. Setelah kompot berumur 1-1.5 bulan, bibit dapat ditanam dalam individual pot menggunakan media pakis atau sabut kelapa (Anonim 2009).
Jika hasil fotosintesis per kloroplast adalah sama maka tekanan hidrostatik dari daun akan jauh lebih tinggi dari pada tekanan hidrostatik yang disebabkan oleh hasil assimilasi pada akar. Oleh karena itu, kloroplast pada akar anggrek ini kemungkinan hanya digunakan untuk keperluan akar itu sendiri, seperti kloroplast yang terdapat pada biji padi (awn). Diduga bahwa kegiatan fotosintesis pada daun dan biji padi diatur oleh jaringan penyimpanan bahan makanan yang terdapat pada biji
(Feller 1979 dan King et al. 1967).
Aklimatisasi adalah kegiatan memindahkan eksplan keluar dari ruangan aseptic ke bedeng. Pemindahan dilakukan secara hati-hati dan bertahap, yaitu dengan memberikan sungkup. Sungkup digunakan untuk melindungi bibit dari udara luar dan serangan hama penyakit karena bibit hasil kultur jaringan sangat rentan terhadap serangan hama penyakit dan udara luar. Setelah bibit mampu beradaptasi dengan lingkungan barunya maka secara bertahap sungkup dilepaskan dan pemeliharaan bibit dilakukan dengan cara yang sama dengan pemeliharaan bibit generatif.
Keunggulan inilah yang menarik bagi produsen bibit untuk mulai mengembangkan usaha kultur jaringan ini. Saat ini sudah terdapat beberapa tanaman kehutanan yang dikembangbiakkan dengan teknik kultur jaringan, antara lain adalah: jati, sengon, akasia, dan lain-lain (Gilang 2009).

C.       Alat, Bahan dan Cara Kerja

1.    Alat

a.    pot

2.      Bahan

a.    Planlet anggek
b.    Media tanam (pakis, arang, sabut aren)

3.      Cara Kerja

a.    Menyiapkan media tanam untuk aklimatisasi dengan pakis, arang, sabut aren yang telah di letakkan pada pot (gelas plastik).
b.    Mengambil planlet anggrek dari dalam botol dengan sangat hati-hati
c.    Membersihkan planlet dari sisa-sisa media agar sampai bersih, bila perlu dicuci dengan menggunakan air bersih.
d.    Tanam planlet pada media yang sudah disiapkan.
e.    Lakukan pengamatan pada tanaman selama 2 minggu, jumlah daun dan tinggi tanaman.

D.    Hasil Pengamatan dan Pembahasan

1.    Hasil Pengamatan

Tabel 6.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Aklimatisasi Anggrek     (Dendrobium sp.)
Planlet
Tanggal
Jumlah
Tinggi
Planlet
Anggrek (Dendrobium sp)
10 April 2014
1
3
4 cm
15 Mei 2014
2
4
4.5 cm
Sumber: Laporan sementara
Gambar 6.1 Eksplan Aklimatisasi Anggrek (Dendrobium sp) Terkontaminasi



2.    Pembahasan
Aklimatisasi adalah suatu usaha memindahkan eksplan keluar dari ruangan aseptic ke lingkungan baru. Pemindahan dilakukan secara hati-hati karena tamanan yang dipindahkan barukuran kecil sehingga mudah mengalami kerusakan apabila tidak hati-hati dalam pemindahannya. Bibit yang akan dipindah dari media diberi perlakuan  dahulu misalnya dicelupkan ke pestisida selama 5 menit agar bebas jamur yang akan mengganggu pertumbuhannya nanti kemudian akar yang terlalu panjang dipotong agar mudah dalam penanamannya ke media baru. Setelah itu baru dipindahkan ke media baru berupa campuran arang dibagian bawah media dan diberi serabut di bagian atas media. Hal ini agar perakaran eksplan lebih mudah. Setelah bibit mampu beradaptasi dengan lingkungan barunya maka secara bertahap sungkup dilepaskan dan pemeliharaan bibit dilakukan dengan cara yang sama dengan pemeliharaan bibit generatif. 
Aklimatisasi marupakan tahapan yang paling akhir dari suatu suatu kultur jaringan tanaman. Tahapan ini memang sebenarnya sangat sulit dilakukan karena tanaman hasil kultur di upayakan agar bisa beradaptasi pada lingkungan baru di luar botol kultur. Hal ini tentu akan sangat menyulitkan karena selama ini tanaman terbiasa dengan kondisi di dalam botol kultur yaitu hara dan nutrisi tersedia, suhu relative konstan, tidak terdapat sumber penyakit/kontaminan dan lain sebagainya. Namun setelah tanaman diaklimatisasikan maka tanaman baru ini akan sanagt stress karena perubahan yang sangat ekstrim dan tiba-tiba.
Berdasarkan hal diatas maka aklimatisasi tanaman dalam hal ini tanaman anggrek sangat riskan pada kontaminan dan perubahan yang terjadi selama di aklimatisasi. Selain itu banyak hal yang sangat mempengaruhi dalam mengaklimatisasi suatu tanaman yaitu kondisi lingkungan yang berbeda dapat membuat suatu tanaman akan mati bila kita tidak benar-benar menjaga kondisi yang diinginkan bagi tanaman kentang. Factor media tanam juga sangat berpengaruh karena dengan media yang sesuai maka tanaman hasil kultur kita akan mudah beradaptasi dan dapat menyerap nutrisi yang di berikan tetapi jika media yang kita gunakan tidak mendukung pertumbuhan tanaman maka kemungkinan besar tanaman yang kita aklimatisasi akan kesulitan dalam menyerap hara sehingga tanaman kita akan mati.
Media tumbuh yang baik harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu tidak lekas melapuk, tidak menjadi sumber penyakit, mempunyai aerasi baik, mampu mengikat air dan zat-zat hara secara baik, mudah didapat dalam jumlah yang diinginkan dan relatif murah harganya. Sampai saat ini belum ada media yang memenuhi semua persyaratan untuk pertumbuhan tanaman anggrek.
Untuk pertumbuhan tanaman anggrek, kemasaman media (pH) yang baik berkisar antara 5–6. Media tumbuh sangat penting untuk pertumbuhan dan produksi bunga optimal, sehingga perlu adanya suatu usaha mencari media tumbuh yang sesuai. Media tumbuh yang sering digunakan di Indonesia antara lain : moss, pakis, serutan kayu, potongan kayu, serabut kelapa, arang dan kulit pinus.
Berdasarkan hasil pengamatan pada praktikum ini dapat dilihat bahwa aklimatisasi anggrek tamaman dapat tumbuh dengan baik. Pada minggu pertama belum nampak adanya pertumbuhan tanaman. belum terlihat pertambahan tinggi tanaman maupun jumlah daun yng meningkat. Pertumbuhan mulai nampak pada minggu ketiga dengan nampak pertumbuhan tunas dan minggu keempat serta kelima ada pertambahan tinggi tanaman yang awalnya 3 cm menjadi 3,3 cm kemudian berubah lagi menjadi 4,5 cm. Hal ini menunjukkan bahwa proses aklimatisasi berjalan baik.



E.     Kesimpulan dan Saran

1.         Kesimpulan
a.         Aklimatisasi adalah usaha untuk memindahkan tanaman dari media aseptik (lingkungan terkendali) ke lingkungan baru yang tidak terkendali.
b.        Keberhasilan Aklimatisasi dipengaruhi oleh kondisi eksplan dan media baru yang digunakan.
c.         Tanaman anggrek yang di Aklimatisasi pada praktikum berhasil dengan baik.
d.        Pertumbuhan ekspaln yang di aklimatisasi baru terlihat pada minggu ketiga pengamatan.
2.         Saran
Saran untuk praktikum ini adalah hendaknya jenis tanaman yang digunakan dapat ditambah agar mahasiswa juga dapat mengetahui perbedaan cara aklimatisasi pada tanaman yang berbeda.


DAFTAR PUSTAKA

Adiputra I G.K., AA. Suardana, I Md Sumarya, I. Sitepu, P. Sudi artawan 2007. Perubahan biosintesis sukrosa sebelum pertumbuhan kuncup ketiak pada panili (Vanilla planifolia). Laporan hibah bersaing I, Program studi Biologi, Fak MIPA, Universitas Hindu Indonesia, Denpasar.
Anonim 2002. Perbanyakan Secara Kultur Jaringan. http//www.laporanku.blogspot.com. Diakses 24 Maret 2014
_______ 2011. Aklimatisasi kultur jaringan. Fakultas Pertanian. Universitas Hasanuddin.
Feller U 1979. Effect of changed source/sink relation on proteolytic activities and on nitrogen mobilization in field-grown wheat (Triticum aestivum L.). Plant Cell Physiol. 20:1577-1583.
King RW, Wardlaw IF, Evans LT 1967. Effect of assimilate utilization on photosynthetic rate in wheat. Planta 77: 261-276
Marzuki, A 1999.Pengaruh lama penyimpanan, konsentrasi sukrosa dan cahaya            penyimpanan terhadap vigor planlet kentang (Solanum tuberosum L.).Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.
Sinaga, N. A. K 2001. Pengaruh sukrosa dan lama simpan gelap terhadap vigor    bibit krisan (Chysanthemum sp.). Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian.     Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.
Thorpe N.O 1984. Cell Biology. New York: John Wiley and Sons, Inc.
Torres, K. C 1989. Tissue Culture Techniques for Horticultural Crops. New           York: London. Chapman and Hall
Wetherelll, D. F 1982. Introduction to in vitro Propagation. New Jersey: Avery        Publishing Group Inc. Wayne.







Tidak ada komentar: